ZONAUTARA.com – Menkopolhukam Mahfud MD menyebut bahwa Indonesia akan dilanda resesi ekonomi pada bulan September yang sudah di depan mata.
Menurut Mahfud, imbauan pemerintah dalam melaksanakan normal baru dengan menyadari bahaya Covid-19 dirasa kurang efektif karena masih banyak masyarakat yang tidak mengenakan masker, berkerumun seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Padahal virus Corona ini sangat nyata sebagai musuh atau dapat membahayakan kehidupan sehari-hari.
“Sementara kehidupan ekonomi turun terus. Bulan depan hampir dapat dipastikan 99,9 persen akan terjadi resesi ekonomi di Indonesia,” katanya saat memberikan sambutan dalam acara temu seniman dan budayawan Yogya, Sabtu (29/08/2020).
Kendati demikian, resesi itu tidak akan membuat Indonesia mengalami krisis ekonomi.
“Resesi itu teknis, sebenarnya, tidak berbahaya, aman. Karena resesi itu artinya pertumbuhan ekonomi itu minus atau di bawah 1 selama 2 kuartal berturut-turut,” ucapnya.
Lalu, apa sebenarnya resesi ekonomi itu?
Baca juga: Resesi ekonomi dan cara menghadapinya
Resesi adalah keadaan ketika pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi atau minus selama dua kuartal berturut-turut. Ciri-ciri dari resesi ekonomi ini adalah Produk Domestik Bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, penjualan ritel menurun, indeks kepercayaan konsumen menurun, hingga manufaktur menurun berkepanjangan.
Dampak dari resesi ekonomi ini adalah investasi pada suatu industri anjlok, sehingga berdampak terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja. Dampak lebih lanjut adalah produksi barang dan jasa suatu negara akan merosot.
Ketika produksi industri semakin merosot dan mengakibatkan naiknya Non Performing Loan atau kredit macet perbankan, maka berpotensi terjadinya inflasi atau bahkan deflasi, neraca yang minus ini akan berdampak langsung pada cadangan devisa.
Akibat dari pandemi corona pada tahun 2020 ini, banyak negara yang mengalami resesi ekonomi. Dilansir dari akun instagram zapfinance, Singapura mengumumkan masuk resesi pada pertengahan Juli lalu, diikuti Korea Selatan, dan juga beberapa negara besar di Eropa.
Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis yang terjadi dalam perekonomian suatu negara.
Resesi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, berikut di antaranya:
- Guncangan ekonomi yang tiba-tiba
Guncangan ekonomi adalah masalah serius yang datang tiba-tiba terkait keuangan.
Contohnya pada 1970-an ketika OPEC memutus pasokan minyak tanpa peringatan. Wabah coronavirus juga mematikan ekonomi di seluruh dunia.
- Utang yang berlebihan
Ketika individu atau bisnis berutang terlalu banyak, biaya untuk melunasi utang dapat meningkat ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka.
- Gelembung aset
Ketika keputusan investasi didorong oleh emosi, hasil ekonomi yang buruk akan mengikuti. Investor menjadi terlalu optimisTIS selama ekonomi kuat. Kondisi ini disebut juga “kegembiraan irasional”.
Kegembiraan irasional menggembungkan pasar saham atau gelembung real estat dan ketika gelembung itu meletus, penjualan panik dapat menghancurkan pasar, menyebabkan resesi.
- Terlalu banyak inflasi
Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya.
Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan kegiatan ekonomi.
Inflasi yang tidak terkendali adalah masalah yang sedang berlangsung di AS pada tahun 1970-an.
Saat itu untuk menghentikan inflasi, suku bunga dinaikkan tapi justru menyebabkan resesi.
- Terlalu banyak deflasi
Walaupun inflasi yang tidak terkendali dapat menciptakan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk.
Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga.
Ketika lingkaran umpan balik deflasi tidak terkendali, orang dan bisnis berhenti belanja, yang merongrong perekonomian.
- Perubahan teknologi
Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi.
Pada abad XIX, ada gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.
Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit. Beberapa ekonom khawatir, AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.