Narasi kekerasan dan patriarki dalam lirik lagu ‘Hati yang Luka’

Neno Karlina Paputungan
Penulis: Neno Karlina Paputungan Editor: redaktur
Tangkapan layar dari Youtube official Betharia Sonata.

ZONAUTARA.com – Lagu “Hati yang Luka” yang dipopulerkan oleh Betharia Sonata pada era 1980-an menjadi salah satu karya musik legendaris Indonesia.

Dengan lirik yang penuh emosi, lagu ini menceritakan kisah seorang perempuan yang bertahan dalam hubungan penuh kekerasan, namun akhirnya harus menerima kenyataan pahit.

Di balik kisah personal yang tersirat, lagu ini juga menggambarkan realitas ketidaksetaraan gender yang masih relevan hingga kini.

Kekerasan dalam rumah tangga: Beban perempuan

Dalam liriknya, perempuan digambarkan sebagai pihak yang kerap menjadi korban kekerasan, baik fisik maupun emosional. Frasa “Lihatlah tanda merah di pipi, bekas gambar tanganmu” secara gamblang menunjukkan bentuk kekerasan fisik yang dialami tokoh perempuan dalam lagu.

Ini mencerminkan bagaimana perempuan sering kali menjadi pihak yang rentan dalam hubungan yang tidak sehat.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah salah satu bentuk ketidaksetaraan gender yang paling nyata.

Banyak perempuan yang merasa terjebak dalam hubungan seperti ini karena tekanan sosial, ekonomi, atau budaya yang mengharuskan mereka bertahan demi keutuhan keluarga.

Dalam konteks lagu, hal ini tergambar pada upaya tokoh perempuan untuk “mengalah demi keutuhan kita berdua.”

Peran tradisional yang membelenggu perempuan

Lirik seperti “Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku” menunjukkan bagaimana perempuan sering kali dipandang sebagai milik keluarga atau suami.

Perempuan digambarkan sebagai pihak yang “dipinang” dengan emas, yang melambangkan nilai mereka diukur berdasarkan harta atau mas kawin.

Konsep ini mencerminkan budaya patriarki yang mengakar, di mana perempuan sering kali tidak dianggap sebagai individu yang merdeka, tetapi sebagai “objek” dalam hubungan.

Lebih jauh, frasa “Dulu bersumpah janji di depan saksi” menyoroti ekspektasi sosial yang sering kali membebani perempuan untuk mempertahankan pernikahan, meskipun dalam kondisi yang merugikan mereka.

Perempuan sering kali merasa terikat oleh norma yang menganggap kegagalan pernikahan sebagai aib, meskipun mereka menjadi korban dalam hubungan tersebut.

Dusta dan pengkhianatan: Ketimpangan dalam hubungan

Lagu ini juga mengangkat tema perselingkuhan yang tergambar dalam lirik “Mungkin ini lebih baik agar kau puas membagi cinta.” Pengkhianatan ini menambah beban emosional bagi perempuan, yang sering kali merasa tidak berdaya dalam hubungan yang tidak setara.

Fenomena ini juga mencerminkan bagaimana perempuan kerap menjadi korban dalam dinamika kuasa yang tidak seimbang.

Perempuan sering kali dituntut untuk setia dan berkorban, sementara laki-laki memiliki kebebasan lebih besar dalam bertindak.

Harapan untuk perubahan

Meski lagu ini mencerminkan realitas pahit yang dialami banyak perempuan, kisah dalam liriknya juga menyiratkan harapan untuk pembebasan.

Pilihan untuk “berpisah” yang diungkapkan dalam lagu menjadi simbol keberanian perempuan untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat, meskipun keputusan tersebut tidak mudah.

Dalam konteks modern, lagu ini mengingatkan kita akan pentingnya memperjuangkan kesetaraan gender dan melawan norma-norma patriarki yang membelenggu perempuan.

Kekerasan dalam rumah tangga, pengkhianatan, dan penindasan emosional bukanlah sesuatu yang dapat diterima atau dianggap biasa.

Hati yang Luka bukan sekadar lagu patah hati, melainkan refleksi mendalam tentang ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan.

Dengan lirik yang menggugah, lagu ini membuka ruang untuk diskusi tentang perlunya perlindungan, pengakuan, dan penghormatan terhadap hak-hak perempuan.

Kisah dalam lagu ini mengajak kita untuk tidak hanya memahami penderitaan perempuan, tetapi juga mengambil tindakan nyata untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Suka berkelana ke tempat baru, terutama di alam bebas. Mencintai sastra fiksi dan tradisi. Berminat pada isu-isu ekofeminisme, gender, hak perempuan dan anak. Beberapa kali menerima fellowship liputan mendalam. Tercatat sebagai anggota AJI.
Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.