Bagian 1 dari laporan ini dapat dibaca di sini.
Perdagangan illegal
Mengacu pada Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 21 ayat 2, kepemilikan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi dilarang, terlebih perdagangan antar negara. Pengecualian atas larangan tersebut hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan (pasal 22).
Penyelundupan satwa liar adalah kejahatan serius yang merugikan keanekaragaman hayati dan ekosistem alam. Berbagai negara, termasuk Filipina, biasanya memiliki hukum yang mengatur perdagangan satwa liar yang mengikuti konvensi internasional seperti Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Tujuannya untuk melindungi satwa liar dari kepunahan dan dampak ekologis yang ditimbulkan.
Menurut pengalaman Galang yang ditemui di Sangihe, Filipina sangat tidak mungkin menjadi rumah bagi satwa liar. Itu karena sebagian hutan di sana sudah berubah menjadi kebun atau milik korporasi, sehingga hutan yang cocok untuk spesies sangat kecil.
“Ada yang ditanami kelapa semua, ada yang hanya tanaman nenas. Jadi sudah milik perusahaan, dan sangat tidak layak rumah bagi satwa liar,” kata Galang.
Erik (bukan nama sebenarnya), tinggal di salah daerah di General Santos, Filipina. Ia memiliki burung nuri, yang diakuinya dibeli dari seorang warga Filipina. Tapi dia yakini burung nuri itu berasal dari Indonesia.
“Itu nuri ternate saya yakin. Saya beli seharga dua juta rupiah,” ungkap Erik. Lewat sambungan telepon ia memastikan barang yang masuk keluar dari Indonesia ke Filipina lewat Sangihe sebagian besar merupakan selundupan.
Menurut Erik banyak toko di General Santos, Filipina yang menjual burung. Hanya saja untuk jenis kakatua jarang terlihat dimiliki warga, tapi lebih banyak terlihat di Zoo.
Menurut dia di Filipina terdapat beberapa Zoo yang besar, misalnya Genalin Park and Zoo Rescue Center, Baluarte Zoo di Vigan City, Cagayan Deoro, dan ada yang di Davao City.
Ia menjelaskan Genalin Park and Zoo Rescue Center itu luas wilayahnya mencapai 10 hektare, milik seorang Gubernur di Cotabato. Sementara yang terbesar ada di Baluarte Zoo, luas wilayahnya bisa dua kali lipat dari Genalin Park and Zoo Rescue Center. Kebun binatang ini diketahui milik salah satu orang kaya di Filipina, Chavit Singson’s.
“Di situ banyak, bahkan ada burung paruh bengkok,” kata Erik.
Sedangkan yang berada di wilayah Davao City dan Cagayan Deoro yang berada di Pulau Mindanao merupakan milik atau dibawa kekuasaan Duterte, mantan Presiden Filipina pada 2016-2022.
Maraknya upaya penyelundupan atau perdagangan satwa liar yang dilakoni oleh pelintas batas tidak terlepas dari longgarnya jalur keluar masuk Indonesia lewat Sangihe ke Filipina.
Hal ini diakui oleh Kapolres Sangihe, AKBP Dhana Syahputra, yang menjelaskan kendala utama pengawasan terhadap pelintas batas karena terbatasnya sarana dan prasarana pendukung, terutama kapal yang terbatas. Sementara wilayah yang perlu diawasi sangat luas.
“Selain itu nyali pelintas batas yang sangat berani melaut saat kondisi cuaca buruk,” jelas Dhana.
Kondisi ini juga dibenarkan oleh Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Tahuna, Kolonel Laut (P) Mohammad Bayu Pranoto. Bayu mengakui wilayah Sangihe yang memiliki luas perairan 94% dari total luas wilayahnya, menjadi tantangan. Kekuatan Lanal Tahuna secara kuantitatif maupun kualitatif belum memadai, untuk mengcover keamanan laut di seluruh wilayah kabupaten Sangihe.
“Hal tersebut harus dihadapi dengan kekuatan minimum essential force, yang artinya mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada,” jelas Bayu kepada Zonautara.com melalui aplikasi perpesanan.
Bayu juga dapat memastikan bahwa kegiatan pelintas batas tersebut aktif sepanjang tahun. Dan itu sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu, sebagai bagian dari tradisi masyarakat di dua negara tersebut untuk berbagai kepentingan.
