MANADO, ZONAUTARA.com – Muhamad Yaqub (60) adalah satu dari 144 penghuni Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado. Yaqub dan keluarganya telah tinggal sekitar tujuh tahun di Rudenim dan merupakan penghuni paling lama.
Saat ditemui wartawan Zona Utara, Rabu (6/12/2017), Yaqub menceritakan kisah perjuangannya keluar dari Afghanistan hingga tiba di Kota Manado.
Menurut dia, pada tahun 2000, Yaqub dan anggota keluarganya yang berjumlah sembilan orang melarikan diri dari Afganistan ke Pakistan, dengan alasan suku Taliban mulai menguasai Afghanistan. Mereka menganggap Taliban sebagai teroris bagi suku Hazara.
(Baca: Yaqub Heran Permohonan Status Pengungsi Ditolak UNHCR)
Yaqub mengisahkan bagaimana mereka harus jalan kaki sekitar satu bulan dari Afganistan ke Pakistan.
“Saat malam hari kami mulai berjalan kaki agar tidak terlihat, ketika hari mulai terang kami bersembunyi di rumah-rumah warga,” ujar Yaqub.
Dia ditawarkan oleh seseorang yang tidak dikenalnya untuk membuatkan paspor dan visa untuk keluarganya. Yaqubpun langsung menerimanya, kemudian melakukan perjalanan ke Indonesia.
Tiba di Jakarta, Yaqub dan keluarganya pergi ke Bali menggunakan bus, dengan tujuan untuk bisa naik kapal dari Bali ke Australia demi mencari suaka.
Harapan Yaqub pupus, saat kapal tujuan Australia yang dinaikinya bersama kurang lebih 100 imigran rusak di tengah laut.
“Karena ombak besar menghantam, akibatnya mesin kapal rusak. Kami terdampar di Sumbawa Barat,” ungkapnya
Saat di tengah laut, kata dia, putra ketiganya dan Aqila lahir. Dia kemudian memberi nama Yahya.
(Baca:Â Yahya, Keturunan Hazara Yang Terlahir Di Kapal Pencari Suaka)
Kisah pilu mereka berlanjut saat permintaan untuk mendapatkan kartu refugee atau kartu pengungsi tidak diterima oleh United Nations Commissioner for Refigees (UNHCR).
Yaqub dan keluarganya akhirnya tinggal di Rudenim Sumbawa hingga tahun 2011. Kejadian pahitpun kembali terjadi saat mereka diseret paksa oleh para petugas untuk dipindahkan ke Manado.
“Anak saya Zahra diseret dari sekolahnya saat sedang Ujian Nasional hari terakhir. Tanpa diberi kesempatan untuk melakukan persiapan dan membawa pakaian, mereka langsung dibawa naik pesawat ke Manado,” jelasnya.
Pada 27 April 2011 mereka tiba di Rudenim Manado. Dan sampai saat ini status mereka masih belum diketahui.
Editor: Eva Aruperes