JAKARTA, ZONA UTARA.com – Film Semateir produksi TVRI Sulut berkolaborasi dengan Sanggar Kreatif Manado terpilih sebagai film terbaik pertama di ajang puncak Festival Film Anak Nusantara “Piala Gatra Kencana 2017” yang diselenggarakan di Gedung TVRI Pusat Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Selain sebagai film terbaik pertama, Semateir juga diganjar berbagai penghargaan di antaranya: Skenario Terbaik, Sutradara Terbaik, Editor Terbaik, Kameramen Terbaik, dan Aktor Terbaik yakni Arya Pontoh yang berperan sebagai seorang anak desa bernama Gugus.
Bernaldy Laoming, sutradara film tersebut, saat dikonfirmasi Zona Utara di Studio TVRI Jakarta seusai menerima Anugerah Gatra Kencana mengatakan sangat gembira dengan hasil yang dicapai film garapannya.
Dikatakan sutradara yang pada 2016 lalu berhasil meraih piala Gatra Kencana pada Festival Film Anak Indonesia lewat film “Tulisan Dari Pulisan” yang menggondol juara III ini, Film Semateir diangkat dari sebuah puisi karya penyair Iverdixon Tinungki.
Seperti tahun kemarin, papar dia, TVRI Sulut kembali berkolaborasi dengan Iverdixon Tinungki dan Sanggar Seni Kreatif Manado pada produksi film Semateir. Para pemainnya diambil dari para aktor dan aktris Sanggar Kreatif. Aldes Sambalao dan sutradara terbaik Festival Teater Remaja Nasional 2016 Vick Chenore Baule, juga ikut ambil bagian sebagai penata laku dalam produksi kolaborasi ini.
“Terima kasih untuk semua pihak terutama TVRI Sulut, Para pemain dari Sanggar Kreatif Manado, mentor kami Bang Iverdixon Tinungki, penata music Sadrick Dauhan dan tim Sanggar Kreatif, Terima kasih untuk pemerintah Kabupaten Minahasa dan semua pihak yang telah mendukung dan membantu produksi film ini,” ujar Bernaldy.
Dijelaskan Bernaldy, filmnya kali ini mengangkat kisah hidup anak-anak di pesisir Danau Tondano, dan digarap sebagai film semi musikal. Garapan musiknya dikerjakan oleh tim musik Sanggar Kreatif yang dipimpin Zadrick Dauhan.
“Ide Semateir sepenuhnya diilhami puisi penyair Iverdixon Tinungki. Dan saya sangat beruntung karena dalam proses penulisan skenario, saya mendapatkan bantuan penuh dari bung Iverdixon yang dengan total bertindak sebagai mentor,” ujarnya.
Film Semateir berkisah tentang seorang anak yatim bernama Tilung, murid kelas 6 SD, ia bekerja sebagai penjaga sawah, yang dalam tradisi Minahasa di sebut “Semateir”. Di sekolah ia dipercayakan gurunya jadi ketua pelaksana perayaan Hari Kemerdekaan.
Tugasnya itu dibantu dengan gigih ketiga sahabatnya yakni Lingkan, seorang gadis keturunan Belanda yang mahir main biola. Galang, anak nelayan danau yang hobi memelihara ikan. Gugus, anak kampung yang bengal dan lucu namun cinta binatang dan lingkungan.
Di tengah upaya menyiapkan kegiatan sekolah itu, mereka diperhadapkan sejumlah tantangan, rintangan dan persoalan antara lain: Tilung yang dihinggapi rasa putus asa setelah membaca papan pengumuman penggusuran lahan persawahan di kampungnya untuk dijadikan lokasi perhotelan. Tilung resah akan kehilangan pekerjaannya sebagai Semateir sementara itu satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukannya untuk membantu ibunya.
Sementara, ulah Gugus yang selalu menyimpan ular plastik hijau di dalam tasnya menyebabkan Lingkan jatuh pisang mengalami syok dan harus dirawat di rumah sakit. Semua rencana kerja mereka jadi buyar. Dalam kondisi seperti inilah kisah Semateir ini berlangsung dalam serentetan kejadian, pergumulan yang dramatis.
Editor: Rahadih Gedoan