Pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Minahasa Selatan menarik ditelisik. Dana Desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (DPMD) Kabupaten Minsel Hendrie Lumapow mengungkapkan rasa syukur karena pada tahun anggaran 2019, alokasi Dana Desa yang digelontorkan di Kabupaten Minsel mengalami peningkatan sekitar 75-100 juta setiap desanya. Namun demikian, ada juga beberapa desa yang mengalami penurunan jumlah anggaran.
“Terjadinya penurunan berarti ada indikasi bahwa tingkat kesejahteraan dan pembangunan desa ada peningkatan. Hal tersebut berdasarkan hasil survei yang menyebutkan bahwa semakin berkurangnya pemberian Dana Desa berarti terjadi peningkatan pembangunan di desa tersebut. Parameter peningkatan penyaluran Dana Desa didasarkan pada survei dari pemerintah setempat,” kata Hendrie yang diwawancarai Zonautara.com.
Hendrie menjelaskan, untuk penetapan pagu anggaran Dana Desa tahun 2019 telah sesuai dengan mekanisme yang diatur sesuai undang-undang. Terkait Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2018, sejauh ini secara umum tidak ada masalah teknis.
“Semua anggaran telah terserap 100 persen. Tapi persoalannya sekarang, kita akan melihat dulu SPJ-nya seperti apa. Apakah didukung dengan bukti-bukti otentik di lapangan atau tidak?” ujarnya.
DPMD Kabupaten Minsel, lanjutnya, akan menurunkan Tim Terpadu yang di dalamnya ada keterwakilan pihak Inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tim ini akan turun memonitor sambil mengevaluasi sampai sejauh mana kecocokan antara SPJ dan fisik penyerapan anggaran.
“Tim akan dan hasil monitoring akan berimbas pada pencairan Dana Desa tahun 2019. Untuk tahapan pencairan tahap I tahun 2019 ini akan disesuaikan dengan SPJ. Sistem pengelolaan Dana Desa yang dilaksanakan melalui DPMD sesuai dengan aturan yang baku. Kami akan lihat dulu bagaimana penyelenggaraan pada tahun kemarin, setelah itu dilakukan evaluasi dengan Tim Terpadu, kemudian bisa melakukan pencairan secara bertahap, baik tahap I, II, dan III,” jelas Hendrie beberapa waktu lalu.
Hendrie mengatakan, program Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa yang berhubungan dengan penyerapan Dana Desa tahun 2019 terdiri dari dua bagian, yaitu program peningkatan kualitas pembangunan dan program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perangkat desa. Untuk program peningkatan pembangunan, sangat diharapkan mengelola anggaran Dana Desa dengan maksimal.
Contoh konkret, kalau tertata dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) ada pembuatan gorong-gorong, berarti kualitasnya minimal bisa digunakan selama beberapa tahun atau sesuai peruntukannya. Dari perhitungan-perhitungan pekerjaaan seperti itu maka hasilnya akan sesuai dengan asas manfaatnya.
Sementara disisi lain perlunya upaya peningkatan kualitas perangkat desa. Apalagi dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes) Desa terdapat budget untuk peningkatan SDM perangkat desa, termasuk pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Peningkatan kualitas yang dimaksudkan harus dilaksanakan melalui mekanisme pelatihan.
“Pihak DPMD senantiasa bekerja sama dengan semua stakeholder terkait untuk pelatihan, misalnya pihak Inspektorat dalam hal pengelolaan keuangan. Tujuannya adalah untuk menciptakan aparatur penyelenggara desa yang handal serta memiliki intelektual serta keahlian yang tinggi di bidangnya, guna mendukung penyelenggaraan di desanya. Penyelenggaraan Dana Desa termasuk di dalamnya,” kata Hendrie.
Pelatihan untuk peningkatan kualitas SDM, lanjutnya lagi, dilaksanakan secara rutin untuk Kepala Desa atau Hukum Tua, Sekretaris Desa (Sekdes), serta Bendahara Desa yang berhubungan langsung dengan urusan pendayagunaan keuangan desa. Lokasi pelatihannya harus disesuaikan dengan budget anggaran di masing-masing desa.
“Sekalipun dana tersebut milik desa, namun pembinaannya harus melalui DPMD Kabupaten Minsel. Jika ada desa yang menyelenggarakan pelatihan maka harus difasilitasi oleh DPMD Kabupaten Minsel,” ujar Hendrie.
