Untuk jenis makanan yang mudah dicerna, angka ini masih bisa dipahami, mengingat makanan adalah kebutuhan dasar manusia.
Yang lebih sulit untuk dipahami adalah jumlah emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh produksi makanan yang tidak pernah dimakan.
Padahal untuk memproduksi makanan kita membutuhkan input tanah, air, energi, dan pupuk. Itu semua membebankan lingkungan.
Joseph Poore dan Thomas Nemecek (2018), dalam meta-analisis besar mereka tentang sistem pangan global, yang diterbitkan dalam Science, memperkirakan berapa banyak emisi gas rumah kaca kita yang berasal dari makanan yang terbuang.
Studi oleh Poore dan Nemecek (2018) menemukan bahwa hampir seperempat – 24% – emisi makanan berasal dari makanan yang hilang dalam rantai pasokan atau terbuang percuma oleh konsumen. Hampir dua pertiga dari ini (15% dari emisi makanan) berasal dari kerugian dalam rantai pasokan yang diakibatkan oleh penyimpanan dan teknik penanganan yang buruk; kurangnya pendinginan; dan pembusukan dalam pengangkutan dan pemrosesan. 9% lainnya berasal dari makanan yang dibuang oleh pengecer dan konsumen.
Ini berarti bahwa pemborosan makanan bertanggung jawab atas sekitar 6% dari total emisi gas rumah kaca global.
Faktanya, angka ini kemungkinan akan sedikit lebih tinggi karena analisis dari Poore dan Nemecek (2018) tidak memasukkan kerugian pangan di pertanian selama produksi dan panen.
Sebagai perbandingan, angka inisekitar tiga kali lipat emisi global dari penerbangan. Atau, jika kita meletakkannya dalam konteks emisi nasional, itu akan menjadi penghasil emisi terbesar ketiga di dunia.
Sumber data: Ourworldindata.org