ZONAUTARA.com – Hari Jumat sering disebut sebagai hari yang istimewa dalam Islam. Banyak yang mengenalnya sebagai hari ibadah utama bagi laki-laki Muslim, karena kewajiban melaksanakan salat Jumat berjemaah di masjid.
Namun, penting dipahami bahwa hari Jumat juga memiliki makna dan nilai spiritual yang tinggi bagi perempuan Muslim, meskipun bentuk ekspresinya mungkin berbeda. Bagi perempuan, Jumat bukan sekadar hari libur atau momen pelengkap, ia adalah hari penuh keberkahan, pengingat spiritual, dan kesempatan memperdalam hubungan dengan Sang Pencipta.
Dalam tradisi Islam, hari Jumat disebut sebagai sayyidul ayyam, atau penghulu segala hari. Rasulullah SAW menyebut bahwa hari Jumat adalah hari terbaik di mana Adam AS diciptakan, diturunkan ke bumi, dan wafat. Juga hari di mana kiamat akan terjadi. Artinya, hari ini sarat makna keimanan yang berlaku untuk seluruh umat Islam, tanpa membedakan jenis kelamin. Maka, perempuan pun memiliki akses spiritual yang sama untuk meraih keberkahan hari ini.
Meskipun perempuan tidak diwajibkan untuk mengikuti salat Jumat di masjid seperti laki-laki, mereka tetap bisa menjalankan ibadah-ibadah sunnah yang dianjurkan pada hari tersebut. Membaca Surah Al-Kahfi, memperbanyak selawat kepada Nabi, bersedekah, berdoa terutama di waktu mustajab (antara asar dan magrib), hingga memperbanyak zikir dan muhasabah diri adalah amalan yang sangat dianjurkan. Semua ini bisa dilakukan dari rumah, dari tempat kerja, atau bahkan di sela aktivitas harian seorang ibu, pekerja, atau pelajar perempuan.
Bagi banyak perempuan, terutama yang memiliki tanggung jawab domestik seperti mengasuh anak atau merawat keluarga, hari Jumat justru menjadi momen untuk mengembalikan energi spiritual. Di tengah kesibukan yang sering tak terlihat, Jumat menjadi ruang kecil untuk memperkuat jiwa dan menyambung kembali keheningan batin dengan Tuhan. Ini menjadikan hari Jumat sebagai hari pemulihan, hari refleksi, dan hari memperbarui niat dalam menjalani peran sebagai perempuan Muslim.
Dalam konteks sosial, hari Jumat juga bisa menjadi momentum solidaritas. Di berbagai komunitas Muslim, perempuan sering mengadakan pengajian Jumat pagi, berbagi makanan Jumat berkah, hingga membentuk kelompok doa bersama. Aktivitas ini bukan hanya bentuk ibadah, tapi juga ruang saling menguatkan di antara perempuan. Peran-peran ini memperlihatkan bahwa meskipun perempuan tidak duduk di saf salat Jumat masjid besar, mereka tetap hadir dalam denyut spiritual umat.
Penting pula dicatat bahwa banyak perempuan Muslim aktif yang menjadikan Jumat sebagai hari memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam ranah sosial. Baik sebagai pendidik, aktivis, relawan, atau pemimpin komunitas, mereka menjadikan Jumat sebagai hari menyebarkan kebaikan dan ilmu. Ini menunjukkan bahwa keberkahan hari Jumat tidak terbatas pada ritual, tetapi juga pada kontribusi nyata di tengah masyarakat.
Dengan begitu, hari Jumat bukanlah hari yang “kurang penting” bagi perempuan hanya karena mereka tidak diwajibkan salat Jumat di masjid. Justru, hari ini membuka banyak peluang spiritual yang fleksibel dan mendalam, sesuai dengan kondisi masing-masing. Dalam kesunyian rumah, dalam perjalanan kerja, atau di tengah komunitas kecil, perempuan Muslim tetap bisa merayakan keagungan Jumat dengan cara yang otentik dan bermakna.