“Namun, yang perlu diantisipasi adalah bagaimana cara mencegah para pelintas batas ilegal dan bertentangan dengan aturan hukum kedua negara, khususnya terhadap kelengkapan personil maupun material yang dibawa,” bebernya.
Pangkalan TNI AL Tahuna, jelas Bayu lagi, sebagai bagian integral dari TNI/ TNI AL, di dalam UUD TNI No.34/2004, khususnya pada Pasal 7 dan Pasal 9b, salah satunya mengemban tugas dan fungsi serta tanggung jawab untuk membantu Pemerintah Daerah menjaga perbatasan dan objek vital strategis nasional dari para pelanggar hukum.
“Termasuk adanya potensi penyelundupan dari dan lewat laut, serta melaksanakan penegakan hukum dan menjaga keamanan laut di perairan yurisdiksi nasional. Sesuai dengan ketentuan hukum laut nasional dan internasional, sebagaimana amanah Undang Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004,” urainya.
Penggagalan penyelundupan
Belum lama ini, pada Februari 2024 dugaan aktivitas penyelundupan satwa dilindungi dari Indonesia ke Filipina kembali coba dilakukan, sebanyak 17 ekor satwa liar dilindungi burung paruh bengkok berhasil digagalkan. Burung-burung dilindungi tersebut berasal dari Maluku Utara dan dikirimkan ke Manado, Sulawesi Utara. Pencegatan penyelundupan itu dilakukan Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Sulawesi Utara (Karantina Sulut).
Berdasarkan keterangan Penanggung Jawab Pos Pelayanan Karantina Sulut di Pelabuhan Laut Manado, Hesti Rahmawati, belasan satwa tersebut tanpa disertai dokumen karantina dari daerah asal, Maluku Utara. Selain itu, juga tidak ada SATS-DN (Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri) dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku.
Satwa selundupan ini ditemukan pejabat Karantina dalam kamar mandi Kapal Motor (KM) Cantika Lestari 7F saat melakukan pengawasan rutin. “Kami mendapat informasi terkait adanya dugaan penyelundupan hewan. Setelah kapal masuk di pelabuhan, tim karantina langsung melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Tim berhasil mendapati lima buah keranjang berisi burung-burung yang tersembunyi, di atas ruang kamar mandi kapal. Namun, tidak diketahui pemiliknya,” terang Hesti, Kamis (1/2/2024).
Adapun paruh bengkok yang berhasil diamankan tanpa disertai dokumen karantina dari daerah asal Maluku Utara tersebut yakni 7 ekor nuri bayan maluku (Eclectus roratus), 5 ekor burung bayan merah (Eclectus roratus), 3 ekor kasturi ternate (Lorius garrulus), dan 2 ekor kakaktua putih (Cacatua alba).
Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Sulut, I Wayan Kertanegara secara tegas menyatakan bahwa pelaku penyelundupan ini terancam pidana. Pasal berlapis menanti pelanggaran karantina serta pelanggaran konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
“Dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, pelanggaran atas peraturan tersebut dapat dijerat sanksi dua tahun pidana penjara dan denda paling banyak dua miliar rupiah. Melalulintaskan hewan yang belum terjamin keamanan dan kesehatannya. Selain itu, pelanggaran juga terjadi karena melalulintaskan satwa liar dilindungi yang jelas aturannya harus ada SATS-DN,” papar Wayan.
Selain berkewajiban memastikan seluruh unggas bebas dari ancaman hama penyakit hewan karantina saat dilalulintaskan antar-area, Wayan juga menjelaskan dalam Pasal 72 UU Nomor 21 Tahun 2019, karantina juga melaksanakan pengawasan dan atau pengendalian pemasukan dan pengeluaran tumbuhan dan satwa liar di area bandara dan pelabuhan yang telah ditetapkan. Tentunya dalam pelaksanaannya terus bersinergi dengan instansi terkait.
Setelah diidentifikasi, pejabat karantina menyerahkan satwa dilindungi tersebut kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara sebagai pihak berwenang. Saat ini seluruh burung paruh bengkok tersebut dititip di Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki untuk menjalani rehabilitas.
