Catatan perjalanan Labuan Bajo (7): Jatuh cinta di Bukit Amelia

Ronny Adolof Buol
Penulis Ronny Adolof Buol
Pengunjung sedang menyaksikan sunset dari Bukit Amelia. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)



LABUAN BAJO, ZONAUTARA.com – Terik yang membakar dan menguras tenaga membuat saya mengambil keputusan untuk kembali dulu ke hotel. Istirahat sejenak. Cuaca di Labuan Bajo memang sedang panas-panasnya. Hujan tak turun dalam jangka waktu yang lumayan lama.

Mendapati kamar yang pendinginnya sudah menyala, terasa surga. Sontak saja mata langsung mengantuk dan mengajak tidur. Saya menyetel alarm agar terbangun sebelum sore. Boe menyarankan untuk pergi ke Bukit Amelia.

Di Labuan Bajo, tak jauh dari kota, ada tiga bukit yang memiliki view indah. Bukit Cinta, Bukit Sylia dan Bukit Amelia. Yang pertama dinamakan demikian, karena di bukit itu, muda mudi sering memadu cinta. Dua yang terakhir dinamakan sesuai dengan nama villa yang dekat dengan kedua bukit itu.

Boe berpesan agar saya ke Bukit Amelia. Sebab menurutnya di situlah view terbaik yang bisa diperoleh.

Bukit Cinta berada persis di belakang Bandara Komodo Labuan Bajo. Untuk mencapai puncak bukit cukup mudah, bahkan kendaraan sepeda motor bisa sampai di puncaknya. Letaknya di bagian timur dengan pemandangan laut. Di bukit ini, matahari terbenam terhalang sebuah bukit. Namun dari Bukit Cinta bisa menyaksikan pesawat lepas landas maupun mendarat.

Bukit Sylvia terletak di sebelah barat dari gugusan perbukitan Labuan Bajo bagian utara. Dari bukit ini bisa langsung melihat laut tanpa ada halangan apapun. Matahari terbenam bisa terlihat jelas dari sini.

Tak jauh dari Bukit Sylvia, hanya berjarak sekitar 200 meter, terletak Bukit Amelia. Kesanalah saya memacu sepeda motor usai tidur siang yang lelap. Jalanan menanjak menyambut dengan pemandangan yang indah di sebelah kiri. Beberapa hotel dan penginapan dilewati. Salah satunya Escape Bajo yang dibangun tepat di bibir tebing.

zonautara.com
Pengunjung berdiri di salah satu bukit di area Bukit Amelia. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

Papan kecil bertuliskan Bukit Amelia Sea View memberi saya petunjuk dan memarkir sepeda motor di tanah lapang. Tepat di depan saya tersaji bukit kecil. Jika nafas tak kuat untuk mendaki, bukit kecil ini bisa menjadi penghibur. Dari punggungnya pemandangan indah juga tersaji.

Sunset yang indah

Tapi saya akan puncak Bukit Amelia, seperti pesan Boe. Jalan setapak menuju puncaknya lumayan terjal, berpasir dan berbatu-batu kecil. Saya harus hati-hati agar tak tergelincir dengan peralatan fotografi yang saya tenteng.

Butuh beberapa kali istirahat yang diisi dengan memotret untuk sampai di puncaknya. Tidak panjang trekkingnya, tapi lumayan menguras tenaga. Saya masih punya banyak waktu beristirahat sebelum memotret sunset.

Semakin sore semakin banyak pengunjung yang datang. Saya berkenalan dengan beberapa orang, kebanyakan adalah wisatawan. Mereka datang dari berbagai daerah di Nusantara. Beberapa turis asing juga nampak menikmati pemandangan di bukit ini.

Saya berdiri menghadap barat dengan sajian pemandangan perairan Labuan Bajo dengan kapal-kapal wisata. Di kejauhan nampak gugusan pulau-pulau, yang seakan tercampakan begitu saja, membangun formasi tak beraturan yang indah. Salah satu pulau besarnya adalah Pulau Komodo yang tersohor itu.

Saya terpaku dengan apa yang tersaji, dan mengagumi keindahan Labuan Bajo. Pantas saja negeri ini dibanjiri wisatawan. Matahari perlahan mulai tenggelam. Warna langit mulai berubah ke kemerah-merahan. Sayangnya dua pulau yang sejajar dengan bukit menghalangi pemandangan matahari terbenam di garis semu laut dan langit.

Tapi saya riang karena mendapatkan latar warna langit yang membahana dengan komposisi sepasang turis asing yang menikmati sunset sore itu. Orang-orang juga bergembira dan tak menyia-nyiakan moment berfoto mesra. Semua berdecak kagum dengan kemurahan Tuhan pada Labuan Bajo. Saya jatuh cinta dengan destinasi wisata ini. Kelak saya akan kembali lagi.

zonautara.com
Pemandangan laut dari Bukit Amelia. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

Saat matahari benar-benar menghilang, satu persatu pengunjung mulai turun. Malam menjemput dan gelap mulai merayap. Tapi saya masih terus memotret, menunggu blue hour, warna langit sesudah sunset. Dan saya mendapatinya!.

Saat cahaya sekitar benar-benar sudah gelap, saya lalu beringsut turun. Dan ternyata tinggal saya sendiri. Headlamp yang sudah saya siapkan menjadi penerang. Beberapa kali saya harus mencari pegangan di rumput-rumput agar tidak tergelincir ke bawah.

Malam telah turun, saat kembali ke kota. Tak langsung ke hotel, namun mampir di lokasi kuliner makanan laut, Kampung Ujung. Di sini berjejer puluhan lapak penjual ikan dan makhluk laut lainnya. Segar namun mahal. Lidah saya terbiasa dengan masakan Manado yang pedas, dan saya tidak merasakan itu di Labuan Bajo.

Bersambung . . .

Baca tulisan sebelumnya

  1. Bus executive dijejali daun bawang
  2. Terbirit-birit di rumah makan yang tak enak
  3. Bergembira dengan langit biru
  4. Dari Sape ditemani serakan pulau
  5. Bertemu Boe yang baik hati
  6. Jejak arkeolog di Gua Batu Cermin


Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Pemulung informasi dan penyuka fotografi
1 Comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com