ZONAUTARA.com – Limbah medis berupa alat pelindung diri (APD) dan bekas infus serta jarum suntik ditemukan berserakan di bawah jembatan Desa Pinogaluman, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong).
Penemuan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) tersebut sempat menggegerkan media sosial setelah diunggah pertama kalinya oleh akun Facebook bernama Ibrahim Nata, pada Senin 8 Maret 2021, sekira pukul 19.30 Wita.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datoe Binangkang Kabupaten Bolmong, dr Debby Kulo saat dikonfirmasi mengakui bahwa limbah medis tersebut berasal dari RSUD Datoe Binangkang.
Menurutnya Debby, pada Februari lalu, RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolmong pernah kehilangan coolbox yang berisi limbah medis.
“Menyangkut penemuan limbah medis di jembatan Pinogaluman oleh masyarakat, setelah di cek itu adalah limbah medis rumah sakit yang bulan lalu dicuri dari tempat penyimpanan limbah di rumah sakit. Waktu kejadian pencurian coolbox/serfon itu, petugas sudah melaporkan ke penanggung jawab dan juga sudah dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup Bolmong,” jawab Debby Kulo saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp oleh Pantau24.com, media sindikasi Zonautara.com, Selasa 9 Maret 2021.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup, Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, DLH Kabupaten Bolmong, Deasy Makalalag menyayangkan kejadian tersebut.
Menurut Deasy, sesuai aturan limbah medis itu seharusnya disimpan di tempat penyimpanan sementara (TPS) LB3 yang nantinya akan diangkut oleh penanggung jawab, dalam hal ini PT. Tenang Jaya Sejahtera selaku pihak ketiga yang memiliki izin langsung dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Perhubungan.
“Dampak dari limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan yang dibuang di pinggiran sungai dapat meningkatkan pencemaran air sungai serta pencemaran air laut dan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir dan laut,” jelas Deasy yang juga dihubungi via pesan WhatsApp.
Deasy memaparkan terkait mekanisme penanganan limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan. Yakni, melakukan penyimpanan limbah infeksius dalam kemasan yang tertutup paling lama dua hari sejak dihasilkan. Kemudian mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan limbah B3 berupa fasilitas insinerator dengan suhu pembakaran minimal 800 derajat celcius atau autoclave yang dilengkapi dengan pencacah.
Selanjutnya, residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol “beracun” dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara limbah B3 untuk selanjutnya diserahkan kepada pengelola limbah B3.
“Termasuk limbah Covid-19 itu disebut limbah infeksius,” paparnya.
Menurut Peraturan Menteri LHK Nomor 56 Tahun 2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan LB3 dari fasilitas pelayanan kesehatan, bahwa limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
“Surat Edaran Nomor: SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 Tentang Pengelolaab Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) menyebutkan bahwa sarana kesehatan seperti APD dan alat sampel laboratorium yang setelah digunakan merupakan Limbah B3 berupa limbah infeksius,” pungkas Deasy Makalalag.