Utamakan ibu saat lahiran: Mengembalikan fokus pada nyawa dan kebutuhan perempuan

Menurut data WHO, sekitar 287 ribu perempuan meninggal setiap tahun akibat komplikasi saat kehamilan dan persalinan.

Neno Karlina Paputungan
Editor: Redaktur
Ilustrasi, (Foto: Pixabay.com).

ZONAUTARA.com – Proses kelahiran kerap dianggap sebagai momen membahagiakan bagi keluarga besar. Namun di balik itu, ada satu hal krusial yang sering terabaikan: keselamatan dan kenyamanan sang ibu.

Dalam budaya yang masih kuat menjunjung adat dan ekspektasi sosial, perempuan kerap ditekan untuk “melahirkan dengan sempurna”—yakni tanpa keluhan, tanpa intervensi medis, dan harus siap kembali menjalankan peran domestik segera setelah bayi lahir.

Padahal, proses persalinan adalah titik kritis yang bisa mengancam nyawa.

Menurut data WHO, sekitar 287 ribu perempuan meninggal setiap tahun akibat komplikasi saat kehamilan dan persalinan.

Sebagian besar kematian ini sebenarnya bisa dicegah jika pelayanan kesehatan berfokus pada ibu, bukan hanya bayi.



Kenapa ibu harus jadi prioritas?

Kelahiran sering dipersepsikan hanya soal “menyambut bayi baru”. Tapi kenyataannya, bayi tak akan bisa lahir dengan selamat jika tubuh ibu tidak dipersiapkan dengan baik.

Dalam dunia medis, ada istilah “Respectful Maternity Care”—pelayanan bersalin yang menghormati hak-hak perempuan, termasuk hak atas informasi, hak untuk memilih metode persalinan, hingga hak untuk tidak dipaksa melahirkan secara vaginal jika ada indikasi medis untuk caesar.

Mengutamakan ibu berarti memberikan informasi yang utuh kepada perempuan sebelum melahirkan, mendengarkan kekhawatiran mereka, dan memastikan persetujuan mereka terhadap prosedur medis.

Banyak kasus menunjukkan bahwa perempuan justru mengalami trauma pascamelahirkan karena merasa tubuh mereka “diambil alih” oleh tenaga kesehatan atau keluarga besar.

Budaya yang mengaburkan prioritas

Di beberapa komunitas, perempuan bahkan dipersalahkan jika tidak bisa melahirkan “secara normal”.

Label seperti “tidak kuat jadi ibu” atau “tidak sempurna sebagai perempuan” masih menghantui mereka yang melahirkan secara caesar atau membutuhkan tindakan medis tambahan.

Ini menunjukkan bahwa masyarakat belum menempatkan keselamatan ibu sebagai prioritas utama.

Bahkan, keputusan medis kerap diambil oleh suami atau keluarga, bukan oleh ibu itu sendiri. Ini melanggar hak dasar perempuan atas tubuhnya.

Mendorong perspektif gender dalam pelayanan kesehatan

Sudah saatnya sistem kesehatan, tenaga medis, dan masyarakat luas mengadopsi pendekatan berbasis gender dalam proses persalinan.

Artinya, bukan hanya fokus pada bayi, tapi juga memastikan bahwa ibu mendapatkan dukungan fisik dan emosional yang layak.

Memberikan ruang kepada ibu untuk menyuarakan keinginannya dalam proses persalinan adalah bentuk penghormatan atas hak asasi perempuan.

Penting juga untuk melibatkan perempuan dalam setiap proses pengambilan keputusan tentang tubuh dan kesehatannya. Tanpa itu, kita hanya melestarikan sistem yang melihat perempuan sebagai “wadah bayi”, bukan sebagai manusia utuh.

Suka berkelana ke tempat baru, terutama di alam bebas. Mencintai sastra fiksi dan tradisi. Berminat pada isu-isu ekofeminisme, gender, hak perempuan dan anak. Beberapa kali menerima fellowship liputan mendalam. Tercatat sebagai anggota AJI.
Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com