MELONGUANE, ZONAUTARA.com – Dari kaca mata spiritual, polemik yang berujung belum dilantiknya pasangan Elly Engelbert Lasut- Moktar Arunde Parapaga sebagai Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud periode 2019-2024 punya hubungan dengan masalah dilanggarnya adat di sebuah wilayah yang ada di Tanah Porodisa.
Seorang ahli spiritual Talaud yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan, mengatakan bahwa kini ada beberapa pelaku spiritual yang secara diam-diam tengah membantu agar Elly Engelbert Lasut agar bisa dilantik.
“Saat menjabat Bupati pada periode lalu, dia pernah merusak sebuah tempat yang disakralkan. Saya berharap dia mau insaf dari kesalahannya. Dia harus melakukan ritual agar bisa menebus kesalahannya yang dulu agar memuluskan pelantikannya. Saya siap membantu,” ujar ahli spiritual ini ketika diwawancarai wartawan Zona Utara, Kamis (08/08/2019).
Menurutnya, akibat perbuatan dulu para aramona atau leluhur yang beristirahat di tempat itu marah. Sekalipun dia memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), namun tidak bisa dilantik. Hal itu akan sangat menyakitkan karena banyak energi yang telah keluar untuk kontestasi politik tersebut.
“Para pelaku spiritual seperti kami berbuat sesuatu dengan mempertimbangkan langkah terbaik bagi kepentingan orang banyak. Tidak baik menihilkan hasil Pemilukada yang sudah menggunakan uang negara,” katanya.
Tuntutan pendukung kian merebak
Para pendukung terus menuntut pelantikan. Di antaranya adalah aksi unjuk rasa yang digelar di Kantor Bupati Kepulauan Talaud di Melonguane, Kamis (01/08/2019). Renalto Tumarah, seorang orator kala itu, meminta Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) segera melantik pasangan Elly Engelbert Lasut-Moktar Arunde Parapaga sebagai Bupati-Wakil Bupati pilihan rakyat.
“Ada berapa Bupati dan Wakil Bupati terpilih pada pesta demokrasi pada 27 Juni 2018 dengan waktu beberapa bulan adminisrasinya selesai. Kenapa kok waktu satu tahun administrasinya tidak selesai? Ada apa dengan pak Gubernur?” ujar Renalto.
Sweleng Adam, orator lain dalam aksi terebut, mengatakan bahwa masyarakat menilai sikap Gubernur Sulut Olly Dondokambey yang belum melantik Elly Lasut-Moktar Parapaga menempatkan posisi Kepulauan Talaud sebagai anak tiri dan kelas jauh dari Provinsi Sulut.
“Kabupaten Kepulauan Talaud adalah daerah otonom yang harus dipimpin oleh kepala daerah pilihan rakyat. Bukan daerah kelas jauh yang dipimpin oleh Plh, Pjs, atau Plt pilihan penguasa,” ujar Sweleng.
Aksi serupa pun digelar ratusan masyarakat Talaud bersama Forum Masyarakat Peduli Keadilan dan Forum Peduli Demokrasi Sulut, di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Empat orang perwakilan, yakni Engelbertus Tatibi, Felix Marunsenge, Amal Uada, dan Ricardo Irenius diterima langsung oleh Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Akmal Malik yang didampingi sejumlah direktur.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Plt Dirjen Otda itu, Akmal Malik kembali menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) Pelantikan dan Surat Perintah Pelaksanaan sudah keluar dan pasti dilantik. Menurut Engelbertus, Mendagri sudah menandatangani surat kedua yang dikirim untuk Gubernur Sulut agar segera melantik Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Kepulauan Talaud. Surat itu akan dikirim Jumat (02/08/2019).
“Surat itu sudah disampaikan pihak Dirjen Otda ke Gubernur untuk segera melantik,” ujar Engel meniru Akmal.