Terus terjadi, negara dirugikan
Masih maraknya perdagangan ilegal dan aktivitas penyelundupan satwa liar dari Indonesia ke Filipina, terutama jenis paruh bengkok, terbukti dengan adanya repatriasi atau pemulangan kembali 73 ekor paruh bengkok jelang akhir tahun 2023.
Satwa-satwa tersebut tiba di Manado pada Kamis, 19 Oktober 2023 siang, setelah sehari sebelumnya diterbangkan dari Filipina menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan rute Manila-Jakarta-Manado. Setelah tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado, burung endemik dan dilindungi tersebut langsung dibawa ke PPS Tasikoki, di Watudambo, Minahasa Utara, untuk segera mendapat penanganan dokter hewan. Diperiksa kondisi kesehatan dan menjalani rehabilitasi.
Puluhan satwa ini merupakan bagian dari hasil operasi yang dilakukan oleh Philippines Operations Group on Ivory and Illegal Wildlife (POGI) di kota Pasay. Dari 73 satwa tersebut, 59 ekor merupakan kakatua koki (Cacatua galerita), 11 ekor kakatua maluku (Cacatua moluccensis), kakatua raja (Probosciger aterrimus), dan kasturi kepala hitam (Lorius lory). Semuanya merupakan satwa asli Indonesia, yakni dari Papua dan Pulau Seram, Maluku.
Ketika menunggu proses pemulangan, satwa yang disita sementara berada di Wildlife Park Quezon City di bawah pengawasan Biodiversity Management Bureau (BMB) Filipina. Dan setelah melalui proses panjang, akhirnya terjadi serah terima dari otorita Filipina, BMB, Departemen Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, ke Pemerintah Indonesia, yang dilakukan di kantor BMB Quezon City pada 13 Oktober 2023.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut, Azkhari Daeng Masikki mengatakan sejak disita oleh Tim Operasi Perdagangan Gading dan Satwa Liar Filipina pada Juli 2021, pemulangan puluhan satwa ini terkendala dengan adanya Covid-19 dan proses peradilan serta birokrasi.
“Kalau dihitung kurang lebih dua tahun sudah, sejak Juli 2021 hingga 13 Oktober 2023 saat penyerahan pada pemerintah Indonesia. Satwa ini, satwa asli Indonesia, kenapa di Filipina? Karena banyak orang tak bertanggung jawab yang memperdagangkan secara ilegal,” kata Azkhary.
Memiliki bentuk yang unik dan menarik dan permintaan internasional selalu ada, membuat penyelundupan kakatua dan paruh bengkok dari Indonesia terus terjadi. Penyelundupan banyak kali dilakukan lewat laut. Hal tersebut diakui, Kepala Subdirektorat Pengawetan Spesies dan Genetik, Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Badiah.
Badiah menyebut, 4 jenis burung yang dipulangkan tersebut masuk dalam daftar Apendiks 1 Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Terancam (CITES).
“Yang artinya, jumlah mereka sudah sangat berkurang di alam,” jelas Badiah.
Menurutnya, negara sangat dirugikan, jika dilihat dari harga jual satwa yang fantastis. Harga sepasang kakatua di luar negeri bisa mencapai ratusan juta. Selain itu, Badiah menjelaskan bahwa selama ini modus penyelundupan biasa dilakukan lewat kapal-kapal kecil, dan kadang tidak terduga.
“Negara kita kepulauan, banyak pulau berarti banyak akses, pintu masuk penyelundupan. Kadang kita tidak pernah menyangka ada kandang kecil di perahu kecil, mereka menaruh satwanya di situ,” kata Badiah.
Meski sudah melalui proses peradilan, dan satwa telah dipulangkan ke Indonesia, namun sejauh ini Badiah mengaku belum mengetahui pasti siapa pelaku pedagang satwa-satwa tersebut.
“Karena tertangkapnya di Filipina, yang di Indonesia kami malah tidak tahu,” ucapnya.
Satwa liar dilindungi yang dikembalikan merupakan aset negara yang perlu dijaga dan dilestarikan, oleh karena itu, Kepala BKSDA Sulut, Azkhari berharap agar satwa yang tiba di PPS Tasikoki bisa mendapatkan perlindungan dan pemeriksaan kesehatan dengan baik sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat asalnya.
