MINAHASA, ZONAUTARA.com — Bermandi keringat sudah menjadi hal biasa bagi Inggrid Worung, gadis 28 tahun asal Mokupa, Kecamatan Tombariri, Minahasa ini.
“Sekarang sudah agak ringan, karena saya sudah punya mesin untuk mencampur limbah kayu, kalau dulu harus pakai sekop,” jelas Inggrid saat ditemui di tempat budidaya jamurnya, Sabtu (22/7/2017).
Limbah (serbuk) kayu dibutuhkan sebagai media tanam jamur. Serbuk kayu harus disaring untuk mendapatkan ampas atau serbuk yang paling kecil. Dengan mesin yang kini dimilikinya, mengolah serbuk kayu hanya butuh waktu sekitar tiga menit.
“Dulu pakai sekop bisa sampai satu jam lebih,” kata Inggrid.
Setelah disaring serbuk kayu itu kemudian disterilkan dengan cara dikukus pada api 120 derajat selama enam jam. Proses steril itu dibutuhkan agar bibit jamur bertumbuh bagus. Serbuk itu dicampuk dengan dedak kemudian ditanami bibit jamur.
(Lihat: Foto-foto Inggrid di Pondok Budidaya Jamurnya)
“Selama proses pembibitan, ruangan harus lembab dan kurang cahaya. begitupun di ruang inkubasi, harus ada waterjet agar bibit jamur tidak kekurangan air,” urai alumnus SMA Katolik Rex Mundi Manado ini.
Butuh waktu sekitar satu bulan agar jamur bisa dipanen. Untuk satu media tanam, Inggris bisa melakukan tiga kali panen. Jamur tiram putih yang dibudidayakannya kini telah dipasarkan di beberapa supermarket bahkan ke luar daerah.
“Saya bisa memanen sehari sampai 20 kilogram. Jamur tiram ini kemudian dipacking dalam kemasan 200 gram lalu dijual Rp 15 ribu,” ujar Inggrid.
Dari usaha budidaya jamur yang telah ditekuninya sejak tahun 2015 ini, Inggrid mengaku kini omzetnya bisa mencapai Rp 30 juta sebulan.
Selain menjual dalam bentuk jamur fresh, Inggrid juga kini menjual hasil bertaninya itu dalam bentuk produk olahan kripik jamur. Dia memberi brand Torez pada kripik yang dikemasnya dengan sangat bagus itu.
Ada tiga varian rasa kripik jamur Torez, yakni rasa pedas, roa dan original. Kripik Torez sudah dipasarkan hingga ke Bali, Padang, Sorong dan beberapa daerah lainnya. Produk ini juga sudah memiliki PIRT dari Dinas Kesehatan.
“Saya masih terkendala dalam promosi. Jadi saya sering membagi gratis produk saya. Kalau harga jualnya Rp 20 ribu per kemasan. Ini halal dan sehat,” kata Inggrid.
Dari Agen Property Jadi Petani
Usaha yang kini dirintis gadis cantik ini berawal dari kegemarannya mengkonsumsi jamur. Saat itu dia sering kesulitan mencari jamur di supermarket karena pasokannya kurang.
Dengan tabungannya yang dia peroleh selama bekerja sebagai agen properti, Inggrid lalu mencoba mempelajari cara budidaya jamur. Semua informasi dia cari, bahkan Inggrid pergi belajar budidaya jamur hingga ke Jawa.
Dengan modal dari tabungannya, Inggrid memantapkan pilihannya menjadi petani jamur. Dia lalu membangun pondok budidaya di kampungnya di Mokupa.
(Baca: Dari Hobi Jamur, Inggrid Raup Rp 30 Juta Per Bulan)
Kini dari awalnya mengerjakan semuanya secara manual, bahkan pakai sekop, Inggrid telah memiliki mesin. Usahanya kini berkembang dan mampu memberi dia penghasilan yang tidak sedikit saban bulan dari bertani jamur.
“Saya berkeinginan memberdayakan masyarakat di sini agar bisa menjadi petani jamur dengan sistem plasma. Nanti saya suplai media jamur yang siap tumbuh ke mereka. Hasil panennya kemudian saya beli,” harap Inggrid.
Sebuah keinginan dari anak muda yang inspiratif. Inggrid mampu menciptakan lapangan kerjanya sendiri. Tentu ini harus diteladani.
Editor: Ronny A. Buol