Pengadilan Iran, pada Senin (8/5), mengumumkan eksekusi mati terhadap dua laki-laki yang dijatuhi hukuman mati karena penistaan agama.
Situs berita pengadilan Mizan mengidentifikasi keduanya sebagai Yousef Mehrad dan Sadrollah Fazeli Zare.
Laporan itu mengatakan kejahatan mereka mencakup menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW, dan menggunakan platform dunia maya untuk menyebarluaskan kebencian terhadap Islam dan mempromosikan ateisme.
Dalam sebuah pernyataan, Mahmoud Amiry-Moghaddam, yang memimpin kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Norwegia, mengatakan “pihak berwenang sekali lagi menunjukkan sifat abad pertengahan mereka dengan membunuh dua orang hanya karena mengungkapkan pendapat mereka.” Ia meminta komunitas internasional untuk menanggapi hukuman itu dengan tegas dan segera.
Sekelompok pakar PBB tahun lalu menyoroti kekhawatiran tentang kriminalisasi penistaan agama di Iran, dan meminta pemerintah Iran untuk “mengambil langkah serius guna memastikan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, serta kebebasan berpendapat dan berekspresi tanpa diskriminasi.”
Kelompok HAM tersebut melaporkan bahwa pada awal tahun ini Mehrad dan Zare dipindahkan ke sel isolasi.
Kantor berita aktivis HAM, HRANA, keduanya merupakan bagian dari tujuh orang yang ditangkap pada tahun 2020 karena mengelola saluran telegram yang dijuluki “Kritik terhadap Sesuatu yang Bersifat Takhayul dan Agama.” Kelompok HAM itu melaporkan bahwa para terdakwa lainnya dibebaskan dengan jaminan, sementara Mehrad dan Zare dijatuhi hukuman mati.
Mahkamah Agung Iran memperkuat putusan hukuman mati terhadap mereka pada Juli 2021.
Menurut kelompok Hak Asasi Manusia Iran, hukuman mati di negara itu telah melonjak, di mana lebih dari 200 tahanan dihukum mati sejak awal tahun ini.
Jerman Minta Iran Tak Hukum Mati Warganya
Sementara itu, pembangkang politik berkewarganegaraan Jerman keturunan Iran, Jamshid Sharmahd, juga menghadapi hukuman mati pasca persidangan, yang menurut Amnesti Internasional pada bulan lalu bahwa persidangan tersebut berjalan “sangat tidak adil.”
Diplomat tinggi Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian tentang putusan Sharmahd itu, dan “meminta Iran untuk tidak mengeksekusinya.”
Dalam semua wawancara dengan VOA, putri Sharmahd, Gazelle, mengatakan “kami tidak memiliki kontak apapun dengan ayah saya, jadi harus mengikuti perkembangan berita terbaru apapun (untuk mngetahui kabarnya).” [em/jm]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia