Oleh: Emma Hill, Coventry University dan Ben Vivian, Coventry University
ZONAUTARA.com – Gelombang panas menerjang Eropa. Di Italia, misalnya, panas terik akan mencapai 40℃ hingga 45℃. Panas juga berpeluang melampaui temperatur 48.8℃, temperatur tertinggi yang tercatat di Sisilia pada 2021.
Panas membara juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa selatan dan timur, termasuk Prancis, Spanyol, Polandia, dan Yunani. Panas akan mempersulit rencana perjalanan orang-orang menuju tujuan liburan populer di seluruh wilayah.
Gelombang panas atau cuaca panas di suatu lokasi selama periode tertentu bisa sangat berbahaya. Fenomena merusak ini sudah beberapa kali terjadi di Eropa.
Pada 2009, gelombang panas menyapu seluruh Eropa, menyebabkan kematian hingga 70 ribu orang. Tahun lalu, gelombang panas terjadi lagi dan menyebabkan hampir 62 ribu korban jiwa.
Adapun gelombang panas kali ini disebabkan oleh fenomena cuaca antisiklon Cerberus–makhluk dari mitologi Yunani berupa monster anjing berkepala yang menjaga dunia bawah. Antisiklon, atau sistem bertekanan tinggi, adalah fenomena cuaca yang mengisap air dari bagian atas atmosfer sehingga menyebabkan masa kemarau dan cuaca yang tenang (formasi awan sedikit dan minim angin).
Gerakan sistem bertekanan tinggi cenderung lambat, berlangsung hingga berhari-hari hingga sepekan. Di area yang luas, sistem ini bisa menjadi semipermanen. Ketika terbentuk di sekitar daratan yang panas seperti di gurun Sahara, sistem bertekanan tinggi kian memanaskan udara hangat sehingga temperatur jauh lebih meningkat lagi.
Fenomena antisiklon dapat berakhir ataupun mereda sehingga gelombang panas dapat berlalu. Menurut Italian Meteorological Society, gelombang panas Cerberus dapat berlangsung hingga dua pekan.
Apakah perubahan iklim berperan?
Beberapa tahun belakangan, sistem bertekanan tinggi seperti yang melanda Eropa cenderung bergerak ke kawasan utara. Cukup sulit untuk menerka suatu fenomena seperti gelombang panas terkait langsung dengan perubahan iklim.
Walau begitu, saat suhu terus menghangat, kita terus melihat perubahan pola sirkulasi atmosfer yang dapat meningkatkan jumlah kejadian temperatur ekstrem dan kekeringan di Eropa.
Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mengonfirmasi tren ini. Data mereka menunjukkan peningkatan frekuensi dan tingginya intensitas cuaca ekstrem sejak dekade 1950-an. Analisis terpisah turut menemukan peningkatan keparahan gelombang panas Eropa sejak dua dekade belakangan.
Pada musim panas 2022, kawasan Eropa selatan dilanda suhu tinggi dari biasanya. Spanyol, Perancis, dan Italia mengalami temperatur maksimum harian melebihi 40°C. Lembaga Copernicus Climate Change Service Eropa mengaitkan kondisi panas tak biasa ini dengan perubahan iklim. Prediksinya, fenomena panas menyengat akan menjadi lebih sering, intens, dan berlangsung lama di masa depan. Taksiran ini mengindikasikan bahwa tren serupa bakal terjadi tahun ini.
Bahaya panas ekstrem
Gelombang panas dan suhu ekstrem menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti serangan panas (heatstroke) dengan gejala sakit kepala dan pusing. Dehidrasi akibat cuaca panas juga berdampak pada pernapasan dan aktivitas jantung.
Sudah ada sejumlah kasus gangguan kesehatan terkait panas di Eropa akibat gelombang panas kali ini. Misalnya, tewasnya seorang pekerja jalanan di Italia dan berbagai laporan tentang serangan panas di Spanyol maupun Italia.
Menteri Kesehatan Italia telah mengimbau warga dan pengunjung di daerah terdampak untuk berjaga-jaga, misalnya menghindari sengatan matahari langsung selama jam-jam kala hari panas. Ada juga saran untuk tetap terhidrasi dan menghindari konsumsi alkohol.
Walau begitu, gelombang panas tak hanya berdampak bagi kesehatan. Ada juga imbas sosial dan ekonominya. Panas ekstrem dapat merusak permukaan jalanan dan menyebabkan rel kereta melengkung.
Gelombang panas juga mengurangi pasokan air sehingga mengganggu produksi listrik, pengairan tanaman, dan air minum. Pada 2022, panas menyengat di Perancis menyebabkan pembangkit listrik negara nuklir tak bisa beroperasi secara penuh karena temperatur sungai dan rendahnya muka air mengganggu proses pendinginan.
Sebuah penelitian menyatakan panas ekstrem memperlambat pertumbuhan ekonomi di Eropa sebesar 0.5% pada satu dekade silam.
Saat suhu terus meningkat, gelombang panas akan semakin parah. Karena itu, penting bagi pemerintah di seluruh dunia untuk bertindak cepat dan tegas untuk segera mengurangi emisi gas rumah kaca.
Patut dicatat bahwa sekalipun kita berhasil meredam laju emisi gas rumah kaca hari ini, iklim bumi akan terus menghangat. Pasalnya, laut sudah terlanjur menyerap dan menyimpan panas.
Walaupun laju pemanasan global melambat, dampak perubahan iklim di masa depan akan terus kita alami.
Emma Hill, Associate Professor in Energy & Environmental Management, Coventry University dan Ben Vivian, Assistant Professor in Sustainability & Environmental Management, Coventry University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.