ZONAUTARA.com — Kita pasti menyukai hal-hal yang bisa membuat kita tertawa, namun siapa sangka beberapa filsuf menganggap bahwa komedi itu buruk. Masih banyak perdebatan aspek apa saja yang boleh dan tidak boleh diperdebatkan hingga saat ini.
Beberapa orang menganggap bahwa tertawa adalah obat pereda stres atau suntuk. Terkadang, perbedaan juga membuat kita tertawa. Jangan kaget jika beberapa filsuf memandang humor sebagai sesuatu yang negatif.
Salah satu filsuf yang menganggap bahwa komedi itu buruk, bahkan kejam adalah Plato. Ia menganggap komedi buruk karena tertawa sebagian besar muncul dengan mengorbankan orang lain.
Plato memandang bahwa seseorang yang tertawa, ia kehilangan kendali atas dirinya. Bahkan dalam bukunya yang berjudul “Republic”, ia mengusulkan bahwa di kota utopisnya orang-orang penting, tidak boleh tertawa dan menjauhkan sesuatu yang akan membuat orang tertawa.
Setelah Plato, beberapa abad kemudian muncul filsuf Bernama Epictetus. Tak jauh dari Plato, ia mengimbau untuk jangan tertawa keras, sering, sampai tak terkendali. Ia juga diduga tak pernah tertawa sama sekali dalam hidupnya, yang diduga merupakan titik kebajikannya.
Pemikir terkenal lainnya seperti Thomas Hobbes dan Rene Descartes menghubungkan tertawa dengan rasa superioritas di atas orang lain.
Filsuf lain Immanuel Kant, berpendapat bahwa humor atau tertawa disebabkan karena ketidaksesuaian ekspektasi dengan kenyataan yang terjadi. Lelucon yang bagus, baginya diciptakan untuk membangun harapan, kemudian berujung tidak ada apa-apa. Dan gagasan ini memang lazim dalam filsafat dan ilmu psikologi.
Meski begitu, Kant dan beberapa filsuf lainnya setuju dengan tidak menganggap komedi itu baik. Namun ia menyarankan untuk tertawa bukan atas dasar dengki dan superioritas.
Aristoteles, salah satu murid dari Plato, kali ini tidak setuju dengan gurunya. Ia menganggap bahwa komedi adalah bagian dari kehidupan yang mengiringi tiap langkah. Dan dapat menciptakan komedi yang cerdas adalah suatu kebajikan.
Filsuf besar lainnya juga menyetujui pernyataan Aristoteles. St Thomas Aquinas berpendapat bahwa tawa memberikan istirahat fisik layaknya tidur yang memberikan kita istirahat secara fisik. Manfaat sosial dari tertawa juga sangat banyak. Di antaranya, menjalin hubungan baik dengan orang lain, meningkatkan kemampuan berbahasa.
Dalam tulisannya yang berjudul The Good, The Bad, and The Funny: An Ethics of Humor, Profesor John Morell menyatakan prinsip umum yang dapat diterapkan pada humor, yaitu jangan menertawakan sesuatu yang seharusnya dianggap serius.