ZONAUTARA.com – Menyikapi tingginya angka kekerasan terhadap jurnalis dan warga sipil akibat eskalasi politik di Myanmar, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak Pemerintah RI dan ASEAN mengambil langkah tegas terhadap Junta Militer yang saat ini berkuasa agar menghentikan segala bentuk intimidasi dan kekerasan, serta memberi perlindungan pada jurnalis dan memenuhi hak-hak sipil atas akses internet dan informasi di Myanmar.
“AJI menilai, perlindungan terhadap jurnalis dan warga sipil Burma itu penting mengingat situasi di negara itu yang semakin genting. Junta juga dinilai secara brutal telah memberangus kebebasan pers dan berekspresi warga sipil serta melakukan tindakan-tindakan yang jauh dari penghormatan terhadap hak azasi manusia (HAM), tulis Ketua AJI Samito, melalui rilis, Sabtu (23/4/2021).
Berdasarkan laporan terakhir dari Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik (https://aappb.org/), sejak 1 Februari lalu, kudeta militer di Myanmar telah menewaskan 739 orang serta menangkap hingga 3.370 orang, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, yang sebagian berakhir dengan dakwaan atau vonis hukum.
Di luar alasan pembatasan pandemi, jurnalis dari luar wilayah Myanmar juga mengalami kesulitan mengakses informasi dan pernyataan dari otoritas dan narasumber di Myanmar. Begitu pula komunikasi dengan jurnalis lokal di Myanmar juga terhambat karena adanya dugaan pembatasan akses internet yang dilakukan oleh Junta Militer. Ditambah lagi, adanya tekanan dan intimidasi, baik secara fisik maupun non fisik, yang diterima wartawan.
Hingga April, setidaknya ada 53 jurnalis yang ditangkap dan dibawa ke meja hijau (data Eurasia Review), termasuk di antaranya jurnalis media asing dari Associated Press (AP) dan BBC yang tengah melaporkan kondisi di Myanmar.
“Tindakan tersebut tentu saja merupakan pelanggaran atas hak kebebasan pers dan berekspresi, serta memberangus hak-hak atas informasi yang harus diterima publik,” ujar Sasmito.
Myanmar merupakan negara anggota ASEAN, seperti halnya Indonesia, yang memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan dan kestabilan di kawasan. Sebagaimana telah disepakati dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia atau TAC) tahun 1976, poin (4) ‘Penyelesaian perbedaan atau perselisihan dengan cara damai’, dan poin (5) ‘Penolakan ancaman atau penggunaan kekerasan’. Serta poin (2) Deklarasi ASEAN yakni, ‘Untuk memajukan perdamaian dan stabilitas kawasan melalui penghormatan terhadap keadilan dan supremasi hukum dalam hubungan antarnegara di kawasan dan kepatuhan pada prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa’.
Oleh karena itu, cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh Junta Militer di atas tentu saja telah mencederai prinsip kesepakatan dan deklarasi yang telah ditandatangani oleh seluruh negara anggota. Berdasar hal tersebut di atas, ASEAN dan negara anggota lain, termasuk Indonesia, tidak boleh lagi menutup mata terhadap semakin tingginya angka kekerasan di Myanmar.
Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Junta Militer juga tidak bisa dianggap sebagai urusan internal negara setempat, tetapi harus menjadi kepentingan kawasan yang membutuhkan sikap proaktif seluruh negara anggota untuk mencegah dan mengingatkan Junta Militer terhadap potensi situasi yang makin memburuk di Myanmar dan ASEAN.
Seruan AJI
Untuk itu, AJI berharap agar KTT ASEAN yang berlangsung di Jakarta, tanggal 24 April 2021, dapat menghasilkan tindakan nyata untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan masyarakat sipil di Myanmar.Â
AJI juga menyerukan:
- Menolak Junta Militer di KTT ASEAN. Tidak ada ruang bagi pelanggar HAM terhadap jurnalis dan warga sipil.
- Mendesak Indonesia dan ASEAN secara aktif menekan Junta Militer Myanmar untuk memberikan jaminan perlindungan dan keselamatan pada jurnalis dalam meliput perkembangan politik di Myanmar, serta menghentikan aksi kekerasan dan penangkapan terhadap jurnalis dan warga sipil.
- Meminta Indonesia dan ASEAN menekan Junta Militer di Myanmar agar membuka akses internet dan informasi seluas-luasnya untuk publik.
- AJI menilai Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan kestabilan kawasan, sebagai tercantum dalam Mukadimah UUD 1945: “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Indonesia harus dapat menjadi garda terdepan untuk menggalang suara ASEAN mendesak Junta Militer mengakhiri kekerasan.
- AJI memandang prinsip ‘tidak mencampuri urusan internal negara anggota ASEAN lain tidak lagi relevan dalam kasus ini mengingat tindakan sewenang-wenang yang telah dilakukan Junta dan makin tingginya kasus kekerasan yang menimpa jurnalis serta warga sipil. Kekerasan tersebut telah melukai prinsip-prinsip kemanusiaan serta mengancam demokrasi di kawasan ASEAN.
- Menyerukan organisasi-organisasi jurnalis dan masyakarat sipil di semua negara anggota ASEAN untuk bersama-sama melakukan langkah aktif merespon kondisi di Myanmar, bersolidaritas terhadap jurnalis dan warga sipil di Myanmar, serta secara proaktif bersama-sama menjaga demokrasi dan kestabilan politik di kawasan.