Ia menambahkan, sesuai pesan Bupati Minsel Christiany Eugenia Paruntu, para Hukum Tua hendaknya dapat menggandeng media sebagai corong keberhasilan pembangunan di desa. Pesan Bupati itu terkait dengan pengelolaan Dana Desa.
“Hendaknya pihak desa sebagai penyelenggara dapat mengelola Dana Desa dengan sebaik-baiknya. Hindari hal-hal yang merugikan Hukum Tua sebagai penyelenggara dana di desa. Jangan bersentuhan dengan masalah hukum. Ikut aturan atau regulasi sebagai payung hukum, baru kemudian melaksanakan program kegiatan,” ujarnya.
Tak bisa disangkal banyak Hukum Tua dan perangkat desa yang menjadi penyelenggara pemerintahan tidak memiliki latar belakang pendidikan yang menunjang penyelenggaraan, terutama dalam mengelola Dana Desa. Namun sejauh pantauan di sejumlah desa di Kabupaten Minsel, kualitas penyelenggaraan pemerintahan sering ditentukan oleh komposisi dan pengalaman penyelenggara, bukan latar belakang pendidikan.
Di desa Kumelembuai Satu, contohnya, sekalipun Hukum Tua Desa Kumelembuai Satu Vendry Mamangkey tidak bergelar akademik, namun memiliki komposisi dan pengalaman perangkat desa yang baik. Seperti pada posisi Bendahara Desa, Drs Ronny Rantung yang menjabat posisi vital keuangan desa tersebut ternyata sebelumnya telah mematangkan kemampuan dalam pengelolaan keuangan desa dengan menjabat posisi Kepala Urusan (Kaur) Keuangan desa selama 2 periode pemerintahan.
“Tak ditemui kendala pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018. Posisi saya sebagai Bendahara memiliki tugas simpan-menyimpan uang dan belanja. Sejak tahun 2015 sudah menjadi Bendahara. Namun untuk pengalaman, pernah menjadi Kaur Keuangan periode 2005-2015,” kata Ronny.
Ronny sendiri menjabat Kepala DPMD Kabupaten Minsel terhitung sejak 14 Januari 2019, menggantikan Ever Poluakan.
SPJ lengkap dan tidak bermasalah
Hansye Mintalangi yang menjabat Hukum Tua Desa Tumpaan Satu, Kecamatan Tumpaan, mengatakan bahwa pihaknya tidak mengalami kendala dalam hal penyerapan Dana Desa tahun 2018, termasuk proses pencairan Dana Desa tahap III.
“Desa kami termasuk satu di antara sepuluh desa yang mendapatkan pencairan Dana Desa tahap III, lebih awal dari desa-desa yang lain,” ujar Hansye.
Menurut Hukum Tua yang menjabat sejak April 2017 ini, Desa Tumpaan Satu mendapatkan pencairan pada awal Desember 2018 karena Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dana Desa tahap II telah memenuhi syarat untuk proses pencairan tahap selanjutnya.
“Berkas SPJ sudah lengkap dan tidak bermasalah,” imbuh sarjana hukum ini.
Desa Tumpaan Satu, kata Hansye, pada tahun 2018 memprioritaskan rintisan dan pengerasan jalan perkebunan Mulilin dengan volume 850 meter. Ada juga pengadaan paving block pada jalan desa yang terletak di depan kantor desa dengan volume 116 m². Serapan Dana Desa 2018 di desanya, sudah dimonitor langsung lewat terjun lapangan oleh Tim Terpadu yang terdiri dari DPMD Kabupaten Minsel, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Inspektorat.
“Untuk rencana pada program Dana Desa 2019 di desa Tumpaan Satu masih berorientasi pada pembangunan infrastruktur desa, termasuk jalan dari paving block, talud, dan drainase,” ujar Hansye.
Ia menambahkan, dalam rangka peningkatan kinerja pemerintahan desa Tumpaan Satu, semua aparatur desa mulai dari Sekdes, Bendahara, jajaran Kaur, termasuk di dalamnya anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) telah diikutsertakan pada berbagai pelatihan.
Hal tersebut dibenarkan Bendahara Desa Tumpaan Satu Denny Tangkulung. Meskipun tidak memiliki gelar akademik, namun Denny memiliki keahlian dalam mengoperasikan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) sehingga sering diminta memberikan pelatihan bagi bendahara-bendahara di desa lain.
