ZONAUTARA.COM – Siapa tak kenal Pasar Tomohon? Nyaris tak ada wisawatan asing yang tak diajak oleh guidenya ke pasar yang lebih dikenal dengan julukan pasar ekstrim itu. Sebuah predikat yang disematkan lantaran pasar yang punya nama Pasar Beriman Tomohon ini, punya segalanya: segala daging satwa ekstotis yang tidak ditemui di pasar lain, ada di sini.
Lapak-lapak di los penjualan daging di Pasar Beriman Tomohon tidak direkomendasikan didatangi mereka pecinta hewan atau yang tidak tahan dengan cara membunuh hewan dan melihat darah segar hewan secara langsung. Betapa tidak, di pasar ini jika pembeli bersepakat dengan harga seekor anjing, hewan yang bagi sebagian orang dijadikan sebagai sahabat tersebut, dijerat lehernya dengan tali, diangkat dengan paksa dari kerangkeng, lalu dibunuh dengan cara memukul bagian kepalanya dengan batang kayu atau besi.
Tak hanya daging anjing, di pasar yang kesohor hingga ke mancanegara tersebut, tersedia pula daging kucing, biawak, ular piton, tikus hutan, babi hutan, hingga kelelawar. Dulu, beberapa daging satwa dilindungi juga bisa ditemui di sini, seperti daging yaki atau monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) dan kuskus. Khusus kelelawar, daging satwa eksotis inilah yang paling banyak dipajang di lapak-lapak penjual daging di Pasar Tomohon.
Kelelawar yang dijual di Pasar Tomohon nyaris tidak ada yang masih hidup. Semuanya sudah dalam kondisi mati. Pembeli punya dua pilihan, membawa pulang kelelawar mati secara utuh, atau yang sudah dibakar bulu tubuhnya nya. Semua penjual punya alat bakar untuk melucuti bulu halus kelelawar.
Seorang penjual di Pasar Tomohon dalam sebuah kesempatan mengakui bahwa saat sedang ramai, seperti jelang perayaan Natal dan Tahun Baru, dia bisa menjual hingga 2 ton daging kelelawar hanya dalam seminggu. Itu hanya dari satu penjual, sementara terdapat belasan penjual daging kelelawar di Pasar Tomohon. Belum lagi yang ada di Pasar Langowan dan berbagai pasar tradisional yang ada di Sulawesi Utara.
Namun berton-ton daging kelelawar di Pasar Tomohon berbanding terbalik dengan kondisi koloni kelelawar yang ada di berbagai wilayah di Sulut. Berbagai pengakuan masyarakat menyebut bahwa jika dulu hutan di sekitar kampung mereka menjadi habitat hidup kelelawar, kini satwa nokturnal itu sudah susah ditemui.
Pedagang di Pasar Tomohon pun mengakui bahwa pasokan daging kelelawar yang mereka jual kebanyakan sudah berasal dari luar Sulut. Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan hingga ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahkan beberapa informasi menyebut kelelawar juga sudah didatangkan dari wilayah Nusa Tenggara dan Kalimantan.
Didorong rasa penasaran apakah benar koloni kelelawar sudah jarang ditemui di habitatnya di Sulut, serta ingin melihat secara langsung lalu lintas pengangkutan komoditas kelelawar dari luar daerah, Zonautara mencoba melakukan penelusuran awal.
Penelusuran awal dilakukan pada akhir 2020 lalu. Dari informasi yang dikumpulkan, Desa Deaga di Kecamatan Pinolosian Tengah, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan disebut-sebut sebagai salah satu daerah pemasok kelelawar ke pasar-pasar tradisional di Minahasa. Jarak sejauh sekitar 250 KM ditempuh, mencoba menemui para pemburu di desa tepi pantai ini. Beberapa orang yang ditanyai mengatakan bahwa kelelawar kini semakin sulit dijumpai di tempat hidup mereka, hutan bakau yang ada di desa tersebut.
Meski hingga kini mereka masih menangkap kelelawar, tetapi pengakuan mereka menyebut hasil tangkapan itu hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri saja, tidak lagi dijual ke pengepul yang datang. Dulu, hutan bakau di Desa Deaga menjadi habitat koloni kelelawar.
Tak puas dengan kondisi yang ada di Desa Deaga, Zonautara.com bergeser sejauh sekitar 500 KM lagi, mencoba mendatangi lokasi-lokasi yang disebut sebagai tempat hidup koloni kelelawar. Tujuan pertama adalah Desa Lemito, di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Ada dua pulau di desa ini yang disebut-sebut sebagai tempat hidupnya koloni kelelawar, yakni Pulau Abuhu dan Pulau Lamu’o. Abuhu dalam bahasa Gorontalo artinya kelelawar, sebuah predikat yang disematkan lantaran ada jutaan kelelawar tinggal di pulau ini. Tapi itu dulu.
