BOLMONG, ZONAUTARA.com – Ratusan tenaga medis di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) terjebak tuntutan ganti rugi (TGR).
Informasi yang dirangkum dari berbagai sumber resmi, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) perwakilan Sulawesi Utara, atas pengelolaan keuangan tahun anggaran 2018, terdapat kelebihan pembayaran uang transport atas kegiatan belanja operasional kesehatan.
Jumlahnya pun tidak sedikit, yakni sekitar Rp 2,3 Miliar yang tersebar di 17 Puskesmas di Bolmong. Hal ini dibenarkan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Bolmong, Sahara Albugis.
Menurut Sahara, terkait pembayaran uang transport operasional kesehatan, BPK menilai ada ketidak patuhan terhadap peraturan. Pasalnya, dalam Peraturan Bupati (Perbup) disebutkan biaya pengganti uang transport sebesar Rp 50 ribu. Sementara di RKA Puskesmas tercantum Rp 100 ribu. Persoalan ini secara serentak dialami semua Puskesmas yang ada di Bolmong.
“Pihak BPK bilang, harus mengacu pada Perbup sebagai dasar hukum pembayaran pengganti uang transport. Tapi Puskesmas tetap mengacu pada RKA. Sehingga terdapat selisih Rp 50 ribu. Dan itu yang harus dikembalikan. Nominal masing-masing Puskesmas bervariasi,” jelas Sahara Albugis, Senin (10/6/2019).
Mantan Direktur RSUD Datoe Binangkang itu, menyebutkan, saat proses pembayaran biaya transport, pihak Puskesmas dan tim verifikasi dari Dinkes tidak lagi melihat Perbup. Sehingga pada akhirnya berkonsekuensi pada pengembalian kerugian negara atas kelebihan pembayaran.
“Konsekuensinya, yang menerima harus mengembalikan. Karena dasar pembayarannya tidak sesuai. Dan ini akan menjadi pengalaman agar lebih selektif lagi dalam mengelola keuangan,” kata Sahara.
Sekretaris Daerah Bolmong, Tahlis Gallang, mengatakan bahwa persoalan ini merupakan kekeliruan dari pihak Puskesmas.
“Buktinya, di Puskesmas Tungoi (Kecamatan Lolayan) sesuai aturan. Berarti pada dasarnya mereka tahu tapi mereka ingin coba-coba. Dan harus dikembalikan karena mereka yang menikmati. Dan itu sudah resmi jadi temuan BPK,” singkat Tahlis Gallang.
Terpisah, Kepala Puskesmas Pangian, Kecamatan Passi Timur, Sultin SKM, mengaku pihaknya tidak pernah tahu tentang Perbup yang mengatur pembayaran uang transport atas kegiatan belanja operasional kesehatan.
“Waktu 2018 kami di Puskesmas tidak memegang perbup. Hanya secara lisan saja disampaikan bahwa penggunaan dana BOK itu disamping Perbup juga ada juknis (petunjuk teknis). Juknisnya ada di Puskesmas. Tapi di juknis itu tidak menyebutkan uraian secara rinci nominal biaya transport. Jadi kita mengacu di RKA yang sudah disusun bersama-sama dengan pihak Dinas Kesehatan,” beber Sultin, saat dikonfirmasi via ponselnya, kemarin.
Di sisi lain, Sultin mengakui, persoalan ini sangat memberatkan jajaran Puskesmas. Tapi apa pun itu, pihaknya akan berupaya mempertanggungjawabkan.
“Memang memberatkan. Di Puskesmas Pangian sekitar Rp 200-an juta. Mungkin seperti itu. Tapi kita masih menunggu informasi lebih lanjut dari pihak Dinas. Dan karena sudah menjadi temuan, ya dikembalikan saja. Tapi mungkin kami akan minta untuk dicicil. Karena kalau sekaligus maka kami tidak mampu. Uang dari mana?,” akunya.
Berbeda dengan Muhafid, selaku Kepala Puskesmas Doloduo, Kecamatan Dumoga Barat, dirinya mengatakan persoalan TGR semantara diselesaikan.
“Itukan kewajiban yang harus dibayar. Apalagi sudah menjadi temuan BPK maka harus dikembalikan. Tapi kita sudah dalam tahap pengembalian dengan cara di sisil saja,” jelas Muhafid. (itd)
Editor: Ronny A. Buol