“Saya sendiri sudah dua kali mengikuti pelatihan pengelolaan keuangan desa. Terakhir, saat dilaksanakan di Bandung pada bulan November 2018,” kata Denny.
Secara umum Denny mengaku tidak menemukan kendala yang berarti dalam pelaporan Dana Desa. Hal yang sedikit mengganjal hanyalah saat pengisian aplikasi Siskeudes, khususnya pada item pengisian dan pencocokkan anggaran, terlebih yang berhubungan dengan pajak dan administrasi perbankan, yang hitungannya memakai sistem desimal.
“Hal ini biasanya menyita waktu yang banyak. Meski demikian, kendala seperti itu bisa teratasi karena sudah sering mengikuti pelatihan,” ujarnya.
Pencairan tahap III yang mepet
Saat ditemui di kediamannya, pada akhir tahun 2018, wajah Jakob Matheos terlihat muram. Desa Ritey yang dipimpinnya waktu itu terlambat memperoleh pencairan Dana Desa tahap III tahun 2018 sebesar Rp. 279.747.000.
Keterlambatan pencairan, kata Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di wilayah Kabupaten Minsel ini, terutama disebabkan adanya pergantian Hukum Tua yang habis masa jabatannya per tanggal 10 Desember 2018.
“Karena Hukum Tua habis masa jabatannya, saya ditunjuk dan dilantik oleh Bupati Minsel sebagai Pelaksana Tugas Hukum Tua pada 22 Desember 2018. Aturan menyebutkan bahwa Penjabat Sementara Hukum Tua harus ASN. Selesai pelantikan kemudian saya mengambil alih pengurusan administrasi terkait pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa tahap II, guna pengurusan pencairan Dana Desa tahap III,” ujar Hukum Tua yang bergelar SE ini.
Jakob menyayangkan, sejauh ini Hukum Tua yang lama tak kunjung menyerahkan SPJ Dana Desa tahap II, padahal hal itu sangat penting sebagai acuan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan. Ia sendiri sempat mendengar rumor bahwa SPJ Dana Desa tahap II tidak diselesaikan oleh penyelenggara pemerintahan sebelumnya. Namun tidak diketahui alasan pasti mengapa SPJ Dana Desa tahap II tidak kunjung diterima pihak BPD.
Rentang waktu pencairan Dana Desa tahap III pada 28 Desember 2018 dan batas akhir waktu penyerapannya jatuh tempo pada 31 Desember 2018, imbuhnya, sangat mepet sehingga anggaran tahap III belum bisa digunakan. Padahal sesuai APBDes telah diprogramkan pembangunan infrastruktur desa dalam bentuk Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih.
“Selain waktunya yang sangat mepet, ternyata muncul masalah lain terkait jumlah anggaran. Berdasarkan RAPBDes, program Pengadaan Air Bersih Desa menelan biaya sebesar Rp 300.000.000, sedangkan Dana Desa tahap III yang diterima hanya sebesar Rp 279.747.000. Itupun belum dipotong Dana Penyertaan Modal sebesar Rp 59.000.000. Sehingga Dana Desa tahap III yang sebanyak 40 persen dari total APBDes diterimanya tersisa Rp 220.747.000,” jelasnya.
Akibat minimnya anggaran, pelaksanaan program Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih terpaksa harus tertunda sembari berkoordinasi dulu dengan DPMD Kabupaten Minsel. Program tersebut dinilainya belum urgen karena sejauh ini masyarakat desa bisa mendapatkan air bersih tersedia melalui infrastruktur yang telah dikerjakan melalui program pembangunan sebelumnya.
“Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih pada tahun 2018 bersifat pengembangan infrastruktur yang sudah ada. Akibat tidak cukup untuk pembiayaan program, saya berkoordinasi dengan pihak DPMD terkait permasalahan ini. Berdasarkan hasil koordinasi, terpaksa saya putuskan anggaran yang telah diterima menjadi Sisa Dana Desa, sambil menunggu petunjuk pimpinan DPMD Kabupaten Minsel selanjutnya,” ujarnya.
Sedangkan untuk program kerja Desa Ritey di tahun 2019, menurut Jakob, mereka menyusunnya berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Desa yang nantinya digelar.