Saat didatangi, Pulau Abuhu tidak lagi punya kelelawar, begitu juga dengan Pulau Lamu’o. Kepala Desa Lemito, Usman Uwete, mengakui bahwa kedua pulau ini pernah menjadi rumah besar bagi kelelawar. Saking banyaknya sampai bisa membuat langit terlihat menghitam dan desa menjadi gelap.
“Saat saya masih kecil, kalau main sepak bola sore, langit selalu menghitam sebab kawanan kelelawar biasa lewat, namun sekarang tidak lagi,” katanya ketika Zonautara bertandang ke rumahnya pada medio September 2020 lalu.
Usman dan para warga tidak tahu persis kemana berpindahnya kelelawar-kelelawar tersebut. Namun dari beberapa tuturan warga, para pemburu kelelawar kerap mendatangi pulau tersebut. Kelelawar pergi karena pemburu menjerat dan menembaki koloni mereka.
Tak menemukan koloni kelelawar di Lemito, Zonautara mencoba bergeser ke Pundu Da’a, sebuah pulau yang dibentengi mangrove padat, berada di Dusun Montinelo, Desa Wanggarasi Timur, tidak jauh dari Lemito. Dengan menyewa perahu, Zonautara mencoba mengitari pulau yang dianggap keramat oleh warga sekitar. Lagi-lagi kondisi memiriskan ditemui, tak nampak koloni kelalawar dalam jumlah besar. Memang terdengar suara-suara kelelawar, tapi tidak sebanyak yang diceritakan para nelayan.
Para nelayan di sana menceritakan bahwa sejatinya Pulau Da’a adalah rumah bagi kelelawar. Tetapi karena sering ditembaki oleh pemburu, koloni penyerbuk buah malam hari itu berpindah tempat.
“Sekarang sudah tidak terdengar suara-suara. Padahal biasa, dulu, kalau melaut lewat pulau ini ada suara kelelawarnya. Saya sempat dengar ada perburuan, lalu dibawa ke Manado, ” kata Indra, nelayan yang perahunya kami sewa mengitari Pulau Da’a.
Terus menelusuri
Tidak menemukan kelelawar di Pundu Da’a, Zonautara mencoba memastikan tidak ada yang terlewat, dengan menyusuri sepanjang pesisir Kecamatan Marisa, Kecamatan Popayato Timur, termasuk pulau-pulau di jalur lintasan menuju Pulau Togean, Sulawesi Tengah. Namun semua tempat yang disebut-sebut sebagai tempat hidup koloni kelelawar, sama saja, tidak lagi ada lagi kelelawar dalam jumlah yang banyak.
Hingga kemudian Zonautara harus menempuh perjalanan panjang dengan medan beragam, berkelok dan terjal hingga tak beraspal dan harus menerjang kubangan air dan lumpur. Banyak kendaraan terperosok di sini. Namun, inilah akses satu-satunya lewat darat yang menghubungkan tiga desa terujung di Kecamatan Paguyaman Pantai: Lito, Apitalawu dan Olibu. Desa-desa yang berada di Kabupaten Bualemo, Provinsi Gorontalo.
Tidak mudah memang untuk bisa sampai ke Desa Olibu, Zonautara mesti bermalam di Desa Apitalawu. Beruntung, di Olibu kelelawar tidak lagi hanya cerita seperti sebelumnya. Berkat bantuan seorang warga, akhirnya bisa bertemu dan melihat langsung koloni kelelawar di habitatnya.
Di sini, ada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi insitu bagi kelelawar. Pengawasan wilayah konservasi dilakukan secara terpadu bersama masyarakat. Melalui kesepakatan antara kelompok, pemerintah desa, pemerintah kecamatan; perwakilan masyarakat, dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan riset yakni Universitas Negeri Gorontalo, masyarakat di Desa Olibu diberi pemahaman tentang manfaat kelelawar bagi alam. Harapannya masyarakat bisa menjaga eksistensi hewan yang punya banyak manfaat bagi kelestarian berbagai tanaman buah-buahan ini.
Gerakan ini bukan tanpa rintangan, karena kelelawar di Olibu dan daerah sekitarnya menjadi salah satu yang diburu oleh penangkap kelelawar. Upaya penyelamatan harus segera dilakukan, agar nasibnya tidak sama seperti daerah-daerah yang sudah didatangi sebelumnya, kelelawar menghilang.
