MANADO, ZONAUTARA.com – Kabar duka menyelimuti dunia pers Ternate, Maluku Utara. Aksi menghalang- halangi dilanjutkan penganiayaan jurnalis kembali terjadi.
Penganiayaan itu dilakukan massa aksi salah satu calon Gubernur Maluku Utara yakni AHM –Rivai, terhadap jurnalis Malut Post yang juga Grup Indonesia News Network (INN).
Aksi yang terjadi pada Senin (12/11) sekitar pukul 14.00 WIT itu, menimpa Hisbullah (25) yang juga fotografer media tersebut.
Kekerasan ini berawal saat Hisbullah akan mengambil foto aksi massa di jalan Dacomib, lokasi Kantor KPU Provionsi Maluku. Salah satu peserta aksi yang melihat Hisbullah akan mengabadikan aksi bakar ban dan orasi, langsung menghampiri dan bertanya apakah dia wartawan Malut Post atau bukan.
Peserta aksi yang belakangan diketahui bernama Nurbaya (48) itu ketika mendapat jawaban Hisbullah bahwa dia benar adalah wartawan Malut Post tiba-tiba membabibuta memukul Hisbullah.
Saat itu pelaku sedang memegang sebilah bambu.Mendapat serangan tiba-tiba, Hisbullah sempat berbalik badan dan batang bambu itu menghantam belakang bagian bawah.
Karena kuatir dianiaya lagi, dia lalu menjauh dari massa. Meski begitu ada beberapa anggota aksi masih mengejarnya.
Dia kemudian diselamatkan dua rekannya Hasby Konoras dan Zulkifly Ahmad.
Hisbullah kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Ternate untuk divisum sekitar pukul 14.20. Akibat pukulan itu Hisbullah mengalami memar.
Setelah divisum, Hisbullah bersama beberapa jurnalis dan jajaran redaksi Malut Post, sekitar pukul 14,30 WIT melapor ke Polres Ternate.
Laporan ini diterima oleh Kanit SPKT Shift C Polres Ternate, Ipda Zulkifli Bitji.
Sikap AJI Ternate
Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP dan Pasal 18 Undang-undang Pers no 4 tahun 1999.
Dalam undang-undang itu diatur bahwa setiap orang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik dapat dipidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ternate Mahmud Ici menjelaskan bahwa di negara demokrasi, jurnalis dilindungi Undang-undang Pers saat bekerja, dari mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik.
“Bila jurnalis dianiaya dan diintimidasi saat liputan, hak masyarakat memperoleh berita yang benar dan akurat terhambat.
Sementara bila ada masalah dengan pemberitaan, disediakan mekanisme yang beradab berupa hak jawab, koreksi, dan pengaduan ke Dewan Pers. Bukan dengan cara kekerasan,” kata Ici.
AJI Ternate lantas menghimbau wartawan media secara kelembagaan untuk tetap profesional, berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, dan independen menyiarkan berita. Jurnalis di lapangan pun perlu waspada saat liputan.
Atas peristiwa ini AJI Ternate menyerukan dan menyatakan:
- 1.Mengecam aksi kekerasan jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya oleh kelompok massa pendukung salah satu calon gubernur Maluku Utara yang saat ini masih berperkara di Mahkamah Konstitusi. Hal ini mengancam kebebasan pers di republik ini.
- Mendesak pihak kepolisian memproses kasus pidana ini secara tuntas sesuai peraturan yang berlaku. Mengingatkan juga masyarakat bahwa menghalangi aktivitas jurnalistik dapat dijerat pidana, sesuai dengan Pasal 18 UU Pers Tahun 1999 dengan ancaman penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500juta.
- Meminta polisi memproses tuntas melalui tindakan hukum kasus ini agar ke depan menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
- Mengimbau semua media melindungi jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan, intimidasi maupun persekusi.
- Mendesak komponen masyarakat menghentikan kekerasan dan aksi premanisme karena jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, dijamin peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Editor: Ronny Adolof Buol