Melakukan perjalanan subuh, membuat kami harus menembus hawa yang dingin. Namun disisi lain, kami mendapatkan udara yang segar dan pemandangan aktifitas warga kala pagi.
Kecamatan Isimu adalah persimpangan dari arah Manado di Kabupaten Gorontalo untuk menuju Sulawesi Tengah. Tempat istirahat kami sebelumnya berjarak sekitar 20 kilometer dari terminal bus Isimu.
Kami kemudian memilih istirahat sejenak di Tilamuta sambil mengisi bahan bakar pada pukul 6.00 sebelum melanjutkan kembali perjalanan 30 menit kemudian.
Baca: Kisah Perjalanan Kita bagian 4
Saat jeda itu, saya membaca email dari Alyshia. Dia mengirimkan form persetujuan penugasan yang harus saya tandatangani dan juga panduan memotret sesuai dengan yang mereka inginkan.
Saya hanya membacanya sekilas dan berencana untuk mempelajarinya pada pemberhetian berikutnya. Alyshia juga menghubungi lewat Whatsapp menanyakan posisi kami apakah sudah dekat Palu.
Dia terkejut ketika saya menerangkan rute perjalanan kami. Dia baru sadar bahwa jarak Manado ke Palu itu lebih dari 1000 kilometer. Namun dia berharap saya bisa tiba secepatnya.
Ditambah dengan harapan Pingkan Mandagi dan beberapa pesan dari orang lain, kami semakin terlecut untuk segera sampai di Palu.
Saya meminta Gita untuk sesering mungkin minum air guna menjaga kebugaran. Kami memacu sepeda motor menuju Popayato. Usai berkendara selama tiga jam, saya meminta Gita menepi.
Ada sebuah pondok seadanya di tepi jalan. Pondok itu hanya beratapkan daun kelapa. Kami memarkir sepeda motor di depan, dan mengeluarkan kompor portable. Gita memanaskan air dan membuat kopi. Jam menunjukkan pukul 9.35 Wita, sudah 580 KM kami tempuh saat berhenti di Popayato.
Seduhan kopi dan roti menjadi sarapan yang terasa sangat nikmat serta menjadi energi yang cukup. Terik matahari terasa mulai menyengat.
Tempat istirahat kami cukup sepi, lalu lalang kendaraan hanya beberapa. Sesekali terlihat rombongan kendaraan polisi dan tentara. Mereka juga menuju Palu. Beberapa juga adalah rombongan relawan, terlihat dari spanduk yang digantung di badan mobil.
Kesempatan istirahat itu kami gunakan untuk mempelajari email dari Alyshia. Ada sebuah dokumen yang berisi apa yang harus difoto secara detil. Permintaannya cukup ketat. Dalam email itu juga diikutkan dokumen yang harus ditandatangi orang yang ada di dalam foto. Mereka harus menyatakan persetujuaan foto yang memuat wajah mereka dipublish.
Tentu ini akan menjadi pekerjaan tambahan saat saya harus memotret di tengah bencana dan situasi emosional orang. Tapi syarat itu harus dipenuhi.
Usai membalas email, kami berkemas lalu melanjutkan perjalanan pada pukul 10.35 WITA. Masih ada 500an kilometer lagi yang harus dilewati.
Alyshia semakin tidak sabar menunggu kiriman foto langsung dari lokasi bencana.
(Bersambung)