Tak tergoda mahalnya Gaharu, Gunawan memilih melestarikannya

Ronny Adolof Buol
Penulis Ronny Adolof Buol
Gunawan, difoto di lahan Gaharunya yang berada di Purworejo, Boltim. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)



Tanaman pohon penghasil gaharu sering diburu orang untuk diambil gubalnya. Gubal gaharu yang mengandung resin khas digunakan dalam industri parfum premium karena baunya yang harum. Selain itu gaharu juga digunakan untuk bahan aroma terapi, sabun, bahan kosmetik dan bahan obat-obatan.

Gaharu telah menjadi komiditi alam yang diperdagangkan dari Nusantara sejak ribuan tahun lalu, terutama ke India, Persia, Jazirah Arab dan Afrika Timur. Kini di era modern, negara-negara di Eropa, Amerika dan Cina juga mencari gaharu.

Tak ayal, gaharu dicari oleh pemburu hingga ke pedalaman. Para pemburu gaharu tak jarang menebang secara sembarangan pohon penghasil gaharu untuk menemukan bagian batangnya yang kehitaman dan mengandung gubal berkualitas tinggi. Cara ini membuat jenis pohon gaharu semakin susah didapat sementara pertumbuhannya di alam semakin sedikit.

Mengetahui hal itu, Gunawan Kastroredjo (59) warga Purworejo, Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur di Sulawesi Utara berinisiatif menanam pohon penghasil gaharu. Gunawan memilih jenis Gyrinops rosbergii.

Di Indonesia sendiri ada 7 marga pohon penghasil gaharu yaitu Aetoxylon, Aquilaria, Enkleia, Gonystylus, Gyrinops, Phaleria dan Wikstroemia. Pohon dari marga Aquilaria, Gyrinops, dan Gonystylus merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan.

“Bibit pohon yang saya tanam di lahan ini diambil dari desa Badaro, masih di Modayag,” ujar Gunawan saat ditemui di lahan gaharunya beberapa waktu lalu.

Jenis Gyrinops merupakan salah jenis pohon penghasil gaharu yang menjadi primadona hasil hutan bukan kayu karena memberikan kontribusi besar bagi pasar global.

Berawal dari membaca berbagai berita tentang gaharu, dan juga dorongan dari tempatnya bekerja dulu, Gunawan yang dulu bekerja sebagai tenaga pemetaan ini mulai tertarik menanam pohon gaharu.

“Saya mulai menanam sejak tahun 2000, bibitnya didapat dari pengumpul. Saya lalu belajar bagaimana pohon penghasil gaharu ini bisa dibudidaya,” cerita Gunawan.

Total tegakan gaharu yang dimiliki oleh Gunawan mencapai 250 pohon. Kesungguhannya menanam gaharu membuat beberapa peneliti dan lembaga riset menjadikan lahannya dan Gyrinops yang ditanamnya jadi objek penelitian.

“Beberapa pohon di lahan ini menjadi objek penelitian. Secara rutin para peneliti datang mengambil data,” kata Gunawan.

Tegakan pohon yang sudah berusia 20 tahun yang kini dimiliki oleh Gunawan itu bernilai sangat tinggi. Apalagi dengan teknik inokulasi yang dijalankannya sejak lama pasti membuat gubal gaharu yang ada pada pohon yang ditanamnya memiliki harga yang tinggi.

“Pernah ada satu pohon yang roboh, itu di tahun 2012, kecil saja ukuran pohonnya, tapi mereka membayarnya seharga Rp 20 juta,” ujar Gunawan.

Inokulasi adalah teknik yang digunakan dalam budidaya gaharu. Secara alami Gaharu dihasilkan oleh tanaman sebagai respon dari mikroba yang masuk ke dalam jaringan yang terluka, karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas.

Mikroba yang masuk ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen.

zonautara.com
Gunawan sedang menjelaskan soal gaharu. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

 

Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain. Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol.

Pada budidaya, batang tanaman penghasil gaharu dimasukkan cendawan ke dalamnya dengan teknik inokulasi, yakni mengebor batang pohon dan menyuntik cairan inokulan.

“Sekali suntik lumayan mahal cairannya. Satu pohon bisa beberapa kali suntik, ” jelas Gunawan sambil memeragakan teknik melakukan inokulasi.

Pohon Gyrinops yang sudah diinokukasi itulah yang akan menghasilkan gubal gaharu yang bernilai tinggi. Apalagi jika pohonnya berusia cukup tua. sebanyak 250 pohon yang dimiliki Gunawan saat ini tentu mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi.

zonautara.com
Bibit gaharu siap tanam dari indukan bersertifikat. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

Namun Gunawan, yang selalu mengajak anaknya mendampinginya ke lahan belum tergoda untuk menjual pohon gaharunya.

“Saya sebenarnya menanam ratusan pohon penghasil gaharu ini sebagai bentuk keprihatinan karena semakin susahnya mendapatkan pohon ini di alam. Tujuan utama saya adalah pelestarian, agar jenis pohon ini tetap ada,” ujar penggiat konservasi ini juga.

Tujuan itulah yang membuat Gunawan hanya mau menjual bibit Grynops rosbergii yang ditanamnya. Indukan gaharu Gunawan telah disertifikasi oleh balai benih, sebagai jaminan kualitas.

“Saya telah memenuhi permintaan bibit ke berbagai provinsi hingga ke Jawa, Nusa Tenggara dan berbagai daerah lainnya,” ujar Gunawan yang rumahnya di Purworejo dijejali dengan berbagai tanaman lainnya.

Dengan menjual bibit gaharu itu, Gunawan telah mampu menyekolahkan anaknya dan memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kehidupannya.

“Cukuplah bagi saya, asal kebutuhan ekonomi keluarga saya tercukupi. Saya ingin masyarakat di sini tahu bahwa pohon ini bernilai tinggi, dan mereka juga mau menanamnya. Saya dengan senang hati akan berbagi pengalaman, agar pohon ini tetap lestari,” kata Gunawan.

Editor: Ronny Adolof Buol

Tulisan yang sama sebelumnya sudah tayang di CNNIndonesia.com



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Pemulung informasi dan penyuka fotografi
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com