ZONAUTARA.com – Warga yang tinggal di Kecamatan Siau Barat Utara (Sibarut) mengeluhkan ketersedian air, terutama saat sedang musim kemarau saat ini seperti yang dialami di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro).
Beberapa warga yang ditemui Zonautara.com pada Jumat (8/11/2023) mengatakan bahwa mereka terpaksa harus membeli air dari kampung lain, karena bak penampungan air hujan kering kehabisan air.
Selama ini ketersediaan air diperoleh warga dengan menampung air hujan di bak penampungan. Hampir seluruh warga di Kecamatn Sibarut punya bak penampungan air hujan. Wilayah itu dan beberapa wilyah di pulau Siau memang sulit bahkan nyaris tidak bisa mendapatkan air tanah.
“Kami membeli dari penjual air di Kampung Paniki,” ujar Melkisedek Tahulending, warga Kampung Kawahang Lindongan Tiga.
Melkisedek hari itu membeli sebanyak 33 galon air dari penjual air keliling dari Kampung Paniki. Harga segalon berukuran 25 liter dibeli seharga Rp 5 ribu.
“Air ini nanti dipakai untuk semua keperluan, mandi, masak dan minum. Dan juga mau dipakai untuk pembuatan campuran batako,” ujar Melkisedek, yang membangun rumah karena mendapat bantuan program bedah rumah.
Selain harus membayar harga air, Melkisedek dan warga lainnya harus juga mengeluarkan biaya tambahan mengangkut galon air dari jalan ke rumah mereka. Sebab letak rumah-rumah di kampung-kampung di Kecamatan Sibarut sulit dijangkau langsung oleh kenderaan pengangkut air. Alhasil dibutuhkan tenaga pengangkut.
Tak hanya di Kampung Kawahang, kesulitan air juga dialami di Kampung Hiung, Kampung Kiawang, Kampung Kinali, Kamping Mini, Kampung Nameng, terlebih di Kampung Batubulan dan Kampung Winangun.
Kepala Kampung Winangun, Frangky Tatambihe saat ditemui di rumahnya menjelaskan bahwa pihaknya harus membuat permohonan bantuan pasokan air ke Pemerintah Kabupaten untuk mendapatkan air bersih.
Letak Kampung Winangun yang berada di ketinggian menyulitkan pasokan air. Mobil pembawa bantuan air tak bisa menjangkau rumah warga karena jalan yang ekstrem. Air dipasok di rumah kepala kampung yang berada di bawah dan warga harus mengangkut air menggunakan sepada motor melewati jalan terjal dan menurun.
Selain berharap agar musim kemarau cepat berlalu agar bak penampung bisa kembali terisi oleh air hujan, warga berharap pula pemerintah memikirkan jalan keluar agar pasokan air tersedia setiap saat.
“Sudah sejak dari opa pe orang tua memang ndak ada aer di sini, nimbole gale sumur, cuma ja tampung aer hujan (Sejak orang tua kami tinggal di sini, memang sudah sulit air, tidak bisa gali sumur, hanya tampung air hujan),” ujar Wilhimus Damar (64), warga Kampung Kinali.