ZONAUTARA.com – Misteri kematian sejumlah satwa liar di Taman Nasional Bogani Nani Wartobone (TNBNW) pada pertengahan Agustus 2023 lalu terungkap, setelah hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Maros, Sulawesi Selatan keluar.
Dari hasil pemeriksaan sampel tersebut, kematian satwa liar di TNBNW tersebut disebabkan karena terinfeksi virus African Swine Fever (ASF). Adapun satwa liar yang ditemukan mati tersebut adalah babi hutan sulawesi (Sus celebensis), salah satu satwa liar endemik Sulawesi yang ada di kawasan TNBNW.
Pemeriksaan sampel tersebut dilakukan karena sebelumnya ditemukan sebanyak 9 bangkai babi hutan baik yang berada di dalam kawasan TNBNW maupun yang berada di luar kawasan. Sebanyak 6 bangkai berada di luar kawasan, di kebun masyarakat (Desa Bangio dan Dataran Hijau di Kecamatan Pinogu, Gorontalo). Sementara 3 bangkai lainnya ditemukan di dalam kawasan TNBNW (Desa Bangio, Desa Dataran Hijau di Pinogu dan Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa).
Atas temuan tersebut digelar Rapat Koordinasi Penanganan dan Pencegahan ASF di Provinsi Gorontalo pada pekan pertama September 2023. Rapat saat itu memutuskan untuk mengirimkan sampel bangkai satwa liar ke Laboratorium Veteriner Maros di Sulawesi Selatan. Rapat juga memutuskan melakukan patroli dan kegiatan monitoring satwa di dalam kawasan konservasi oleh UPT KSDAE sekaligus melakukan kegiatan surveilans (pemantauan) kejadian atas potensi adanya penyakit didalam kawasan konservasi (disease insitu).
Positif African Swine Fever
Hasil pemeriksaan laboratorium di Maros keluar pada 9 Sepetmber 2023, yang memastikan bahwa sampel babi hutan yang diperiksa positif terinfeksi virus African Swine Fever (ASF). Kepala Balai TNBNW, Anis Suratin juga mengkonfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium tersebut.
Anis saat dihubungi Zonautara.com menjelaskan bahwa langka selanjutnya yang akan dilakukan oleh Balai TNBNW adalah melakukan monitoring atau patroli kawasan untuk menelusuri info kejadian kematian satwa liar terkait tanggal penemuan, perkiraan umur kematian, titik koordinat bangkai dan kondisi ekosistem di sekitar bangkai. Dan jika ditemukan bangkai satwa liar akan dilakukan tindakan biosecurity (pensucihamaan dan penguburan bangkai).
“Kami juga menghimbau kepada masyarakat untuk menjaga hewan ternaknya agar tidak dilepaskan dalam kawasan taman nasional. Kami akan berkolaborasi dengan para pihak terkait, antara lain aparat desa, kecamatan, poskeswan, dinas pertanian dan peternakan kabupaten maupun propinsi, petugas otoritas veteriner, dan tokoh masyarakat untuk sosialisasi terhadap masyarakat agar lebih waspada terhadap penyakit ASF yang mengancam keanekaragaman hayati,” jelas Anis, Kamis (14/9/2023).
Menurut Anis, temuan virus ASF pada kasus kematian babi hutan ini perlu ditangani secara serius karena akan berdampak pada ekologi satwa liar lainnya di kawasan TNBNW.
“Virus ASF berpotensi menimbulkan dampak kerugian ekonomi dan ekologi bagi TNBNW karena dapat menimbulkan kematian terhadap satwa endemik babi hutan (Sus celebensis), dan berpeluang menyebar ke babirusa meskipun belum ditemukan bukti adanya kematian babirusa dalam kawasan,” papar Anis.
Anis juga menjelaskan bahwa sejauh ini, berdasarkan literatur dan kajian yang sudah ada, virus ASF bukan zoonosis dan tidak menular ke manusia. Namun masyarakat tetap diminta waspada.
Apa itu virus ASF?
Virus African Swine Fever atau ASF diperkirakan berasal dari Afrika Barat. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1909 di Kenya. Sejak saat itu, virus ASF telah menyebar ke seluruh Afrika dan ke beberapa negara di Eropa, Asia, dan Amerika.
Penularan virus ASF dapat terjadi melalui kontak langsung antara babi yang terinfeksi dengan babi yang sehat, atau melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Virus ASF juga dapat bertahan hidup dalam lingkungannya selama beberapa bulan.
Meski Virus ASF dianggap tidak berbahaya bagi manusia, tetapi dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi industri peternakan babi.
Dikutip dari laman RRI Manado, Kepala Balai Perlindungan dan Pengujian Mutu Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulut Nova Sumolang mengatakan virus ASF itu hanya menjangkiti binatang babi dan tidak menular bagi manusia.
“Virus ini tidak berbahaya bagi manusia. Faktanya, virus ASF bukan termasuk penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia,” ujar Sumolang Kamis (24/8/2023).
Taman Nasional Bogani Nani Wartanone
Taman Nasional Nogani Nani Wartabone merupakan penggabungan dari tiga kawasan konservasi. Yaitu, Suaka Margasatwa Dumoga yang memiliki luas 93.500 hektar, Suaka Margasatwa Bone seluas 110.000 hekatar dan Cagar Alam Bulawa seluas 75.200 hektar.
Kawasan TNBNW meliputi dua provinsi yakni Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Taman Nasional ini memiliki koleksi keanekaragamanhayati yang tinggi baik satwa maupun tumbuhan. Sejumlah satwa dan tumbuhan endemik dapat dijumpai di kawasan TNBNW.
Beberapa satwa endemik Sulawesi yang dapat dijumpai antara lain anoa dataran rendah (Anoa depressicornis); babirusa sulawesi (Babyrousa celebensis); maleo sengkawor (Macrocephalon maleo); dan berbagai jenis burung serta satwa lainnya termasuk babi hutan sulawesi (Sus celebensis).