Penyelenggara acara di UCLA meminta agar peserta tidak membawa bendera, spanduk, ataupun poster. Mereka berharap bisa menciptakan ruang inklusif bagi komunitas lokal Yahudi dan Palestina untuk berduka bersama atas korban tewas di kedua pihak yang berperang sejak 7 Oktober.
Profesor Sejarah Yahudi di UCLA, David Myers, mengatakan siklus kekerasan yang dipicu oleh trauma bersama antara orang-orang Yahudi dan Palestina ini harus diakhiri.
“Dalam acara ini, kami ingin mempertemukan orang-orang yang bisa melihat sisi kemanusiaan orang lain, yang mampu merasakan penderitaan orang lain, bukan hanya penderitaan mereka sendiri, untuk menciptakan ruang yang sangat langka di dunia ini, yang sangat langka di negara ini, dan tentu saja sangat langka di Israel-Palestina, di mana orang-orang bisa menjaga rasa kemanusiaan bagi kedua pihak,” kata Myers.
Salah seorang panitia penyelenggara, Salam Al-Marayati, adalah ketua Dewan Urusan Masyarakat Muslim.
Ia mengatakan, “Saya di sini dalam solidaritas bersama komunitas Yahudi, Muslim, dan Kristen untuk memperjuangkan perdamaian, berdoa kepada Tuhan untuk memberikan jalan keluar, karena manusia belum menemukan jalan menuju perdamaian di Timur Tengah. Mereka hanya memikirkan cara melancarkan lebih banyak perang dan lebih banyak penderitaan. Jadi, mungkin di sini kami bisa berbuat sesuatu yang bisa membantu mewujudkan perdamaian.”
Jaksa Agung Amerika Merrick Garland mengatakan ancaman terhadap orang Yahudi, Muslim, dan Arab Amerika “naik secara signifikan” dalam beberapa pekan terakhir. Banyak dari ancaman tersebut terjadi di kampus-kampus.
Di negara bagian New York, mahasiswa Cornell University, Patrick Dai masih ditahan dalam penjara federal. Ia dituduh membuat ancaman secara online akan membunuh mahasiswa Yahudi di kampus tersebut.
Di UCLA, mahasiswi Rachel Burnett mengatakan dia melihat banyak terjadi ketegangan di kampus terkait perang di Gaza.
“Apa yang kami coba hadirkan di sini hari ini adalah sumber persatuan dan bukan perpecahan, karena menurut saya, kita banyak mendengar berita tentang keberpihakan dan perpecahan, namun kita tidak mendengar tentang persatuan dan kebersamaan. Sangat penting bagi saya untuk menunjukkan bahwa saya ingin ini menjadi pesan di kampus-kampus – doa bersama, duka bersama,” harapnya.
Aziza Hasan, warga Amerika keturunan Palestina, adalah direktur eksekutif NewGround, kelompok kerja sama komunitas Muslim-Yahudi. Menurutnya, penting bagi kedua komunitas untuk berduka bersama.
“(Acara ini) Benar-benar memberikan ruang untuk rasa sakit dan merasakannya secara langsung, bersama-sama, karena takdir kita saling terkait, suka atau tidak. Dan kita harus mencari jalan keluar dari situasi ini, kita harus mencari cara untuk merasakan dan menyaksikan penderitaan satu sama lain,” ujar Hasan.
Dengan berduka bersama, penyelenggara mengatakan mereka berharap bisa meredakan ketegangan antara pendukung lokal yang pro-Palestina dan pro-Israel.[ka/em]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia