ZONAUTARA.com — Beberapa waktu belakangan warga sekitar Amurang, Minahasa Selatan (Minsel), Sulawesi Utara (Sulut) digegerkan dengan kemunculan buaya.
Satwa liar tersebut seringkali terlihat berlalu lalang di Sungai Ranoyapo dan sekitarnya.
Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, pihak berwenang akan segera mengevakuasi beberapa ekor buaya yang sering terlihat tersebut.
Rencana evakuasi buaya disampaikan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut, Askhari Dg Masikki.
Masikki mengungkapkan, evakuasi buaya di Sungai Ranoyapo akan dilaksanakan pada Jumat (24/01/2025).
“Iya, besok jadi (evakuasi),” singkat Masikki saat dihubungi Zonautara.com pada Kamis (23/01/2025).
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sulut Yakub Ambagau menambahkan, evakuasi buaya di Sungai Ranoyapo rencananya akan dimulai Jumat pagi hari.
“Besok rencananya jam 9.30 diharapkan tim mulai bergabung. Titik kumpulnya di sekitar jembatan Sungai Ranoyapo,” ucapnya.
Adapun tim yang akan turun merupakan tim gabungan dari BKSDA Sulut, Pemerintah Kabupaten Minsel, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar dan Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki.
“Rencananya tim dari PPS Tasikoki berjumlah empat sampai lima orang,” ucap drh Audrey Tabitha, dokter hewan di PPS Tasikoki.
Ia pun sedikit membeberkan rencana timnya dalam melakukan evakuasi buaya di Sungai Ranoyapo.
“Kami mau usahakan dengan jebakan dulu. Jadi kami siapkan umpan dan kandang jebak. Selain itu kami juga menyiapkan kandang transport, peralatan handling restrain dan pertolongan medis pertama,” pungkasnya.
Konflik buaya dengan manusia
Keberadaan buaya di Ranoyapo ini memang sering dikeluhkan warga. Sungai yang mengalir membelah Amurang tersebut selain menjadi sumber air, juga menjadi salah satu tempat beraktivitas warga. Di muara Sungai Ranoyapo, terdapat aktivitas warga yang mengambil pasir.
Beberapa kali warga di sekitar Sungai Ranoyapo melaporkan bahwa buaya sempat menyerang mereka. Pada Januari 2022 ada laporan bahwa buaya menyerang warga yang sedang memancing belut di sungai tersebut. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, namun serangan-serangan buaya yang dilaporkan di Ranoyapo membuat warga khawatir.

Konflik antara buaya dan manusia dapat terjadi karena beberapa faktor, yang umumnya berkaitan dengan interaksi langsung di habitat buaya atau di daerah yang menjadi perbatasan antara habitat alami mereka dan aktivitas manusia. Berikut adalah beberapa penyebab utama:
1. Degradasi dan kehilangan habitat
- Penyebab: Aktivitas manusia seperti pembangunan, urbanisasi, pertanian, dan penebangan hutan menyebabkan buaya kehilangan habitat alami mereka.
- Akibat: Buaya terpaksa mencari tempat tinggal baru atau makanan di wilayah yang dihuni manusia, meningkatkan risiko konflik.
2. Pencarian makanan
- Penyebab: Perubahan lingkungan mengurangi ketersediaan mangsa alami bagi buaya.
- Akibat: Buaya mendekati kawasan manusia, seperti tambak ikan, peternakan, atau sumber air yang sering digunakan manusia.
3. Aktivitas manusia di wilayah perairan
- Penyebab: Kegiatan seperti memancing, berenang, atau mencuci di sungai yang merupakan habitat buaya meningkatkan kemungkinan pertemuan.
- Akibat: Buaya mungkin menyerang karena merasa terancam atau menganggap manusia sebagai mangsa.
4. Perubahan iklim
- Penyebab: Kekeringan atau banjir dapat memaksa buaya berpindah ke area baru yang mungkin berdekatan dengan pemukiman manusia.
- Akibat: Interaksi antara buaya dan manusia meningkat karena keterbatasan sumber daya seperti air dan makanan.
5. Kurangnya edukasi
- Penyebab: Banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan tentang perilaku buaya dan cara menghindari konflik.
- Akibat: Aktivitas yang tidak aman, seperti mendekati sarang buaya atau mencoba menangkapnya, dapat memicu serangan.
6. Perburuan dan penangkapan buaya
- Penyebab: Buaya sering diburu untuk kulit, daging, atau dianggap sebagai ancaman langsung oleh manusia.
- Akibat: Buaya dapat menjadi lebih agresif sebagai respon terhadap gangguan.
Cara mencegah konflik:
- Melindungi habitat buaya: Menjaga ekosistem alami mereka agar tetap utuh.
- Edukasi masyarakat: Memberikan informasi tentang perilaku buaya dan cara menghindari bahaya.
- Pengelolaan sumber daya air: Mengatur penggunaan sumber daya air agar manusia dan buaya tidak saling bersinggungan.
- Memasang tanda peringatan: Di area yang rawan buaya, pasang tanda bahaya untuk mengingatkan masyarakat.
- Relokasi buaya: Jika konflik meningkat, buaya dapat dipindahkan ke habitat yang lebih aman.
Pendekatan yang seimbang antara perlindungan hewan dan keselamatan manusia sangat penting untuk mengatasi konflik ini.