“Para dokter yang ada di PPS Tasikoki akan bekerja semaksimal mungkin memeriksa kondisi satwa agar bisa kembali bebas pulang, dilepasliarkan di habitatnya, baik yang di Papua atau yang di Maluku,” kata Azkhari.
Manajer Program PPS Tasikoki, Billy Lolowang merasa bersyukur satwa bisa tiba dengan selamat. Dia berterima kasih karena pihaknya masih diberi tanggung jawab. Billy menekankan soal satwa-satwa-satwa tersebut yang keluar dari Indonesia secara ilegal, namun kembali pulang dengan proses yang panjang dan secara legal.
“Satwa yang datang akan menjalani pemeriksaan, agar kami bisa tahu penanganan selanjutnya seperti apa, apakah harus diobati dulu jika memang sakit, atau sudah bisa langsung direhabilitasi,” kata Billy.
Billy menjelaskan untuk durasi rehabilitasi tergantung masing-masing individu satwa. Ada burung yang misalnya tidak bisa terbang karena bulunya telah dicabuti. Ada juga yang masih lengkap (bulu), tetapi mengalami trauma sehingga tidak bisa terbang juga.
Sementara Dokter Hewan PPS Tasikoki, Avivah Vega Meidiena menjelaskan bahwa untuk memastikan kesehatan hewan perlu waktu, mengingat ada beberapa penyakit yang masa inkubasinya lebih dari 30 hari.
“Penyakit tertentu seperti flu burung, itu akan sangat diperhatikan, soalnya bisa menular, penyakit paruh, dan lainnya. Pemeriksaan akan dilakukan menyeluruh termasuk pada feses,” jelas Avivah.
Dus “Susu Serdadu”
Upaya penyelundupan tidak hanya dilakukan melalui jalur Manado atau Bitung ke Sangihe kemudian ke Filipina. Tetapi juga dilakukan dari Talaud ke Manado, lantas ke Bitung kemudian diselundupkan ke Filipina, terutama untuk jenis burung endemik nuri talaud (Eos histrio).
Hal ini dibuktikan dengan informasi yang dikembangkan oleh Tim Zonautara.com, pada Agustus 2023. Tepat pada perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 78, tim menerima informasi akan ada pengiriman burung nuri talaud melalui kapal laut reguler rute Melonguane Talaud – Manado.
Tim Zonautara.com yang kemudian bergabung dengan Tim dari BKSDA Sulut serta PPS Tasikoki dan Karantina Pertanian Pelabuhan Manado berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 23 ekor paruh bengkok jenis nuri talaud pada keesokan harinya, 18 Agustus 2023. Modus pelaku dengan memasukkan burung-burung tersebut ke dalam botol air mineral, kemudian mengemasnya ke dalam dua dus yang bertuliskan “susu serdadu”.
Upaya pencegatan yang dilakukan saat kapal yang memuat barang terlarang tersebut sandar di dermaga Pelabuhan Manado, sempat mengalami kendala, karena BKSDA Sulut tidak bisa langsung membawa barang bukti. Tim Satgas TNI AL dari Lantamal VIII Manado yang juga menggelar operasi pencegahan penyelundupan barang terlarang, berada di lokasi dan melakukan pengamanan barang yang sama. Alhasil, barang bukti 23 ekor paruh bengkok itu harus dibawa dulu ke Mako Lantamal VIII Manado sebelum diserahkan ke BKSDA Sulut untuk selanjutnya ditangani oleh PPS Tasikoki.
Wakil Komandan Lantamal VIII Manado, Kolonel Marinir Mikaryo Widodo M.Han yang ditemui menjelaskan bahwa pihaknya saat itu telah membentuk Satgas Gakumla untuk menindak upaya penyelundupan melalui laut.
“Jika kami temui satwa liar dilindungi setelah melakukan prosedur dan membuat berita acara, satwanya akan diserahkan ke BKSDA untuk penanganan selanjutnya,” janji Mikaryo di Mako Lantamal VIII Manado.
Meski tidak berhasil menangkap pelaku, namun Mikaryo berterima kasih atas koordinasi dan kerjasama dari berbagai pihak dalam upaya menggagalkan penyelundupan tersebut.