Salah satu warga binaan dalam kelompok pemanfaat kelelawar tersebut mengantar Zonautara melihat koloni kelelawar di hutan dekat pantai. Sebagai mantan pemburu kelelawar, ia sangat berhati-hati, karena kini dirinya diminta menjadi pengintai jika masih ada yang pemburu. Karena itulah dia enggan menyebutkan namanya saat bertemu tim. Lelaki paruh baya ini menjadi ujung tombak para periset dan peneliti. Ia intens memberi laporan.
Dia menuturkan, meski kelelawar di Olibu sudah menjadi bagian dari program pelestarian, namun perburuan masih menjadi tantangan utama, terutama dari kampung-kampung lain di sekitar Olibu. Dari informasi yang dia terima, berton-ton kelelawar kerap dipasok dari berbagai tempat yang tidak jauh dari lokasi konservasi. Semuanya dikirim ke Manado, melalui pengepul yang datang membeli. Cerita yang sama didengar Zonautara saat bergeser ke Pulau Ponelo di Kabupaten Gorontalo Utara.
Di Ponelo, pulau yang harus diakses dari Pelabuhan Kwandang ini, koloni kelelawar bersarang di hutan bakau yang menjadi benteng pulau itu. Meski dilarang oleh warga sekitarnya, namun pemburu kerap mendatangi dan menangkap kelelawar. Mereka memasang perangkap dari tali nilon yang dipasangi mata pancing. Kelelawar yang tersangkut diperangkap lantas ditangkap lalu dikumpulkan untuk dijual pengepul. Beberapa warga yang diwawancarai mengakui bahwa para pengepul dari Manado datang membeli kelelawar. Berton-ton mereka bawa untuk dipasok ke pasar-pasar tradisional di Minahasa. Termasuk ke Pasar Tomohon.
Tempuh perjalanan panjang
Untuk memastikan bahwa pasokan kelelawar juga didatangkan dari provinsi lain selain provinsi Gorontalo, Zonautara ikut pula operasi yang digelar oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara pada akhir tahun 2022. Jelang perayaan Natal dan Tahun Baru, terjadi peningkatan permintaan daging eksotis di pasar-pasar tradisional di Minahasa. Daging-daging itu, termasuk daging kelelawar yang dipasok dari jauh dan menempuh perjalanan panjang, bahkan dari Sulawesi Tenggara.
Dan hal itu terbukti. Selama tiga malam Zonautara.com ikut dalam operasi, puluhan kendaraan pick up membawa berton-ton daging kelelewar. Meski kendaraan ini dicegat oleh tim yang melakukan operasi, tetapi mereka tetap dibiarkan lewat. BKSDA Sulut menggelar operasi dengan tujuan utama mencegah jenis satwa yang dilindungi diangkut dan diperdagangkan, atau jenis satwa liar lainnya yang ditangkap dari wilayah konservasi.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sulut, Yakub Ambagau, mengatakan, berdasarkan hasil beberapa kali operasi, memang daging satwa liar termasuk kelelawar yang dijual di pasar-pasar di Sulut saat ini sering dipasok dari luar Sulut.
“Operasi ini dilakukan untuk meminimalisir peredaran tumbuhan dan satwa liar ilegal. Karena daging-daging satwa liar di Sulut sudah bukan lagi berasal dari Sulut tetapi lebih banyak berasal dari Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Gorontalo,” ujar Yakub pada 21 Desember 2022.
Yakub bahkan menceritakan pada tahun 2021, saat patroli serupa digelar, pihaknya mencatat ada sebanyak 10,65 ton daging satwa liar yang berasal dari berbagai provinsi di pulau Sulawesi yang masuk ke Sulut. Jumlah itu hanya yang teramati selama operasi saja. Bukan mencerminkan angka yang sebenarnya. Sebab sepanjang tahun, daging kelelawar tersedia berjubel di Pasar Tomohon dan Pasar Langowan, sementara di sepanjang rute Trans Sulawesi, khususnya jalur yang melewati Sulawesi Utara, tidak ada penjagaan khusus yang memeriksa dan menghitung berapa banyak daging satwa liar termasuk kelelawar yang dilalulintaskan.
Penelitian Liana dan Witno (2021) menemukan bahwa daging kelelawar menjadi salah satu daging satwa liar yang yang digemari oleh masyarakat di Sulawesi Utara. Pada penelitian Liana dan Witno ini juga ditemukan bahwa data yang diperoleh untuk daging kelelawar yang konsumsi di Sulawesi Utara mencapai 569.515 ekor per tahun atau setara dengan 189 ton per tahun.
