Oleh: Alexander Michael Tjahjadi, Think Policy
Salah satu fokus pemerintah dalam cetak biru Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini memiliki lima tahap, mulai dari pemindahan tahap awal, pembangunan pusat inti kota nusantara, pembangunan progresif, pembangunan infrastruktur tiga kota, dan pengokohan sebagai kota dunia untuk semua. Aspek pembangunan ini juga mencakup masalah keberlanjutan dan kelestarian alam, karena Kalimantan terkenal dengan diversifikasi alamnya.
Sayangnya, pengembangan industri berkelanjutan dan pertumbuhan penduduk yang stabil baru ada di rancangan tahap terakhir. Ini menunjukkan bahwa beberapa pihak, termasuk pemerintah dan perencana, abai dalam melihat permasalahan manusia sebagai permasalahan mendasar. Sehingga, tidak ada solusi jelas dari penyelesaian infrastruktur dan fasilitas penduduk.
Padahal, lompatan tersebut membutuhkan aspek manusia agar pembangunannya berkelanjutan. Apalagi, pembangunan IKN menitikberatkan pada teknologi, yang seharusnya tidak mengabaikan manusia yang akan menggunakan teknologi tersebut.
Belajar dari pemindahan ibu kota lain, dampak ekonomi dan infrastruktur perlu dilihat dari perspektif kebutuhan masyarakat lokal. Artinya, tanpa investasi pada manusia, pembangunan IKN akan kurang optimal.
Pentingnya investasi pada manusia
Studi menunjukkan bahwa investasi modal manusia merupakan hal yang penting agar sebuah kota memiliki daya saing dalam perekonomian. Investasi modal manusia harus didorong karena menciptakan lapangan pekerjaan terutama pada teknologi tinggi industri—sesuatu yang diharapkan dengan pembangunan IKN.
Salah satu langkah penting yang perlu dilakukan untuk mendukung hal tersebut adalah kerja sama antara pemerintah lokal dan juga pemerintah pusat untuk menciptakan sekolah-sekolah unggulan.
Sekolah-sekolah ini perlu didesain untuk meningkatkan pertumbuhan dan menyiapkan tenaga-tenaga kerja mumpuni yang sesuai dengan kebutuhan akan kapasitas kemampuan yang diperlukan. Cetak biru IKN menyebutkan, salah satunya, bahwa seluruh kota akan menggunakan teknologi smart cities. Untuk mendukung implementasi teknologi tinggi ini, pemerintah perlu memikirkan peran teknologi dalam pendidikan, misalnya dengan memberi perhatian khusus pada pendidikan science, technology, engineering, and mathematics (STEM) di Kalimantan.
Selain itu, pemerintah juga perlu memprioritaskan peningkatan kualitas sekolah secara umum. Sebab, beberapa sekolah di Kalimantan merupakan sekolah yang masih berada dalam kualitas standar. Riset tahun 2021 menunjukkan bahwa terdapat penurunan kualitas pendidikan akibat ujian dari model kertas menuju model komputer. Hasil ini menunjukkan kualitas pendidikan yang timpang. Padahal, sekolah yang diperlukan untuk mendukung IKN adalah sekolah yang memiliki mutu yang baik dan menciptakan pekerja terampil.
Migrasi dan tenaga kerja
Kalimantan telah mengalami perubahan struktur ekonomi dari sektor perkebunan ke jasa, sehingga membutuhkan pekerja-pekerja dengan keahlian (skill) yang sesuai. Meski demikian, hasil ekspor dari perkebunan tetap menjadi salah satu pendapatan asli daerah.
Pada tahun 2022, buktinya, hampir 48% masyarakat di Kalimantan Barat masih berada di sektor pertanian dan perkebunan. Persentase ini lebih tinggi dari seluruh wilayah di Indonesia, yang hanya berkisar 29%. Ini menunjukkan bahwa pekerja di sektor perkebunan dominan memengaruhi pasar tenaga kerja di Kalimantan.
Namun, penelitian lain) menunjukkan bahwa migrasi di Kalimantan meningkatkan angka partisipasi pendidikan di tingkat sekolah menengah atas dan juga pendidikan tinggi. Artinya, peluang meningkatnya jumlah tenaga kerja terampil (skilled worker) cukup besar, sehingga tenaga kerja tidak lagi berpusat di sektor perkebunan tapi juga bisa bergeser ke teknologi terbarukan.
Studi tahun 2024, sudah menunjukkan bagaimana fenomena migrasi di Kalimantan terjadi, terutama peran penting pendidikan di dalamnya. Namun, studi ini perlu diikuti dengan diskusi tentang dampak migrasi terhadap kesesuaian skill untuk melengkapi proses kebijakan publik di IKN. Pemetaan ini penting agar ide tentang kota pintar berteknologi bisa sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja dan skill yang sesuai.
Selain itu, pemerintah perlu menyeimbangkan antara insentif dan disinsentif dalam bermigrasi. Secara umum, pola migrasi di Indonesia dapat dipetakan terutama ke kawasan yang memiliki ekonomi yang lebih baik. Jika IKN menciptakan ketimpangan yang justru semakin besar, maka pemerintah memerlukan mekanisme untuk mengantisipasi terjadinya urbanisasi.
Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan memastikan bahwa kawasan sekitar, seperti Balikpapan dan Samarinda, mampu memiliki pendapatan atau taraf hidup yang kurang lebih sama dengan IKN, agar kedua kota tersebut bisa menjadi supporting cities di sekeliling IKN. Hal ini akan memperkecil peluang terjadinya migrasi temporer karena desakan kebutuhan untuk meningkatkan taraf hidup secara tepat, tanpa meningkatkan taraf hidup generasi selanjutnya.
Tanpa perhatian terhadap fakta-fakta pendidikan dan migrasi, pembangunan IKN akan menjadi pembangunan infrastruktur yang mengabaikan faktor manusia. Pembangunan yang demikian hanya akan menjadi pembangunan yang tidak berkualitas, alih-alih memiliki dimensi jangka panjang. Ini tentu sangat disayangkan mengingat investasi besar-besaran yang sudah dikeluarkan dalam pembangunan IKN.
Alexander Michael Tjahjadi, Sustainable Growth Lab, Think Policy
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.