Nuri talaud (Eos histrio) atau Red-and-Blue Lory adalah jenis dilindungi sebagaimana yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Burung dengan warna yang khas ini juga masuk dalam kategori Appendix I CITES, yang artinya perdagangan komersial terhadap satwa ini sama sekali tidak diperbolehkan.
Laporan beberapa riset menyebut, populasi nuri talaud dengan nama lokal Sampiri ini di alam terus menurun dengan laju penurunan diperkirakan 6 hingga 8 persen (Monitoring Populasi Nuri Talaud di Pulau Karakelang yang dilakukan oleh Mamengko dan Mole, 2006). Penurunan populasi salah satunya disebabkan oleh perburuan, karena nuri talaud banyak disukai masyarakat pehobi burung karena warna bulunya yang menarik dan tingkahnya yang unik.
Nuri talaud kerap pula diselundupkan ke Filipina langsung dari Talaud. Pada 2013, Polres Talaud pernah menggagalkan penyelundupan sebanyak 111 ekor Nuri Talaud ke Filipina. Pelakunya adalah warga Filipina.
Selain kejadian penggagalan upaya penyelundupan di atas, maraknya perdagangan ilegal dan penyelundupan ini terlihat pula dari banyaknya satwa yang ada di PPS Tasikoki, yang sudah tidak bisa pulang atau dilepasliarkan ke habitat aslinya. Satwa asal Maluku dan Papua menjadi langganan. Bahkan pada tahun 2020 juga terjadi pemulangan 91 satwa dari Filipina.
Kerugian yang ditimbulkan
Pakar konservasi di Universitas Sam Ratulangi Manado, Dr. John Tasirin, mengungkapkan keprihatinannya terkait maraknya perdagangan satwa liar di Sulawesi Utara. Menurutnya, dampak dari praktik ini bisa sebanding dengan kerugian dari kejahatan narkotika.
Tasirin memperingatkan bahwa perdagangan satwa liar yang berlanjut dapat merusak kelangsungan hidup satwa liar dan juga lingkungan tempat mereka tinggal. Hutan dan pohon yang kita nikmati saat ini juga sangat bergantung pada keberadaan satwa, seperti burung.
“Dampaknya akan panjang jika kita terus menerus menangkap dan menjual satwa,” kata Tasirin, saat dihubungi, 26 Oktober 2023.
Praktik perdagangan satwa liar dianggap sangat menguntungkan, terutama bagi para pemburu yang memiliki keterampilan khusus. Mereka dengan mudah mendapatkan uang melalui penjualan satwa.
Tasirin juga menyoroti pentingnya penerapan aturan yang sudah ada, termasuk undang-undang tentang konservasi dan peraturan pemerintah. Namun, dia menekankan bahwa pelaksanaan yang tepat sangat diperlukan.
“Sudah ada aturan, tinggal dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, situasinya akan tetap sama. Saat ini, LSM dan pemerintah perlu bekerja sama lebih ketat,” ujar Tasirin.
Tasirin juga mendukung tindakan keras di darat dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar. Menurutnya, penindakan di laut mungkin kurang efektif, karena sulit untuk memantau dan menghentikan aktivitas ilegal tersebut di lautan.
Kondisi ini membutuhkan perhatian serius dan tindakan tegas agar satwa liar dan ekosistem mereka dapat terlindungi dengan baik di Sulawesi Utara. Perdagangan satwa liar tidak hanya berdampak pada keberlanjutan satwa, tetapi juga mengancam keanekaragaman hayati dan ekosistem alam yang berharga.
Pemerhati Satwa dan Kebun Binatang Singky Soewadji, menyoroti kinerja pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup yang dinilai tidak memiliki ketegasan.
“Untuk satwa liar itu sangat ketat peraturannya. Jika pejabat berwenang mentaati peraturan, perdagangan satwa itu tidak akan terjadi,” kata Singky.
Menurut Singky yang bisa memindahkan satwa liar ke luar negeri dari Indonesia itu hanya lembaga konservasi atau kebun binatang. Itu pun ada kategorinya, tidak semua bisa.
