MANADO, ZONAUTARA.com – Pemilihan Putra-Putri Busana Batik Nusantara yang dilaksanakan di Atrium Utama Mega Trade Center (MTC) Manado, Minggu (28/07/2019), yang berakhir ricuh masih berbuntut panjang. Helat yang bertujuan untuk memeriahkan Manado Fiesta 2019 tersebut masih ramai dan menghiasi ruang media sosial dalam beberapa hari terakhir.
Akun Baku Cako, misalnya, melalui Facebook (FB)-nya mengecam penyelenggara dan juri yang dinilainya tak becus. Pihak sekolah dan orang tua, menurutnya, sebaiknya berhati-hati. Jangan sampai sudah keluar biaya untuk mengikuti lomba fashion tapi kredibilitas kegiatan tak bisa dipercaya.
“Co cari akang dulu juri yang dapa lia professional (Coba carikan juri yang terlihat professional, red),” tulisnya, Selasa (30/07/2019).
Jenry Koraag, melalui akun FB-nya malah memampang foto empat orang juri yang telah memenangkan dengan tidak pantas peserta Pemilihan Putra-Putri Busana Batik Nusantara. Jenry sendiri merupakan orang tua dari peserta pada kategori siswa SMP.
Ia mengeluarkan dana yang lumayan demi mengikutsertakan anaknya dalam acara yang mencatut event Manado Fiesta 2019. Karena diminta menyukseskan Manado Fiesta 2019, dirinya pun menyanggupi permintaan SMP Negeri 8 Manado, tempat anaknya bersekolah.
“Saya harus membeli kain batik dan membawanya kepada tukang jahit agar bisa dibuat busana yang akan bersaing dalam lomba. Sepatu juga harus dibeli yang baru. Selain itu, waktu dan tenaga. Ternyata kegiatan tersebut abal-abal,” ujarnya, Selasa (30/07/2019) .
Kalau dilihat dari bentuk kegiatan, imbuhnya, barangkali bisa dipandang sebelah mata. Tapi sewaktu dilihat dari aspek pengembangan mental dan karakter anak sekolah, hasil lomba yang tidak objektif menjadi persoalan penting.
Koordinator Guru Seni Budaya SMPN 8 Manado Joice Sumigar turut mengungkapkan kekecewaannya. Joice menduga ada permainan antara penyelenggara dengan tim juri karena hasil yang dibacakan tidak sesuai hasil penjurian.
“Saya bersama orang tua dari siswa yang ikut lomba Fashion di MTC mengamuk saat hasil dibacakan tidak objektif,” ujar Joice, Senin (29/07/2019).
Saat suasana ricuh karena protes para guru pendamping dan orang tua kepada juri dan pihak penyelenggara, pihak penyelenggara lari meninggalkan lokasi kegiatan. Joice sempat mengambil hasil penjurian yang tertinggal.
Dari hasil tersebut terlihat siswanya yang bernama Jesika Korua dengan nomor peserta 52 mendapat total nilai 230, sekaligus poin paling tinggi dari peserta lain untuk tingkat SMP kategori perempuan. Sedangkan siswanya Festival Koraag yang bernomor peserta 17 mendapat nilai 200. Anehnya, Jesika yang seharusnya juara 1 ditetapkan jadi juara 2 dan Festival tidak dapat juara.
“Juara 1 adalah siswa SMP Negeri 5 Manado dengan nomor urut 5 yang total nilainya hanya 185. Kejadian serupa juga terjadi di semua tingkatan tidak hanya SMP tapi juga SMA/SMK dan SD,” katanya.
Marthen Rogi, selaku penyelenggara lomba Fashion, ketika datang di SMP Negeri 8 Manado untuk klarifikasi, malah terlihat gugup lalu tiba-tiba meninggalkan halaman tanpa pamit ketika diperlihatkan lembaran hasil penjurian ini.
Sekretaris Daerah kota Manado Micklar Lakat turut angkat bicara dalam persoalan ini. Ia mengecam kegiatan yang mengaitkan dengan event Manado Fiesta.
“Itu tidak boleh. Harus koordinasi dengan panitia pelaksana Manado Fiesta atau minimal dengan koordinator lomba kesenian. Itu namanya mendompleng. Apalagi dengan maksud, orang Manado bilang, mancari (cari uang, red). Tapi setahu saya event itu tidak dalam rangkaian Manado Fiesta karena lomba Fashion Manado Fiesta nanti awal Agustus,” kata Micklar.
Editor: Rahadih Gedoan