“Kemungkinan besar pada program terkait penyerapan Dana Desa 2019 masih terkonsentrasi pada pembangunan Infrastruktur desa, di antaranya pembuatan talud dan pengadaan paving block untuk jalan lorong desa,” ujar Jakob.
Ia heran. Semasa Hukum Tua yang lama, para perangkat Desa Ritey terutama Sekdes dan Bendahara, sering diutus untuk mengikuti pelatihan tentang pendayagunaan keuangan desa sehingga janggal bila menemui kendala pengelolaan Dana Desa seperti yang kini dialami. Padahal pelatihan tersebut dilaksanakan setiap tahun, baik di luar maupun dalam daerah.
Sebagai Pelaksana Tugas Hukum Tua Desa Ritey Kecamatan Amurang Timur, Jakob waktu itu dibantu Finsye Momongan, yang telah bertugas sebagai Bendahara Desa sekitar lima tahun. Tepatnya, semenjak Hukum Tua yang lama.
“Pada tahun 2018, Desa Ritey menerima total Rp 699.369.000 dari alokasi Dana Desa,” sambung Finsye punya bergelar akademik SPd ini.
Tak rampung, bisa jadi Sisa Dana Desa
Terkait persoalan mepetnya waktu pencairan tahap III dengan batas akhir penggunaan anggaran seperti yang dialami Desa Ritey, Vivi Mangare, seorang Pendamping Desa Kecamatan Kumelembuai, tanggap memberikan solusi. Menurutnya, seandainya masih ada sisa anggaran Dana Desa yang belum sempat terpakai karena persoalan mepetnya waktu pencairan dengan batas akhir penggunaan anggaran, yakni mulai 22 Desember 2018 sampai 31 Desember 2018, maka dana tersebut dikategorikan sebagai Sisa Dana Desa.
“Dana tersebut sebenarnya masih bisa dipergunakan setelah ada Surat Keputusan Bupati Minsel tentang RAB Desa yang baru dan bisa dipergunakan untuk kelanjutan pembangunan desa itu sendiri,” kata Vivi, yang pada program Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kabupaten Minsel bertugas di empat desa yang berada di Kecamatan Kumelembuai, antara lain Kumelembuai Satu, Kumelembuai Atas, Makasili, dan Lolombulan Makasili.
Sebagai Pendamping Desa, Vivi memiliki tugas utama adalah mendampingi, mengarahkan, serta mengawal program pembangunan yang sudah tertata di APBDes, hingga realisasinya selesai. Diwawancarai terkait transparansi penyelenggaraan program pembangunan yang berasal dari Dana Desa, menurutnya, sesuai pendampingannya sampai sejauh ini sudah berjalan maksimal.
“Apalagi RAB Desanya sudah terpasang lewat baliho profil APBDes di setiap kantor desa yang ada di Kecamatan Kumelembuai. Sejauh ini, penyerapan Dana Desa sudah terlaksana 100 persen,” ujar Vivi.
2018 Minsel terima kucuran Rp 120 miliar
Kabupaten Minsel tahun 2018 menerima alokasi Dana Desa sebesar Rp 120 miliar. Saat penyampaian pagu Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (Dandes) 2018, Rabu (24/01/2018) silam, DPMD Kabupaten Minsel yang diwakili Kepala Bidang Pemerintahan Desa Altin Sualang, menjelaskan bahwa penerima Dana Desa tertinggi untuk tahun 2018 adalah Desa Powalutan dengan jumlah Rp 963 juta.
“Sedangkan untuk penyaluran Dana Desa dibagi dalam 3 tahap, tahap pertama sebesar 20 persen, tahap kedua 40 persen dan tahap ketiga juga 40 persen,” kata Altin.
Ia mengingatkan, sebelum disalurkan anggaran Dana Desa 2018 tersebut harus memenuhi syarat, yaitu mengikuti prosedur Siskeudes. Desa-desa wajib meng-input anggaran dan SPJ tahun 2017.
Tahun 2017, Kabupaten Minsel menerima kucuran Dana Desa kurang lebih sebesar Rp 142 miliar. Sedangkan tahun 2019 ini kurang lebih sebesar Rp 137 miliar.
