BITUNG, ZONAUTARA.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyinggung soal penurunan populasi Yaki (Macaca nigra). Hal itu disampaikan Siti Nurbaya saat menyampaikan sambutan dalam Upacara Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2018 di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, Tangkoko, Bitung, Kamis (30/8/2018).
Sulawesi merupakan bioregion yang unik karena masuk ke dalam Garis Wallacea, dimana secara geologi merupakan wilayah yang terpisah, dari Tataran Sunda di sebelah barat dan Tataran Sahul di sebelah timur.
Oleh karena itu, Pulau Sulawesi memiliki sejarah alam yang membentuk berbagai tipe ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang sangat unik.
“Potret saat ini tidak begitu menggembirakan. Misalnya nasib Yaki. Oleh karena perburuan yang masih terjadi dan hilangnya habitat, populasi satwa endemik Sulawesi Utara ini populasinya menurun hingga 80% dalam kurun waktu 30 tahun. Oleh karena itu, saat ini statusnya menjadi satwa yang dilindungi dan menjadi simbol dari peringatan HKAN kali ini,” ujar Siti Nurbaya.
Menurut Siti, perlindungan jenis tumbuhan dan satwa bukanlah satu-satunya langkah yang perlu diambil untuk mencegah terjadinya kepunahan jenis. Langkah tersebut harus diikuti dengan upaya-upaya pengembangbiakan untuk meningkatkan kembali jumlah populasinya.
Artinya, pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa itu diperbolehkan apabila jumlah populasi di alam telah aman, statusnya tidak dilindungi, dan telah dapat dikembangbiakkan sehingga pemanfaatannya tidak mengambil langsung dari alam.
“Pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan dan kebijakan untuk melestarikan sumber daya alam yang menjadi penunjang kehidupan kita ini. Namun tentunya aturan dan kebijakan tersebut hanya akan berhasil mencapai tujuannya jika didukung dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh, membangun kerjasama dengan masyarakat di seluruh desa-desa penyangga, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat secara ekonomi sekaligus didorong untuk menjaga kelestariannya,” tegas Siti Nurbaya.
Pemerintah menurutnya, juga melakukan upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam konservasi sumber daya alam dengan memberikan apresiasi kepada individu maupun kelompok masyarakat melalui pemberian Apresiasi Konservasi Alam dan Penghargaan Kalpataru.
Indonesia Kaya Kehati
Indonesia telah lama dikenal sebagai “Megabiodiversity Country” atau negara yang alamnya mengandung keanekaragaman hayati (kehati) yang sangat tinggi, baik di darat maupun perairan.
Demikian pula dengan keragaman budaya yang sangat kaya dan unik di setiap kelompok masyarakat yang tersebar di ribuan pulau-pulau seluruh tanah air.
Keanekaragaman hayati Indonesia menurut LIPI, di antaranya terdapat 720 jenis mamalia (13% dari jumlah jenis dunia), 1.605 jenis burung (16% jumlah jenis dunia), 723 jenis reptilia, 1.900 jenis kupu-kupu, 1.248 jenis ikan air tawar, dan 3.476 jenis ikan air laut. Jumlah itu belum termasuk jenis-jenis invertebrata seperti udang, kepiting, laba-laba, dan serangga lainnya.
“Namun demikian, Indonesia juga disebut sebagai salah satu Biodiversity Hotspot. Yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, sekaligus menghadapi keterancaman atas kepunahannya juga tinggi,” ujar Siti Nurbaya.
Kita tentunya memahami bahwa bertambahnya kebutuhan lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati tidak dapat dihindari sejalan dengan lahirnya pusat-pusat pertumbuhan, pembangunan, diiringi dengan perkembangan dan mobilitas penduduk.
Tantangannya adalah bagimana kita dapat mensinergikan dan menyeimbangkan antara tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu pilar ekonomi, pilar ekologi, dan pilar sosial/budaya.
HKAN yang seharusnya dilaksanakan setiap tanggal 10 Agustus, puncak peringatannya digelar di TWA Batuputih sejak tanggal 28 Agustus. Kader-kader konservasi serta berbagai stakeholder serta lembaga konservasi ikut ambil bagian dalam kegiatan ini.
Editor: Ronny Adolof Buol