BOLSEL, ZONAUTARA.COM — Polemik berkepanjangan antara manajemen perusahaan tambang PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) dengan keluarga Kunu Makalalag, di kilo 12 Bobungayon, Kabupaten Bolmong Selatan (Bolsel), terus berlanjut.
Teranyar, Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Bolmong Selatan (Bolsel) bersama forkopimda melakukan penertiban blokade jalur ke perusahaan PT. JRBM di Kilo 12, Kecamatan Pinolosian Timur (Pintim).
Penertiban itu, dipimpin langsung oleh Kapolres Bolsel AKBP Indra Wahyu, dan melibatkan ratusan personil gabungan dari unsur TNI-Polri, Satpol-PP, Dishub, DLH, dan unsur daerah lainnya, Rabu 25 September 2024.
Dari pantauan media ini, aktivitas pembukaan portal di Kilo 12 itu berjalan lancar.
Keluarga Kunu Makalalag minta ganti rugi dari perusahaan PT. JRBM
Kunu Makalalag secara tegas mengatakan bahwa dirinya mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT).
“Orang tua kami sudah lama berkebun di sini (Kilo 12), kami mendukung penuh aktivitas perusahaan PT JRBM. Tapi, tunaikan dulu hak kami ganti rugi tanaman kami,” pintanya, saat diwawancarai Rabu 25 September 2024.
Dikatakannya, bahwa pihaknya hanya dijanjikan oleh pihak perusahaan PT JRBM.
“12 kali saya menerima undangan dari pihak JRBM dan Pemda namun tidak ada kejelasannya sampai saat ini,” terangnya.
Bahkan katanya, ia memiliki beberapa dokumen pendukung terkait persoalan ini.
“Diantaranya ada berita acara pembayaran kompensasi tanaman di wilayah tersebut sesuai dengan aturannya,” kata Kunu.
Terpisah Camat Pinolosian Timur, Junaidi Paputungan ketika dikonfirmasi terkait SKT yang dikeluarkan oleh Sangadi atau Kepala Desa Dumagin B, mengaku tidak tahu menahu.
“Belum tau jelas soal ini. Baru sekarang ini juga saya lihat Kar (SKT) tanahnya,” jelas Camat ketika dihubungi via pesan WhatsApp, Kamis 26 September 2024.
Lebih jauh, ketika ditanyai terkait status tanah di lokasi keluarga Kunu Makalalag, Junaidi mengatakan bahwa itu hutan produksi terbatas.
“Yang saya tahu itu statusnya Hutan Produksi Terbatas (HPT),” ujarnya sembari membenarkan bahwa lokasi tersebut sudah lama sekali dijadikan perkebunan oleh keluarga Kunu Makalalag.
“Jadi tanah itu memang sudah lama digarap oleh almarhum orang tua dari Kunu Makalalag untuk lahan perkebunan,” pungkasnya.
Kepada media ini, Kepala seksi (Kasi) Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (PKSDAE) KPH unit 2 Bolsel-Boltim, Rahmat Korompot menuturkan bahwa dokumen yang dimiliki oleh Kunu Makalalag terkait akta notaris pendirian Koperasi Produsen ‘Gerbang Patung Bulawan’ tanggal 3 Desember 2019 di wilayah IUP PT. JRBM.
“Dari Dinas Kehutanan tidak pernah menerima rekomendasi pendirian Koperasi di wilayah tersebut,” beber Rahmat.
Lanjutnya, sepengatahuan dia tidak ada regulasi berkaitan dengan ganti rugi masyarakat yang menguasai lahan dalam kawasan hutan.
Pada prinsipnya kawasan hutan adalah milik negara jadi tidak bisa dikuasai oleh orang perorang.
“Kecuali lahan tersebut mempunyai izin, misalnya Ada kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKM) maka perusahaan wajib ganti rugi,” pungkasnya.
Menelisik peruntukan tanah HPT
Dikutip dari berbagai sumber, tanah Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang dikuasai oleh masyarakat penggarap perkebunan sering kali terjadi di daerah dengan potensi pertanian, termasuk perkebunan cengkeh.
Masyarakat lokal yang memanfaatkan lahan HPT biasanya menggarapnya untuk pertanian dan perkebunan meskipun legalitas penguasaan lahan tersebut bisa diperdebatkan karena lahan HPT sejatinya adalah milik negara dan fungsinya diatur untuk kepentingan hutan produksi.
Pada dasarnya HPT adalah tanah yang dikelola oleh negara untuk keperluan produksi kehutanan dan memiliki fungsi sebagai kawasan hutan yang harus dipertahankan.
Oleh karena itu, tanah HPT tidak dapat diterbitkan sertifikat hak milik karena statusnya adalah tanah negara yang diatur dalam Undang-Undang Kehutanan.
Tanah ini tidak dapat dialihfungsikan atau dijadikan milik pribadi melalui penerbitan sertifikat.
Namun, ada beberapa mekanisme pengelolaan lahan HPT yang melibatkan masyarakat, seperti melalui program Perhutanan Sosial. Program ini memberikan akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan hutan, termasuk HPT, dalam bentuk izin pengelolaan sementara, seperti:
- Izin Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKM).
- Izin Pengelolaan Hutan Desa (HD).
- Izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
Meskipun masyarakat dapat menggarap atau memanfaatkan lahan melalui program-program tersebut, kepemilikan lahan tetap ada di tangan negara dan bukan berupa sertifikat hak milik.