“Misalnya taman safari gradenya A. Itu bisa melakukan pertukaran, dan itu pun harus setara, misalnya komodo dari Indonesia ditukar ke Australia, kategori apendiks satu, harus ditukar setara misalnya koala, jangan kangguru yang non apendiks. Jadi perdagangan tidak bisa dilakukan orang awam, harus punya lembaga konservasi, itu pun bukan asal–asalan,” kata Singky.
Soal temuan pengiriman burung ke Filipina, modus memasukkan burung kakatua ke dalam botol juga dilakukan pelaku yang menyelundupkan kakatua dari Maluku ke Jawa. Sebetulnya kalau Pemerintah Filipina menolak pengiriman satwa liar dari Indonesia, penyelundupan bisa dicegah.
“Tetapi karena perilaku korup, sehingga kakatua itu bisa masuk ke sana (Filipina).” tambahnya.
Singky juga menyorot parahnya penanganan satwa liar karena urusan lingkungan hidup dan kehutanan dijadikan satu kementerian. Sehingga kewenangannya tumpang tindih yang membuka peluang pemain besar bernegosiasi.
Dr. John Tasirin saat ditemui kembali pada November 2023, mengingatkan bahwa penanganan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi juga harus diikuti dengan penghentian penangkapan di alam.
Karena penangkapan di alam yang tidak dikendalikan akan berdampak pada kerugian yang besar. Berkurangnya populasi di alam tidak serta merta dirasakan oleh generasi pelaku. Untuk mempertahankan struktur hutan yang ada di Sulawesi misalnya, butuh kehadiran satwa liar, termasuk berbagai jenis burung.
“Jika struktur hutan itu berubah karena salah satu rantai makanan terganggu, akan berdampak terhadap ekologi dalam rentang waktu yang sangat panjang, bisa sampai seratus tahun,” jelas Tasirin.
Dalam dokumen Draft Laporan Penelitian Valuasi Ekonomi Satwa Liar Dilindungi Untuk Kepentingan Proses Hukum yang dikerjakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor tahun 2020, harga pasar Kakatua (Cacatua sp.) dapat mencapai Rp 335 juta.
Tetapi kerugian bukan hanya soal harga jual satwa yang tinggi, tetapi juga kerugian yang dialami oleh individu satwa tersebut. Dalam materi R. Taufiq Purna Nugraha, dari Pusat Riset Zoologi Terapan, yang disampaikan dalam Diskusi Penegakan Hukum Kejahatan Terhadap Satwa Liar dalam Lanskap Perekonomian Negara, Juni 2023, menguraikan kerugian yang dapat timbul dari kejahatan terhadap satwa liar.
Kerugian tersebut adalah timbulnya biaya untuk rehabilitasi / reintroduksi / repatriasi yang tinggi, kerugian penurunan populasi dan dapat menurunkan peluang bertahan hidup bagi spesies yang terancam punah serta dampak terhadap ekosistem. Kerugian lain yang ditimbulkan adalah kerugian nilai ilmiah, biaya pengawasan dan penegakkan hukum serta dapat merusak kepercayaan publik dan reputasi negara dalam menangani satwa liar yang dilindungi.
* * *
Melvin alias Jimmy dan Mike Artocillia mungkin saat ini melenggang dengan bebas melintasi batas Indonesia – Filipina, sebagaimana para pelintas batas lainnya yang terus melakukannya hingga kini. Bukan tidak mungkin pula, Melvin dan Mike nekad menyelundupkan kembali burung-burung bernilai jual tinggi itu ke Filipina. Toh, dalam beberapa kali operasi yang dilakukan aparat untuk mencegat penyelundupan satwa liar dilindungi terutama paruh bengkok, pelaku selalu saja lolos atau barang disita tanpa ada pelaku.
Sementara itu, keberadaan paruh bengkok terus terancam di alam, seiring rusaknya habitat yang sekaligus hutan yang menjadi bagian ekosistem tempat hidup manusia.
Liputan ini bagian dari kolaborasi investigasi Zonautara.com bersama Tempo, Mongabay Indonesia, Jaring.id, Kalesang.id, dan Garda Animalia. Liputan ini berupaya mengungkap perdagangan ilegal satwa endemik Wallacea dan Papua dari dalam negeri sampai ke mancanegara, yang didukung dan didanai Garda Animalia lewat Program Fellowship Bela Satwa Project 2023.