BITUNG, ZONAUTARA.com – Hidroponik merupakan sistem tanam yang memanfaatkan air, tanpa menggunakan tanah. Seiring berkembangnya zaman, sistem pertanian hidroponik sudah banyak diminati masyarakat.
Selain tidak membutuhkan media tanah dalam jumlah besar, sistem tanam ini juga menggunakan media dari barang bekas sebagai wadah tanam.
Seberapa seringkah masyarakat pesisir mengonsumsi sayur organik yang segar? Berbekal pertanyaan ini, Keke Weol dan beberapa ibu rumah tangga di Desa Batuputih, Kecamatan Ranowulu, Bitung memutuskan untuk membentuk Kelompok Tani Harapan Berkat (PokTan HB) Batuputih.
Keke Weol merupakan salah satu dari anggota PokTan HB, yang sejak dua tahun yang lalu sudah mulai bertani dengan sistem hidroponik. Berawal dari pelatihan yang diberikan oleh beberapa lembaga, dan ditambah pengalaman di perusahaan pertanian, Keke terus menekuni pertanian hidroponik ini.
Bahkan sampai saat ini, Keke sudah berhasil menanam berbagai macam jenis sayuran diantaranya sawi hijau, sawi putih, salada dan tomat.
Menanam sayuran dengan sistem hidroponik secara tidak langsung telah mengubah gaya hidup ibu-ibu PokTan HB dan sebagian masyarakat Batuputih. Pasalnya, sejak sistem tanam ini diperkenalkan di Desa Batuputih, masyarakat mulai sadar dengan pemanfaatan sampah botol plastik.
“Kalau dulu waktu baomba, banya botol plastik ja tadampar di pante torang cuma ja sebiar. Mar skarang samua so baku rebe mo ambe soalnya depe botol ja pake batanang akang sayor (kalau dulu ketika laut lagi berombak,
banyak botol plastik yang terdampar di pantai dan hanya dibiarkan oleh masyarakat. Tapi sekarang tidak lagi, sekarang kami sering mengumpulkan botol plastik karena bisa dipakai untuk wadah tanam hidroponik),” ungkap Keke, Rabu (29/8/2018).
Sistem tanam hidroponik terbilang mudah dan relatif singkat, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan sudah bisa panen dengan tingkat kesuksesan penanaman dari bibit menjadi kecamba mencapai 90-98 persen.
“Dari bibit, saat kita semaikan di wadah yang diberi sedikit tanah kemudian dibungkus dengan plastik selama minimal 14 hari, setelah mulai terlihat kecamba baru kita pindahkan di wadah hidroponik yang sudah disiapkan dan tinggal menunggu selama minimal 35 hari sambil diberikan nutrisi dan rutin melakukan pemeriksaan pada akar dan air, maka kita sudah bisa memanen hasil dari pertanian hidroponik ini,” jelas salah satu pegiat pertanian hidroponik Deny Taroreh.
Produk sayur organik ini lewat Komunitas Peduli Lingkungan Tidak Berduit, sudah dipamerkan pada kegiatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 28 -30 Agustus, walaupun memang tidak dipamerkan pada lokasi area utama, karena keterbatasan dana dari PokTan untuk menyewa stand dalam area Taman Wisata Alam.
“Ke depannya kami berharap, selain memenuhi kebutuhan rumah tangga, pertanian hidroponik ini bisa menunjang perekonomian masyarakat disini,” pungkasnya.
Editor : Christo Senduk