ZONAUTARA.com – Hingga Jumat (10/5/2024) pagi, status Gunung Ruang masih berada di Level IV Awas. Status gunungapi yang meletus dahsyat pada pertengahan April dan akhir April tersebut, masih menunjukkan aktivitas yang tinggi.
Ketua Tim Tanggap Darurat Gunung Ruang Badan Geologi Kristianto menjelaskan, dari pengamatan visual, Gunung Ruang masih mengeluarkan abu berwarna putih tebal dengan ketinggian 200-400 meter yang terlihat di atas kawah. Hal ini masih terjadi sejak Kamis (9/5) pagi hingga siang.
Aktivitas kegempaan juga masih terjadi, seperti gempa tremor dengan amplitudo 2-4 milimeter serta beberapa kali gempa vulkanik. Gempa tremor menandakan masih ada aktivitas batuan atau cairan yang akan naik ke atas. Sementara gempa vulkanik menandakan masih adanya pasokan magma di dapur magma.
Meski status Gunung Ruang masih Awas, Badan Geologi sudah menurunkan radius bahaya menjadi 5 kilometer (km) dari sebelumnya sejauh 7 km. Namun Pemerintah tetap mengimbau masyarakat untuk berhati-hati.
Aktivitas warga di beberapa desa dan kelurahan yang terdampak mulai berjalan, kecuali di Desa Pumpente dan Desa Laingpatehi, dua desa yang berada tepat di kaki Gunung Ruang. Di Kelurahan Bahoi dan Kelurahan Balehumara di pulau Tagulandang, nampak warga mulai membersihkan rumah dan halaman mereka.
Mereka mencoba memperbaiki bagian rumah yang rusak, akibat lontaran batu saat Gunung Ruang erupsi, terutama atap rumah yang bocor. Warga berharap pemerintah segera menyalurkan bantuan dana perbaikin rumah yang rusak.
“Tapi kalau malam kami kembali ke posko pengungsian di Apengsala,” ujar Rofli Tamasili (51) saat ditemui di Bahoi bersama suami dan anaknya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sitaro, terdapat delapan wilayah terdampak erupsi Gunung Ruang. Wilayah itu adalah Kelurahan Balehumara, Kelurahan Bahoi, Desa Mahangiang, Desa Lesah Rende, Desa Haasi, dan Desa Tulusang. Dua desa lainnya adalah Desa Laingpatehi dan Desa Pumpente, yang berada tepat di kaki Gunung Ruang.
Baik Desa Laingpatehi maupun Desa Pumpente sudah tidak layak dihuni, karena luluh lantak akibat erupsi. Pemerintah telah memutuskan, akan merelokasi seluruh warga dari kedua desa tersebut. Desa Modisi di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan menjadi tujuan relokasi.
Hingga saat ini arus pengungsian warga Tagulandang ke daratan Sulawesi Utara masih terus terjadi, meski tidak lagi sebanyak beberapa pasca erupsi tanggal 30 April. Pemerintah tetap mengerahkan kapal pengangkut seperti KRI Kakap yang dikerahkan oleh Lantamal VIII.
Kepala Bidang Logistik dan Kedaruratan BPBD Sitaro Sony Belseran menjelaskan, dari 9.083 warga di Kecamatan Tagulandang, sebanyak 5.748 warga keluar dari wilayah Sitaro. Para pengungsi umumnya menuju Kota Manado, Kota Bitung, dan Minahasa Utara.
Sementara itu, sebagian lain tetap berada di wilayah Sitaro, yakni di Pulau Tagulandang dan Pulau Siau. Sony menyebut, tidak semua warga berada di posko pengungsian. Sebab, mayoritas dari mereka memilih mengungsi di rumah saudara.