ZONAUTARA.COM – Resesi ekonomi sudah di depan mata, begitu yang sering didengungkan akhir-akhir ini. Tak ketinggilan, para menteri pembantu Presiden pun sering menyatakan soal ini.
Jika pada kuartal ketiga di tahun 2020 ini, pertumbuhan ekonomi RI negatif lagi, maka resesi tidak bisa terhindarkan.
Lembaga riset asal Amerika Serikat, National Bureau of Economic Research (NBER) mendefinisikan resesi ekonomi sebagai siklus bisnis di saat terjadi penurunan yang signifikan terhadap aktivitas ekonomi dalam beberapa bulan atau beberapa triwulan.
Dalam situasi yang disebut NBER itu, pengangguran meningkat, pendapatan turun dan penjualan eceran pun merosot. Kemudian, para ekonom memiliki konsensus, seandainya situasi tersebut terjadi pada dua triwulan berturut-turut, maka tibalah saatnya resesi.
Saat ini pemerintah hanya punya sisa waktu satu bulan untuk menyelamatkan ekonomi dari resesi.
Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan titah agar jangan menyerah selama sisa waktu masih ada.
“Presiden beberapa waktu lalu mengatakan, ayo kita lakukan yang terbaik. Untuk memastikan di triwulan ini kita dapat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” kata Sadikin dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/9/2020).
Budi menjelaskan, secara hitung-hitungannya Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar US$ 1 triliun atau setara Rp 14.500 triliun. Jika dibagi per kuartal secara rata, maka PDB RI tiap kuartal sekitar Rp 3.600 triliun.
Nah, jika di kuartal II-2020 ekonomi RI terkontraksi 5,32% artinya PDB Indonesia turun 5,32% dari Rp 3.600 triliun. Budi mengartikan perputaran roda ekonomi RI sepanjang kuartal II-2020 kemarin berkurang Rp 180 triliun.
“Jadi yang kita bicarakan adalah 5% dari Rp 3.600 triliun, artinya sekitar Rp 180 triliun. Jadi kalau kita bisa kucurkan dana Rp 180 triliun setiap kuartal, maka itu menutup sama persis minus 5% PDB tadi. Itulah target kita,” terang Sadikin.
Dengan kata lain, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk mengucurkan dana sekitar Rp 180-200 triliun ke masyarakat untuk mendorong roda perekonomian agar mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif. Setidaknya capaian di kuartal III-2020 tidak lagi negatif.
“Untuk memastikan kita bisa menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Sadikin.
Konsumsi rumah tangga
Dalam struktur perekonomian Indonesia, komponen konsumsi rumah tangga memainkan peran sangat penting. Kontribusinya pada Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran 2019 merupakan yang terbesar, yaitu sekitar 57 persen. Jadi, ketika komponen ini mengalami tekanan, dapat dipastikan kinerja perekonomian nasional bakal terganggu.
Penyumbang terbesar kedua adalah investasi swasta sebesar 32 persen, disusul belanja pemerintah sembilan persen dan lembaga non profit yang melayani rumah tangga 1,3 persen. Sedangkan ekspor bersih minus 0,5 persen.
Pada triwulan II-2020 misalnya, kinerja konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi, tumbuh minus 5,52 persen. Secara keseluruhan, PDB Indonesia pada periode itu ikut terkontraksi, minus 5,32 persen. Komponen konsumsi rumah mampu mengerek kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Apalagi, sepanjang sejarah perekonomian Indonesia, ada semacam “Kutukan Kuartal Ketiga”. Ekonomi pada periode tersebut, pada umumnya lebih rendah dari pertumbuhan tahunan dan tidak lebih baik ketimbang kuartal kedua, terutama akibat mulai lesunya belanja rumah tangga.
Maklum, pemicu terpentingnya seperti Hari Raya Lebaran telah berlalu, dan kantong mengempis. Indikasinya, antara lain laju kenaikan harga atau inflasi saat itu meninggi, kemudian turun setelahnya. Masa berbelanja telah usai. Beragam stimulus bantuan sosial di saat musim virus corona ini pun sulit menopang.
Sumber: Detik.com dan Lokadata.id