ZONAUTARA.com – Setelah berkali-kali mengundang pak Menteri, Najwa Shihab and the team yang sudah gusar akhirnya membuat sesi wawancara bersama kursi kosong.
Bagaimana tidak, seiring meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia, kehadiran Terawan Agus Putranto yang menjabat sebagai Menteri Kesehatan juga menjadi semakin sulit dijumpai. Seperti yang sudah dituliskan pada deksripsi unggahan video episode #MataNajwaMenantiTerawan, tidak sedikit pejabat publik yang bersedia untuk menjawab pertanyaan dan keresahan warga sesuai dengan wewenang dan bidang masing-masing.
Namun rupanya Kementerian Kesehatan tetap menjadi institusi yang paling sesuai dan paling paham perihal perkembangan maupun situasi Indonesia saat ini. Baru diunggah pada 28 September 2020 lalu, video wawancara dengan kursi kosong tersebut sudah menuai 1,7 juta penonton dan kian bertambah.
Pada video tersebut Najwa Shihab masih menggunakan gaya wawancaranya yang lugas dengan pertanyaan-pertanyaan tajam, walau sampai akhir video tidak satu pun yang terjawab toh karena yang diwawancarai sedang dalam mode AFK. Adapun monolog yang dibacakan Najwa dirangkai dari titipan-titipan pertanyaan masyarakat yang butuh kepastian atas informasi dan kebijakan terkait rencana pemerintah menangani pandemi yang telah berlangsung selama setengah tahun lamanya.
Respons masyarakat pun beragam, tidak sedikit yang mendukung video tersebut karena merasa suaranya terwakili. Mereka menilai wawancara kursi kosong adalah ide brilian dunia jurnalisme yang cukup membawa udara segar di tengah keraguan terhadap langkah pemerintah dalam menangani pandemi.
Tidak sedikit pula yang mewajarkan absensi Pak Terawan terhadap undangan wawancara tersebut, karena di tengah tekanan sana-sini, tidak ada gunanya juga untuk menghadiri acara yang di mana ia akan didesak habis-habisan dengan pertanyaan ala Najwa Shihab. Bahkan ada beberapa yang mulai mengkritisi pembawaan talkshow yang sudah berlangsung selama hampir 11 tahun tersebut, karena seringkali membuat narasumbernya tidak nyaman.
Apapun tanggapan yang terbentuk, yang jelas pandemi ini membutuhkan awareness bersama. Tidak bisa kita pungkiri bahwa kesadaran masyarakat Indonesia masih rendah, dan malah menjadikan sikap tak acuhnya sebagai justifikasi atas pemerintah yang menurutnya abai.
Coba, tilik di sekitar kita. Masih banyak yang belum mematuhi peraturan penggunaan masker di tempat umum.
Bahkan, berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait persepsi warga terhadap kemungkinan terinfeksi Covid-19, 17 persen masyarakat Indonesia di antaranya yang merasa tidak akan terinfeksi virus Corona.
“Masih kelihatan bahwa 17 persen atau 17 dari 100 responden mengatakan bahwa mereka sangat tidak mungkin atau tidak mungkin tertular COVID-19,” kata Suhariyanto selaku Kepala BPS pada keterangan pers yang disiarkan BNPB pada 28 September 2020 lalu.
Angka yang cukup besar menurut Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, karena 17 persen jika dilihat dari jumlah secara nasional penduduk Indonesia berarti sekitar 45 juta orang.
45 juta orang yang masih bebal dan tidak percaya adanya Corona tentu menjadi sebuah ironi, namun juga tidak menjadi berita yang mengagetkan untuk didengar. Bukankah percuma juga jika setelah ini pemangku kebijakan mengeluarkan ultimatum dan menyusun strategi dengan kucuran dana yang sudah sedemikian matang, kalau rakyatnya juga tidak bisa diajak kerja sama?
Penulis: Gina Amyra Pakaya