Wawancara dengan PPK 3.2
BPJN XV Manado

Pada kesempatan wawancara dengan Renly Sembiring, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 3.2 (Beo, Melonguane, Rainis, Kakorotan, Miangas) diperoleh sejumlah informasi yang menarik. Renly sendiri menjabat PPK 3.2 sejak 8 Maret 2019. Sebelumnya ia merupakan staf di Satuan Kerja Wilayah 1 (Manado, Minahasa).

 

Renly Sembiring (RS) diwawancarai wartawan Zona Utara Suhandry Lariwu (SL) di BPJN XV Manado, Senin (29/07/2019). Berikut wawancaranya:

 

SL: Bapak tahu tentang Rekonstruksi Jalan Lingkar Miangas?

 

RS: Ada foto papannya (papan proyek, red)?

 

SL: Ada (memperlihatkan foto papan proyek).

 

RS: Terus bagaimana?

 

SL: Berdasarkan amatan di lapangan saya pergi di Miangas pada April 2019, pekerjaan memang belum selesai. Baru sekitar 3,8 km dari total 5,7 km panjang jalan. Saya mau konfirmasi soal itu. Apakah benar 5,7 km? Kemudian, apakah proyeknya sudah dilanjutkan atau seperti apa?

 

RS: Paket itu di saat PPK masih dijabat Dantje Tatolang. Lalu ada pergantian PPK pada bulan 3 Maret 2019 dan saya dipercayakan menjadi satu dari dua PPK baru. Per tahun 2019 BPJN XV Manado memiliki struktur yang baru. Karena dianggap Kepulauan Talaud memiliki tantangan tersendiri dengan ruas jalan yang agak panjang, maka oleh pimpinan diputuskan untuk dipecah menjadi 2 PPK yaitu 3.2 dan 3.3. PPK 3.2 dipercayakan kepada saya yang meliputi wilayah Beo, Melonguane, Rainis, Miangas, dan Kakorotan.

 

Pertanyaanmu itu rupanya dalam lingkup tanggung jawab saya. Secara de jure, saya tidak bisa jawab sudah tuntas atau belum karena saya tidak tahu.

 

SL: Belum sempat liat kondisi terakhir di sana, pak?

 

RS: Saya ke sana bulan lalu. Jadi begini (menggambar pulau Miangas di kertas). Ini pulau Miangas yang saya gambar. Saya ke sana terakhir sudah nutup (teraspal, red). Coba di-cross check kalau ada teman atau saudara di sana. Total sesuai kontrak sepanjang 5,2 km sesuai dengan panjang ruas di Surat Keputusan nasional. Di sini (menunjuk gambar) memang tidak nutup karena di sini ada tanjung.

 

SL: Tanjung Wolo.

 

RS: Saya kurang tahu namanya.

 

SL: Iya. Tanjung Wolo itu belum digusur.

 

RS: Iya. Gunung karang juga sih. Jadi memang pengerjaan rekonstruksi tersebut itu memang sesuai kotrak 5,2 km. Dengan nilai kontrak kurang-lebih 44 miliar. Kalau yang difoto di papan itu masih sekitar 40,4 miliar kan? Rupanya waktu di tengah jalan ada penambahan payment 10 persen.

 

SL: Ada penambahan apa istilahnya tadi, pak?

 

RS: Ada penambahan dana, yang jadi awalnya sekitar 40 miliar menjadi 44-an miliar.

 

SL: Penambahan itu untuk apa?

 

RS: Biasanya dalam penyusunan volume tidak sepenuhnya presisi. Mungkin kurang. Misalnya penambahan timbunan. Terus terang, jika ditanya detail penambahan sekian persen itu saya kurang tahu. Tapi yang pasti dari kontraknya ada penambahan kurang lebih 10 persen. Tapi itu tampaknya kurang penting. Bulan lalu saya ke sana. Bulan Juni (2019, red) akhir.

 

SL: Dua bolong di sini (menunjuk gambar site plan yang ada di laptop) sudah nyambung? Di situ waktu saya ke sana jalannya yang mendekati tanjung Wolo belum dilebarkan. Dari jalan yang sudah diaspal, ada sekitar 200 meter yang sudah dilebarkan. Setelah itu masih jalan satu jalur yang belum ada pelebaran.

 

RS: Dua bolong sudah nyambung. Itu kan jadi site plan. Waktu saya ke sana bulan lalu sudah tertutup (menunjuk gambar celah yang belum teraspal). Sudah genap total 5,2 km yang da bilang belum pelebaran itu ada dimana?

 

SL: Itu posisi terakhir yang masih ada 3,8 km. Dari jarak itu, kurang lebih 200 meter sudah pelebaran. Setelah itu belum ada.

 

RS: Sudah ada.

 

SL: Sampai pengaspalan?

 

RS: Sampai pengecoran.

 

SL: Jadi sisa yang Wolo itu?

 

RS: Wolo itu maksudnya yang tanjung?

 

SL: Iya.

 

RS: Tanjung tidak masuk dalam kontrak. Nanti paket sendiri.

 

SL: Berarti kontrak untuk penggusuran tanjung Wolo itu beda?

 

RS: Iya. Itu tidak termasuk dalam kontrak tahun 2017.

 

SL: Setahu bapak, faktor apa yang menghambat sampai yang seharusnya hanya 210 hari kerja dari Februari 2019 namun penyelesaiannya baru selesai Agustus 2019.

 

RS: Tidak. Sejak April sudah selesai.

 

SL: Anggaplah April sudah selesai. Kendala apa yang menghambat?

 

RS: Bukan tugas saya menganalisa yang lalu.

 

SL: Kemudian dasar apa dilanjutkan? Kenapa sekarang dilanjutkan? Kendala sampai terhambat itu kan adalalah tugas PPK yang lalu. Kenapa sekarang bapak sebagai PPK memutuskan untuk melanjutkan itu?

 

RS: Tanggung jawab!

 

SL: Dari tanggung jawab itu, biasanya ada evaluasi kenapa dia terhambat, sehingga menjadi alasan mengapa harus dilanjutkan?

 

RS: Pastilah ada evaluasinya. Tapi mungkin bukan konsumsi publik karena itu untuk internal. Seharusnya proyek selesai kapan?

 

SL: Maksimalnya Oktober 2017 sudah selesai dan molor sampai pertengahan 2019. Apakah bapak sebagai PPK tahu bahwa PT MRC selaku pemenang tender tidak beralamat di Manado?

 

RS: Tidak tahu. Secara aturan tidak ada yang melarang.

 

SL: Tiga konsultan pengawas juga tidak beralamat di Manado. Apakah itu terkonfirmasi oleh BPJN?

 

RS: Saya kurang tahu. Soalnya yang begitu saya tidak tahu dan juga malas cari tahu.

 

SL: BPJN sendiri melakukan pemeriksaan internal terhadap proyek itu?

 

RS: Pastilah.

 

SL: Boleh dapat hasil laporannya? Kalau spesifikasi jalan, lebarnya berapa, cornya seperti apa, menggunakan besi apa bisa saya dapat sehingga bisa dicocokkan dengan data yang di lapangan apakah sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditenderkan?

 

RS: Spesifikasinya yang ditanyakan?

 

SL: Iya. Boleh saya dapat spesifikasinya?

 

RS: Eh, sebenarnya tidak boleh sih.

 

SL: Tapi itu masuk informasi publik, pak.

 

RS: Itu kan sifatnya rahasia negara.