ZONAUTARA.com – Kemajuan teknologi telah mengubah berbagai aspek dalam industri media massa, mulai dari strategi pemasaran hingga produksi konten.
Saat ini, dengan semakin pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), media menghadapi tantangan baru yang semakin kompleks. Penggunaan AI menciptakan peluang sekaligus ancaman bagi ekosistem media.
Kurangnya inovasi dan adaptasi dalam mengadopsi teknologi baru menyebabkan beberapa media gagal dalam meningkatkan distribusi konten serta efisiensi operasional.
Selama puluhan tahun, media massa menjadi pilar utama dalam penyebaran informasi. Namun, kini media mengalami disrupsi ganda yang tidak hanya mengubah cara memperoleh pendapatan melalui iklan tetapi juga merombak seluruh sistem produksi dan distribusi konten.
Perubahan ini semakin nyata di era digital, di mana platform teknologi seperti mesin pencari dan media sosial semakin mendominasi penyebaran informasi.
Konsep disrupsi ganda ini menjadi perhatian utama dalam Konvensi Nasional Media Massa 2025, yang berlangsung di Hall Dewan Pers, Jakarta, pada Kamis (20/2) siang, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Zonautara.com.
Dalam acara tersebut, Tri Agung Kristanto, Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, menegaskan bahwa konvensi ini bertujuan untuk membangun kesadaran bersama mengenai tantangan serta peluang yang dihadapi industri media.
Menurut Tri Agung, yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Konvensi Nasional Media Massa 2025, diskusi dalam konvensi ini akan berlangsung dalam dua sesi.
Harapannya, acara ini dapat menemukan solusi serta membangun pemahaman bersama antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan platform digital, untuk menciptakan ekosistem media yang sehat dan berkelanjutan.
“ Jika kondisi ini bisa terwujud, maka jurnalisme berkualitas, jurnalisme yang mencerahkan, dan jurnalisme yang memberdayakan publik bisa terwujud,” katanya.
Konvensi Nasional Media Massa 2025 bertujuan menganalisis dampak disrupsi digital, teknologi informasi, dan kecerdasan buatan terhadap media massa.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam sambutannya mengatakan, industri pers sedang tidak dalam kondisi menguntungkan.
Media massa tidak lagi menjadi sumber utama warga mencari berita, iklan nasional perusahaan pers 75 persen diambil alih platform digital global dan media sosial.
Belum lagi efisiensi anggaran disejumlah kementrian yang secara tidak langsung ikut berpengaruh pada media.
“Untuk itu, para insan pers mau tak mau harus memutar otak agar industri media bisa bertahan di tengah badai yang seakan tak berhenti, di tengah disrupsi ganda yang kita hadapi, kita harus mampu bertahan memanfaatkan peluang-peluang baru yang muncul sekaligus membenahi kualitas pemberitaan kita,” katanya.
Konvensi Nasional Media Massa 2025 dibagi dalam dua sesi. Dalam sesi pertama ini menghadirkan pemateri mewakili pelaku usaha media, Executiv Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, yang memaparkan iklim pers tengah mengalami degradasi dan membutuhkan aturan atau regulasi baru untuk memperkuat iklim media.
Komisioner KPI I Made Sunarsa, menegaskan peran lembaga yang diampunya sebagai lembaga penyiaran penjernih disinformasi.
Akademisi dari Universitas Multimedia Nusantara, Ignatius Haryanto, mengajak media untuk memahami kemauan audiens melalui survey kuantitatif dan kualitatif, dan pentingnya media mengikuti perkembangan teknologi.
Sesi kedua Konvensi Nasional Media Massa 2025, membahas relasi media massa dengan teknologi dan platform.
Pemateri dalam sesi ini menghadirkan, Wakil Sekjen Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial Indonesia (Korika) Dr Dini Fronitasari, yang memaparkan teknologi hanyalah sebuah instrument, dan manusia harus mengambil kendali atas perkembangan akal imitasi.
Sementara Pemimpin Redaksi IDNTimes.com, Zulfiani Lubis dalam paparannya menegaskan akal imitasi bukan produk jurnalistik, dan news value adalah bagian terpenting dalam produk jurnalistik.
Ketua Komite Tanggungjawab Perusahaan Platform Digital untuk Jurnalis Berkualitas, Suprapto Sasro Atmojo, memberi paparan perlunya platform digital memberikan pelatihan dan program jurnalis berkualitas.
Era disrupsi menjadi tantangan dan peluang bagi media massa. Perusahaan media sebagai publisher perlu membangun hubungan yang setara dengan platform digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas.
Komitmen terhadap jurnalisme berkualitas, diversifikasi pendapatan, dan adopsi teknologi, menjadi peluang media massa untuk bangkit.
Media massa harus kembali fokus pada prinsip-prinsip jurnalisme yang netral, independen, dan berbasis fakta serta transparan dalam proses penyusunan berita.
***