ZONAUTARA.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (BKSDA Sulut) kembali melakukan pelepasliaran yaki atau monyet hitam sulawesi (Macaca nigra). Upaya untuk mengembalikan satwa liar khas Sulut ini ke habitatnya turut didukung oleh PT. Pertamina Geothermal Energy Lahendong (PGE).
Kegiatan ini diawal pada akhir tahun 2020, dengan membangun fasilitas kandang habituasi di Kaki Gunung Masarang, Desa Rururukan, Tomohon. Pembangunan fasilitas kandang habituasi ini dikelola oleh Yayasan Masarang (YM), untuk menunjang proses rehabilitasi sekelompok Yaki yang berada di Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST). Fasilitas ini bertujuan untuk proses penyesuaian akhir bagi monyet yaki yang akan dilepasliarkan.
Berkaca dari pengalaman pelepasliaran yaki pada pertengahan 2020 yang dilakukan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang, diperlukan waktu yang cukup lama bagi kelompok yaki yang dilepasliarkan untuk menyesuaikan dengan cuaca iklim lokal di Gunung Ambang yang dingin, berbanding terbalik dengan kondisi dimana yaki tersebut direhabilitasi di PPST Bitung yang beriklim lokal cenderung lebih hangat.
Oleh karena itu, sebagai salah satu persiapan untuk pelepasliaran, dibangun kandang habituasi di kaki Gunung Masarang Desa Rurukan.
Awalnya ada 11 ekor monyet yaki yang direlokasi dari PPST ke kandang habituasi di Rurukan, yang merupakan satwa hasil penyerahan masyarakat secara sukarela dan juga hasil penyelamatan. Namun seiring berjalannya waktu ada tiga ekor yang tidak bisa menyesuaikan dengan baik dan harus kembali ke PPST.
Monyet yaki yang memiliki nama ilmiah Macaca nigra, merupakan satwa endemik Sulawesi Utara yang dilindungi sesuai dengan UU. No. 5 tahun 1990 dan Permen LHK No. 106 tahun 2018, dimana status konservasi Yaki dalam IUCN dikategorikan critically endangered. Atas dasar tersebut, maka Pemerintah Indonesia melalui KLHK mengembangkan program peningkatan populasi dengan menetapkan yaki sebagai species prioritas yang dinaikkan populasinya.
Dilepasliarkan di Gunung Ambang
Setelah dihabituasi selama kurang lebih satu tahun, akhirnya pada Senin (19/6/2023) 8 ekor yaki tersebut dipindahkan ke TWA Gunung Ambang untuk selanjutnya dilepasliarkan. Dalam proses pelepasliaran monyet yaki tersebut telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kajian perilaku serta habitat sehingga dinyatakan layak untuk dilepasliarkan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara, Askhari Dg. Masikki menyampaikan bahwa kegiatan pelepasliaran satwa ini merupakan tujuan utama dari rehabilitasi satwa, yaitu pengembalian satwa ke habitat alami.
“Ini salah satu keberhasilan dari kegiatan konservasi satwa liar yaitu program ex-situ link to in-situ, dengan tujuan utama satwa dapat kembali ke alam,” ujar Askhari.
Kegiatan pelepasliaran ini juga diharapkan dapat menambah populasi monyet yaki di alam.
Setelah kegiatan pelepasliaran monyet yaki akan diikuti dengan beberapa kegiatan pasca pelepasliaran antara lain sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan TWA Gunung Ambang dan melakukan monitoring pasca pelepasliaran satwa selama tiga bulan kedepan.
Askhari Dg. Masikki juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur KKHSG atas dukungan dan arahan serta terima kasih dan apresiasi terhadap semua pihak terutama PT Geothermal Energy Lahendong, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Tomohon, Yayasan Masarang (PPS Tasikoki), mitra terkait serta seluruh pihak yang terlibat atas dukungan dan kerja bersama sehingga monyet yaki dapat dikembalikan lagi ke alam.