MANADO, ZONAUTARA.com – Raut mukanya menyiratkan betapa beratnya harus jadi tulang punggung keluarga di saat sedang menjadi pengungsi. Dia harus meninggalkan negaranya Afganistan demi menghindar jadi target kekejaman Taliban.
Begitulah Muhammad Yaqub yang selama tujuh tahun jadi penghuni Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado. Di Indonesia sendiri, dia bersama keluarganya, sudah 17 tahun. Waktu yang sangat lama.
“Awalnya, pada tahun 2000 kami tinggal di Rudenim Sumbawa lalu dipindahkan ke Rudenim Manado pada tahun 2010 sampai sekarang,” tutur Yaqub dalam kesempatan wawancara dengan wartawan Zona Utara, Selasa (5/12/2017).
Meskipun sudah cukup lama berada mendiami Rudenim, Yaqub sekeluarga belum kunjung mendapatkan status sebagai Pengungsi dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM). Dirinya pun merasa heran pada kenyataan ini. Padahal ada pengungsi lain yang baru tinggal tiga atau emapat tahun di Indonesia, sudah dapat status tersebut.
“Keluarga kami berasal dari Bamian. Bersama warga lainnya mengisi formulir untuk bisa mendapatkan status Refugges. Namun oleh badan tersebut, kami di-reject atau ditolak. Entah apa alasannya,” jelas pria 60 tahun ini.
Dirinya pun paham bahwa untuk mendapatkan status tersebut, haruslah memenuhi salah satu persyaratan. Persyaratan untuk bisa mendapatkan status Pengungsi adalah mengalami penganiayaan oleh karena suku, agama, bangsa atau keanggotaan kelompok sosial atau politik, perang karena politik, penganiayaan dan pelanggaraan hak asasi manusia, termasuk penyiksaan atau diskriminasi.
“Kami ini termasuk dalam kategori-kategori tersebut,” tegas sosok yang di negaranya berprofesi sebagai guru ini.
Di Sumbawa, lanjut Yaqub, saat usia anaknya Yahya baru beranjak satu minggu, IOM menghentikan bantuan makanan dan bahan lainnya. Itu berlangsung selama dua tahun. Demi seisi keluarga bisa makan, Yaqub setiap minggunya pergi ke masjid terdekat dan mengharap iba orang, demi untuk sekedar bisa makan.
“Saya setiap minggunya ke masjid. Jadi tukang bersih. Bantu-bantu di sana. Ada saja masyarakat di sekitar yang mau membantu memberikan beras dan pakaian untuk kami,” ujar Yaqub.
Baca juga:Â Lolos Incaran Taliban, Yaqub Sekeluarga Kini Jadi Penghuni Rudenim Manado
Kini, setelah tujuh tahun berlalu dan menempati salah satu ruang di Rudenim Manado, Yaqub masih tak tahu akan seperti apa nasibnya bersama keluarganya kelak. Yaqub menyampaikan protes ke organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan cara unik. Memberi nama anaknya yang keempat dengan nama Tahanan PBB dan anaknya yang kelima dengan nama Tahanan PBB Nomor Dua.
“Ini adalah bentuk protes terhadap PBB, UNHCR, dan IOM atas perlakuan terhadap kami.” tandasnya.
Editor: Rahadih Gedoan