ZONAUTARA.com – Ketakutan orangtua pada anaknya adalah karena anak terlalu banyak waktu dengan gawainya, hingga melupakan bagaimana ia bersosial. Padahal, studi menemukan bahwa meski diterangi gawai, anak-anak masih mempertahankan hubungan sosialnya.
Anggota pertama Gen Z baru sekarang memasuki usia dewasa. Pendidik, pakar, dan spesialis khawatir para Generasi Z terhambat secara sosial karena meningkatnya interaksi mereka dengan gawai.
Tetapi sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam American Journal of Sociology dengan judul Kids These Days: Are Face-to-Face Social Skills among American Children Declining? menunjukkan bahwa kekhawatiran tersebut agaknya berlebihan.
Douglas Downey, profesor sosiologi di Ohio State University, bekerja sama dengan Benjamin Gibbs, profesor sosiologi di Universitas Brigham Young untuk melakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan data yang sudah ada.
Data itu berasal dari Studi Longitudinal Anak Usia Dini (nces.ed.gov), sebuah program yang diawasi oleh Pusat Statistik Pendidikan Nasional. Data tersebut berisi penilaian guru, orang tua, dan administrator tentang perkembangan kognitif, sosial, emosional, dan fisik anak-anak di rumah dan di sekolah.
Guru menilai siswa enam kali dari awal taman kanak-kanak sampai akhir kelas lima, sedangkan orang tua menilai anak-anak mereka tiga kali dari awal taman kanak-kanak sampai kelas satu.
Downey dan Gibbs membandingkan data untuk kelas 1998-99 (19.150 siswa) dan 2010-11 (13.400 siswa) karena, meskipun kedua kelompok berada di bawah label Gen Z, masing-masing dibesarkan di dunia teknologi yang sangat berbeda.
Downey dan Gibbs menemukan sedikit perbedaan dalam bagaimana guru dan orang tua mengevaluasi keterampilan sosial anak-anak. Keterampilan sosial tetap sama, dan hanya ada sedikit bukti bahwa paparan layar bermasalah untuk pertumbuhan keterampilan sosial.
Bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor seperti penggunaan waktu layar dan susunan keluarga, keterampilan sosial tetap serupa untuk anak-anak dengan penggunaan gawai tingkat berat dan yang lebih ringan.
Satu-satunya pengecualian adalah anak-anak yang mengakses game online atau situs jejaring sosial berkali-kali dalam sehari. Waktu layar yang berlebihan dari anak-anak ini memang mengarah pada evaluasi keterampilan sosial yang sedikit lebih rendah.
Waktu di depan layar mungkin tidak membahayakan perkembangan sosial anak-anak seperti yang kita khawatirkan, namun tidak diperkenankan untuk anak mengakses gawai tanpa batas.
Malahan, penelitian lain menemukan bahwa waktu dengan gawai yang berlebihan memberi efek merusak pada pola tidur, kesehatan fisik, dan perkembangan bahasa.