Pengelolaan Dana Desa 2019
Hingga Mei 2019, tercatat ada 33 desa yang belum menerima Dana Desa tahap I. Menurut Kepala DPMD Kabupaten Minsel Hendrie Lumapow, sejumlah desa yang terhambat disebabkan tidak on the time dalam pemasukan RAPBDes. Selain masalah waktu dalam pemasukan APBDes, ada juga kendala yang seperti pembuatan draft dari tenaga teknis dan pendamping teknis, serta perubahan operator sistem base.
“Perlu adanya pemahaman aturan-aturan. Setiap desa harus ada pendampingan hukum terkait kegiatan yang dibuat, untuk mencegah penggunaan Dandes agar tepat sasaran,” ujar Hendrie, Rabu (29/05/2019).
Bupati Christiany Eugenia Paruntu sering memeringatkan agar 167 Hukum Tua yang memimpin desa-desa di Kabupaten Minsel bisa transparan dalam pengelolaan dan penggunaan Dana Desa. Ketika menghadiri Pembukaan Pekan Inovasi Desa/ Kelurahan dan Gelar Teknologi Tepat Guna yang dilaksanakan di Pelataran Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali, pada Oktober 2018, Bupati yang akrab disapa Tetty ini juga mengingatkan supaya agar pengelolaan Dana Desa harus jelas dan tepat sasaran.
“Program kegiatan nyandak apa-apa cuma sadiki mar musti kegiatan yang basar kong memberi dampak langsung pa masyarakat (tidak apa-apa sedikit tapi harus kegiatan yang besar dan memberi dampak langsung kepada masyarakat) dan pelaksanaanya harus transparan, jelas dan akuntabilitas,” ujar Bupati Tetty.
Hal yang sama diingatkannya pada Jumat (03/05/2019) soal pengelolaan Dana Desa di wilayah Kabupaten Minsel. Bila ditemukan adanya penyalahgunaan anggaran Dana Desa maka Hukum Tua akan berhadapan dengan hukum yang berlaku. Ia menghimbau agar pengelolaannya harus sesuai aturan dan prosedur.
“Ini dana dari Pemerintah Pusat dan harus dimanfaatkan untuk kemajuan dan pembangunan desa,” kata Bupati Tetty.
Melalui Dana Desa yang cukup besar, Bupati Tetty mengatakan, Hukum Tua harus bisa berkreasi dengan ide-ide kreatif untuk kesejahteraan masyarakatnya.
“Mari sekali lagi kita berkreasi untuk membangun desa,” ujarnya.
Kapolres Minsel AKBP FX Winardi Prabowo turut mengingatkan bahwa masyarakat desa butuh pengetahuan masalah hukum khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan maupun pengawasan dana desa.
“Kepala Desa atau Hukum Tua beserta perangkatnya harus benar-benar memahami undang-undang desa untuk dijadikan pedoman atau dasar dalam pengelolaan keuangan dan aset desa, agar terhindar dari tindak pidana,” kata Winardi ketika menjadi narasumber dalam Pelatihan Pengembangan Bantuan Hukum dan Paralegal Desa Tahun 2019 yang dilaksanakan di Desa Malola, Kecamatan Kumelembuai, Jumat (14/06/2019).
Sekilas tentang Minsel
Sejak memisahkan diri dari Kabupaten Minahasa dan menjadi Kabupaten Minsel yang mandiri tahun 2003, banyak kemajuan yang telah dicapai.
Berdasarkan data Kabupaten Minahasa Selatan Minsel Dalam Angka 2018, mulai terjadi penurunan angka kemiskinan sejak tahun 2016 hingga 2017.
Bila dibandingan secara year on year (y on y) tahun 2015 yang sebanyak 20.880 jiwa turun menjadi 20.420 jiwa pada tahun 2016, lalu turun lagi menjadi 20.260 jiwa pada tahun 2017.
Berdasarkan sumber data yang sama, terlihat adanya penigkatan kebutuhan listrik di Kabupaten Minsel. Daya listrik yang terpasang tahun 2016 sebesar 36.574 kilowatt hours (kWh) mengalami peningkatan kebutuhan daya listrik pada tahun 2017 menjadi sebesar 39.227 kWh.
Kenaikan itu disebabkan adanya permintaan untuk industri dan kebutuhan air bersih masyarakat. Hal tersebut bisa menjadi salah satu gambaran bahwa telah terjadi kemajuan pembangunan di kabupaten penghasil kelapa dan cengkih ini.
Total penduduk di Kabupaten Minsel sebanyak 208.013 jiwa yang tersebar di 17 kecamatan.