ZONAUTARA.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengkritik sejumlah media online yang dinilai mengabaikan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam memberitakan perceraian penyanyi Sherina Munaf dan suaminya, Baskara Mahendra.
AJI menemukan bahwa belasan media menyajikan pemberitaan yang mencampurkan opini dengan fakta, tanpa melakukan verifikasi terhadap narasumber yang kredibel.
Beberapa media mengaitkan perceraian Sherina dengan cuitannya di platform X (Twitter) terkait dukungan terhadap kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Bahkan, ada yang menyinggung orientasi seksual keduanya, meskipun aspek tersebut bersifat privat dan tidak memiliki relevansi dengan kepentingan publik.
Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik
Dalam pemantauannya, AJI Indonesia mengidentifikasi bahwa sejumlah media melanggar beberapa pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, di antaranya:
- Pasal 2: Wartawan wajib menempuh cara-cara profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya, termasuk menghormati hak privasi.
- Pasal 3: Wartawan harus menguji informasi, memberitakan secara seimbang, tidak mencampurkan fakta dengan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
- Pasal 8: Wartawan dilarang menulis berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi atas dasar suku, ras, agama, jenis kelamin, dan identitas gender.
- Pasal 9: Wartawan wajib menghormati hak narasumber terkait kehidupan pribadinya, kecuali jika berkaitan dengan kepentingan publik.
AJI menilai pemberitaan yang mengaitkan perceraian Sherina dengan isu LGBT bersifat spekulatif dan menghakimi, sehingga berpotensi mempertebal stigma terhadap kelompok minoritas gender dan seksual.
Selain itu, berita yang hanya bersumber dari komentar warganet di media sosial tanpa konfirmasi kepada pihak terkait menunjukkan kurangnya profesionalisme dalam peliputan.
Pentingnya pemberitaan yang berimbang dan inklusif
Dewan Pers telah mengeluarkan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman pada akhir 2023, yang menegaskan bahwa jurnalis harus menghormati keberagaman identitas suku, agama, ras, dan gender dalam pemberitaan. Dalam praktiknya, jurnalis wajib:
- Menggunakan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan gender dalam pemberitaan.
- Menghindari sensasionalisme yang mendiskriminasi kelompok tertentu.
- Mengutamakan kemanusiaan dalam memilih topik liputan.
AJI menekankan bahwa pemberitaan yang tidak menghormati keberagaman berisiko meningkatkan ujaran kebencian dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Media massa memiliki peran penting dalam membentuk opini publik, sehingga narasi yang digunakan harus berimbang dan berkeadilan agar dapat menciptakan masyarakat yang inklusif.
Seruan kepada media dan masyarakat
AJI Indonesia mendorong media untuk menghindari pemberitaan yang bersifat spekulatif dan tidak berbasis fakta. Perusahaan media juga diminta lebih serius dalam memastikan liputan mereka tidak memperkuat stereotip atau mendiskriminasi kelompok minoritas, termasuk dalam isu gender dan seksual.
Bagi masyarakat yang menemukan pemberitaan yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, AJI menyarankan untuk melaporkannya ke Dewan Pers melalui situs dewanpers.or.id. Formulir pengaduan dapat diunduh di https://dewanpers.or.id/datapengaduan/form dan dikirim ke [email protected].
Sebagai bentuk dukungan terhadap pemberitaan yang lebih beretika, AJI juga menyediakan buku panduan bagi jurnalis dalam meliput isu minoritas gender dan seksual, yang dapat diakses melalui https://aji.or.id/system/files/2024-08/panduan-jurnalisme-untuk-melawan-ujaran-kebencian-terhadap-kelompok-minoritas-gender-dan-seksual.pdf.
Kontak AJI Indonesia
- Ketua Umum AJI Indonesia: Nany Afrida
- Ketua Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal AJI Indonesia: Shinta Maharani
Hotline: +62 811-1137-820
AJI berharap jurnalis dan media massa dapat lebih bertanggung jawab dalam menyajikan informasi yang berimbang, profesional, dan menghormati hak asasi manusia demi mewujudkan pers yang adil dan inklusif bagi semua kelompok masyarakat.