MANADO, ZONAUTARA.com – Tinggal terpisah dari orang tua demi menuntut ilmu, bukan perkara mudah bagi seorang gadis belia seperti Selviana Imanuella Pieter. Mulai mencicipi suka-duka hidup di tempat kos ketika masih berumur 16 tahun. Kala itu ia masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Manado.
Namun, Selvi, panggilan akrabnya tidak ada pilihan lain ketika namanya dinyatakan lulus seleksi penerimaan siswa baru di SMA Negeri 7 Manado pada 2013 silam. Sekolah ini berlokasi di kawasan Jalan Tololiu Supit Manado.
Sementara, kos-kosan yang dia pilih berada di Kelurahan Teling Tingkulu, tak jauh dari sekolah. Bisa ditempuh dalam waktu kurang dari tiga menit dengan berjalan kaki. Harga sewa kamar kos yang harus ditanggung tiap bulan sebesar Rp 650.000.
“Di awal, sangat sulit menyesuaikan dengan keadaan. Biasanya urusan makanan, cuci dan setrika baju, bahkan bangun pagi masih orang tua yang tangani. Namun saat hidup di kos, semua urusan harus diurus sendiri,” ujar Selvi memulai kisahnya.
Hal paling sulit, katanya, yaitu saat kiriman bulanan terlambat sementara persediaan uang di dompet semakin menipis, atau bahkan sudah habis sama sekali. Beruntungnya, Selvi mudah bergaul dengan penghuni kos lainnya. Sehingga saat sementara kesulitan, teman-temannya seringkali dengan sukarela mau membantu.
“Keadaan menjadi sulit sewaktu kiriman terlambat, sementara pembayaran sewa kamar kos sudah jatuh tempo. Saya sering berhemat. Malah kadang-kadang sampai terpaksa harus berpuasa karena persediaan sudah uang habis. Untuk makan saja susah waktu itu,” ujarnya. gadis kelahiran tahun 1998 ini dengan mata yang berkaca-kaca.
Saat menceritakan masa sulit waktu itu, mata gadis kelahiran tahun 1998 ini berkaca-kaca. Sepertinya emosi Selvi kembali pada masa masih berseragam putih abu-abu dengan tumpukan kisah kelam indekos.
Di sisi lain, ia termasuk orang yang beruntung. Selama sekolah, dirinya tercatat sebagai penerima beasiswa reguler. Dengan kondisi itu, biaya hidup yang jadi tanggungan tiap bulan jadi lebih ringan.
“Sekarang saya sudah lulus dan akan lanjut kuliah. Soal suka-duka kehidupan di tempat kos, saya sudah banyak makan asam garam. Hal inilah yang membuat saya lebih cepat dewasa dari umur yang seharusnya,” urainya.
Buah dari pengalaman jadi penghuni kos-kosan, Selvi terbiasa hidup mandiri. Perceraian orang tua yang sempat membuatnya harus ‘menelan’ pil pahit sejak masih di bangku kelas 6 SD turut memberi sumbangsih.
Ini yang membuatnya tumbuh berkembang menjadi seorang gadis yang kuat, tegar, serta mandiri. “Perjuangan dari keadaan sulit membuat kita akan lebih matang dalam memandang kehidupan,” kata Selvi menutup pembicaraan.
Liputan tematik tentan ini bisa di akses di link berikut: INDEKOST DI MANADO
Editor: Tomy A. Lasut