SITARO, ZONAUTARA.com – Sepuluh warga negara asing (WNA) asal Filipina ditemukan terdampar di Pulau Pasige perairan Tagulandang, saat kapal karam dihantam cuaca buruk, Senin (17/03/2025). Keberadaan WNA itu kini diperiksa Polres Sitaro. Mereka diduga melakukan lintas batas secara ilegal.
Sesuai keterangan saksi, Kris Dalandang nelayan Desa Mohongsawang yang di periksa Polisi, menyebutkan bahwa pada Senin (17/03/2025) pukul 12.00 WITA, ia sedang melaut dan melihat perahu misterius berisi Sepuluh orang tepat di depan Pulau Pasige.
Perahu tersebut kata Kris, masuk ke dalam Pulau Pasige namun bukan di tempat biasanya warga lokal berlabu, sehingga diterjang gelombang dan kandas di bebatuan. Sebagian penumpang tampak melompat ke air untuk mengamankan perahu.
“Saksi langsung mendekati perahu tersebut dan mananyakan asal, terdapat seseorang yang bisa berbahasa Indonesia mengaku dari Sangihe, Tahuna. Karena masih penasaran dia memanggil temannya sesama nelayan, dan mendekati perahu tersebut, selanjutnya mereka (penumpang perahu) meminta tolong sebab sudah dua hari tidak makan, kehabisan stok makanan dan mengaku barasal dari Filipina dengan kondisi salah satu mesin rusak,” kata Kasat Reskrim Polres Sitaro, Iptu Rofly Saribatian, mengutip penjelasan saksi.
Lanjutnya, oleh para saksi membagikan makanan dan menarik perahu dan dibawa ke Pulau Tagulandang.
Informasi lain diperoleh lewat penerjemah bahasa, Maribel Manangsang dari Tagulandang, kepada dia para WNA itu menjelaskan awalnya ada 13 orang WNA berangkat dari Pulau Saranggani Balut (Filiphina) pada 10 Maret 2025. Mereka terdiri dari 10 laki-laki dan 3 perempuan.
Pada 12 Maret 2025 mereka singgah di Pulau Tinakareng, Kecamatan Tabukan Utara Kepulauan Sangihe. Di sana tiga perempuan turun mencari pekerjaan, sedangkan sepuluh lainnya melanjutkan perjalanan ke Bitung. Alasannya untuk bekerja di kapal ikan tuna.
“Tetapi dalam perjalanan salah satu mesin perahu mengalami kerusakan sehingga perjalanan terkendala dan berlindung di Pulau Pasige sebelum ditemukan nelayan,” kata Rofly lagi.
Kesepuluh WNA itu kini berada di Polsek Tagulandang. Namun menurut Rofly, meskipun ada pengakuan, namun pihaknya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut lagi, dan rencananya pada Selasa, 18 Maret 2025 akan dibawa dengan kapal ke Polres Sitaro di Pulau Siau.
“Rencana tindak lanjut akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendalami motif dan siapa yang memfasilitasi kedatangan mereka ke wilayah Indonesia,” katanya.
Polres telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan rencananya, Kamis, 20 Maret 2025 pihak Imigrasi Tahuna akan datang ke Polres Sitaro
“Jika ditemukan ada orang yang memfasilitasi kedatangan mereka untuk dipekerjakan di wilayah Indonesia secara tidak sah (tanpa melalui pemeriksaan pejabat keimigrasian) maka akan diproses pidana. Sementara untuk yang lain akan dilakukan proses pemulangan bekerjasama dengan pihak Imigrasi Tahuna,” ungkap Rofly.
Longgarnya perbatasan, memungkinkan para pelintas batas menyebrang.
Kejadian WNA Filipina terdampar di perairan Sulawesi Utara khususnya di Kepulauan Sitaro, bukan kali pertama. Nyaris setiap tahun ada laporan WNA ditemukan warga. Longgarnya penjagaan di tapal batas membuat para pelintas ini bisa setiap saat menyeberang.
Selain mengaku sebagai nelayan, alasan lainnya ketika ditemukan warga yakni mencari pekerjaan. Kehadiran WNA ini patut diperiksa secara mendalam.
Sebelumnya sudah tayang di zonautara.com sebuah investigasi yang menemukan beberapa praktik dilakukan pelintas batas yang memperdagangkan satwa liar dari Indonesia ke Filipina ataupun sebaliknya.
Sebelumnya, Melvin alias Jimmy (61 tahun) bersama Manuel Toletine (53) dan Mike Artocillia (53) ditahan oleh Polres Sangihe pada 7 September 2023. Mereka bertiga dibawa oleh Polres Sangihe ke Tahuna setelah kapal kecil KM Nataleon mengalami kerusakan di Pulau Para. Kapal itu sebelumnya berangkat dari Bitung menuju Filipina. Cuaca buruk dan gelombang tinggi merusak kapal dan terdampar di Para.
Penduduk Pulau Para lantas melaporkan ke polisi kejadian itu. Saat diperiksa oleh petugas, di atas kapal ditemukan ratusan ekor burung berbagai jenis, termasuk paruh bengkok. Atas temuan itu, Satuan Polairud Polres Sangihe menahan ketiganya.
Sementara ada dua orang yang berhasil kabur. Ketiganya mengaku sebagai orang Filipina, namun Melvin memiliki KTP Bitung. Ini merupakan satu kasus dari aksi setiap tahun baik yang berhasil di amankan ataupun lolos. Kurangnya personel menjaga perbatasan serta armada tempur serta terbukanya ratusan jalur kecil menjadi tantangan, bagimana menjaga perbatasan.