Sementara survei yang dilakukan Sheherazade dan Susan M. Tsang (2015), menemukan bahwa terdapat tujuh pasar besar di Sulawesi Utara yang menawarkan daging satwa liar termasuk kelelawar selain Pasar Beriman di Kota Tomohon. Survei itu menemukan bahwa sebanyak 38% daging kelelawar hitam di pasar-pasar tersebut berasal dari Sulawesi Selatan sedangkan 56% berasal dari provinsi lainnya di Sulawesi dan 6% dari Kalimantan.
Hasil survei ini sejalan dengan apa yang dilihat oleh Zonautara selama melakukan penelusuran di beberapa lokasi di Sulut dan Gorontalo serta saat operasi BKSDA Sulut pada akhir 2021. Ratusan ton daging kelelawar yang berjubel sepanjang tahun di Pasar Tomohon dan pasar-pasar tradisional lain di Sulut itu, kini dipasok dengan menempuh perjalanan yang panjang dari luar Sulut.
Mengapa kelelawar penting
Aktif pada malam hari, kelelawar memiliki kemampuan untuk terbang dengan menggunakan sayap yang terbuat dari kulit tipis yang membentang dari jari-jari mereka. Kelelawar juga memiliki kemampuan untuk menggunakan sonar untuk menemukan mangsa dan menghindari rintangan saat terbang.
Di alam hewan kelelawar punya peran yang sangat penting bagi manusia. Hewan menyusui ini berkontribusi mulai dari urusan pangan hingga penanggulangan penyakit. Daging kelelawar memang dapat menjadi sumber protein bagi manusia, tetapi jika pengambilannya di alam tidak dikendalikan, kehilangan kelelawar di alam akan berdampak banyak bagi manusia dan tumbuhan.
Dalam hal pangan, kelelawar menyerbuki tanaman yang buahnya sering dikonsumsi manusia. Di Kebun Raya Bogor Saja, seperti dijelaskan oleh Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Dr. Siti Nuramaliati Prijono, kelelawar menyerbuki 52 jenis tumbuhan. Penelitian juga berhasil mengidentifikasi ada 186 jenis tumbuhan tropis yang bisa dapat digunakan sebagai obat, makanan, serta penghasil kayu tergantung dari kelelawar.
“Jika Anda makan pisang, itu pasti hasil kerja kelelawar, ” kata Prof. Dr. Ibnu Maryanto, ahli kelelawar yang sudah 20 tahun meneliti hewan malam tersebut, seperti dikutip dari website LIPI.
Selain membantu penyerbukan, kelelawar juga berfungsi sebagai predator hama pertanian. “Salah satu pemakan hama utama padi, ” kata Siti.
Peran penting lain kelelawar di alam adalah bisa menjadi alat kontrol biologi penyakit malaria. Salah satu penyakit yang saban tahun menjadi persoalan di hampir sebagian besar wilayah Indonesia. “Dalam sekali jalan, seekor kelelawar bisa memakan sekitar 6.000 nyamuk, ” kata Ibnu.
Menurut Ibnu, saat ini diperkirakan dari 225 jenis kelelawar di Indonesia sekitar 5 persennya sudah hilang. Meskipun demikian, di Indonesia masih sering ditemukan spesies baru.
Peneliti lainnya di LIPI, Sigit Wiantoro, peneliti biosistematika vertebrata mengatakan, kelelawar, memiliki peranan yang penting dalam rantai ekosistem. Kawanan itu dapat jadi penyerbuk alami beberapa jenis buah, terutama durian. Selain itu, kelelawar juga memangsa beberapa serangga hama.
Di daerah tropis, kira-kira ada 300 tanaman yang pembuahannya sangat bergantu pada kehadiran kelelawar. Diperkirakan 95% regenerasi hutan dilakukan oleh kelelawar jenis pemakan buah atau madu. Biji yang disebarkan kelelawar mempunyai tingkat perkecambahan lebih tinggi dibandingkan dengan perkecambahan alami atau langsung tanpa bantuan satwa.
Selain mempunyai peranan yang penting bagi manusia dan tumbuhan, kelelawar juga dapat menjadi ancaman karena menjadi agen penyakit. Satwa ini dikenal sebagai reservoir host bagi beberapa virus penyebab penyakit. Dikutip dari Mongabay Indonesia, Risma Illa Maulany, peneliti Kelelawar dari Laboratorium Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin mengatakan, dari 74 jenis kelelawar terdapat 66 jenis virus yang teridentifikasi, termasuk lyssavirus, rabies, hendra/nipah virus, ataupun bat corona.
Melihat kontribusi penting kelelawar bagi alam dan peran pentingnya lainnya bagi manusia, serta potensi menularkan penyakit, semestinya perburuan dan penangkapan kelelawar sudah harus dikendalikan. Agar kelak satwa liar ekostis ini tidak lagi berjubel di pasar tradisional, dan bisa hidup menjadi rantai ekosistem di habitatnya.