ZONAUTARA.com – Asal usul dari bumi memang penuh misteri, salah satunya keberadaan hutan. Para ilmuwan menetapkan bahwa hutan Devon, sebuah lahan bekas tambang di dekat Kairo, New York, merupakan hutan tertua di dunia.
Temuan ini diterbitkan di Current Biology dengan judul Mid-Devonian Archaeopteris Roots Signal Revolutionary Change in Earliest Fossil Forests.
Hutan Devon ditemukan berusia 385 juta tahun. Temuan ini tentunya sangat membantu para ilmuwan dalam mempelajari lebih lanjut asal usul kehidupan terestrial.
Bagaimana peneliti menetapkan hal tersebut? Penelitian dilakukan dengan mengeksplorasi sistem akar Archaeopteris di situs hutan fosil Kairo. Potongan botani prasejarah menyebar secara horizontal di tanah. Beberapa akar berdiameter 15 sentimeter dan membentuk pola radial selebar 11 meter.
Setelah menganalisis sistem akar, para peneliti mengungkapkan keberadaan tiga kelompok tanaman yang telah punah, mereka adalah: Eospermatopteris, Archaeopteris, dan satu spesimen yang belum jelas diketahui.
Eospermatopteris adalah tanaman mirip pohon palem. Pohon-pohon ini memiliki batang tinggi. Mereka melakukan reporoduksi dengan spora dan memakai sistem akar yang belum sempurna dan memiliki jangkauan yang terbatas.
Dianggap sebagai perantara antara tanaman darat dan nenek moyang pakis modern dan ekor kuda, Eospermatopteris berlimpah di hutan fosil lain yang terletak di dekat hutan Devon.
Archaeopteris memiliki karakteristik yang mirip dengan tanaman benih modern. Munculnya Archaeopteris di situs Kairo berarti genus tersebut berakar kira-kira 20 juta tahun lebih awal dari perkiraan sebelumnya.
Penemuan ini membantu memperjelas evolusi misterius pohon dan hutan selama periode Devon, serta efek riak pada ekologi Bumi, siklus geokimia, dan susunan atmosfer.
Adapun spesimen ketiga, diwakili oleh sistem akar tunggal yang tidak jelas. Para peneliti mengatakan bahwa mereka mungkin jenis Lycopsida. Seperti keberadaan Archaeopteris, kehadirannya di situs Kairo dapat mendorong penelitian lebih dalam tentang tanaman prasejarah.
William Stein, penulis pertama studi, mengatakan bahwa temuan ini mungkin menunjukkan bahwa tanaman tersebut muncul lebih awal dari yang diyakini secara umum. Namun saat ini yang peneliti miliki hanya jejak kaki, dan menunggu adanya bukti fosil tambahan untuk konfirmasi.