Pandangan akademisi
Donald Moninjta, pada seminar Evaluasi Pemilu 2019, Menuju Pilkada 2020 yang dilaksanakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsrat, Selasa (06/08/2019), turut angkat suara. Menurutnya, pelantikan pasangan yang berhasil meraup 22.674 suara atau unggul 39,09 persen dari tiga pasangan calon lain tersebut seharusnya tidak ditunda.
Proses pelaksanaan Pemilu di Kepulauan Talaud telah berjalan dengan aman, tertib dan lancar, cerminan ini menunjukan bahwa masyarakat Talaud menjunjung tinggi proses demokrasi. Mestinya pelantikan kepala daerah terpilih tidak boleh ada penundaan.
“Karena memang tidak ada celah hukum yang dilanggar. Tahapan yang dilakukan penyelenggara Pemilu pun sudah lewat. Selanjutnya tidak ada ruang untuk menunda dan membatalkan pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah atau KPUD Kabupaten Kepulauan Talaud,” kata Donald.
Posisi Gubernur Sulut secara kelembagaan, lanjutnya, tidak punya legal standing untuk menggugat calon terpilih. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2012 tentang perubahan keempat atas PP 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah bahwa KPUD melakukan penelitian terhadap pasangan calon, penelitian yang dimaksud, yakni meliputi kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan, serta klarifikasi pada instansi berwenang dan memberikan surat keterangan.
“Selanjutnya hasil penelitian yang sudah dilakukan diumumkan hasil penelitian yang sudah dilakukan diumumkan kepada masyarakat dan masyarakat diberi ruang untuk memberikan masukan kepada KPUD, masukan masyarakat wajib bagi KPUD untuk menindaklanjutinya,” jelas Donald.
Menurutnya, penundaan pelantikan dengan masih mempersoalkan administrasi calon, adalah bagian dari tidak menghormati keputusan lembaga penyelenggara pemilu, yang di dalamnya ada KPU, Bawaslu dan DKPP. Karena bila ada keberatan ruang itu sudah disampaikan, mestinya kalau ada masalah pencalonan ke KPU dimintakan klarifikasinya. Namun, tahapan itu sudah lewat.
Pelangaran etika politik jelas nampak dalam penundaan pelantikan. Pasalnya, pasangan terpilih yang diusulkan partai politik telah secara legal dan dipersilakan mengikuti pemilihan kepala daerah dan oleh pemilih telah memilih pasangan calon dan sudah terpilih.
“Jadi, dari partai manapun pasangan calon yang sudah disulkan mestinya dihormati. Secara etika pemerintahan juga terciderai, bila sudah ada SK Pelantikan dari Kemendagri mestinya ditindaklanjuti. Artinya dari sisi hirarki secara kelembagaan posisi Gubernur adalah wakil Pemerintah Pusat di daerah adalah baik kalau ditindaklanjuti. Coba kalau kapasitas Gubernur tidak diindahkan Kepala Daerah Kabupaten/Kota. Jadi secara keseluruhan memang tidak ada celah atau ruang untuk tertundanya pelantikan,” ujarnya.
Beda antara ditunda dengan dibatalkan
Moktar Arunde Parapaga dalam sebuah kesempatan wawancara pada Sabtu (29/07/2019) terkait pelantikan ini, mengatakan bahwa pelantikan dirinya sebagai Wakil Bupati bersama Bupati Kepulauan Talaud hanya ditunda. Bukan dibatalkan.
“Hal itu dikarenakan terjadi perbedaan pendapat atau ada pendapat-pendapat yang semestinya tidak harus muncul. Mengapa? Karena sekarang ini ada pada tahapan pelantikan. Bukan lagi membahas surat atau administrasi. Pembahasan tingkat administrasi itu pada saat calon itu diverifikasi, mendaftar, berkasnya diperiksa oleh Panwas dan KPU,” ujarnya.
Mestinya jadwal Mendagri secara kolektif yang diterima tanggal 21 Juli. Mengingat tanggal 21 hari Minggu, imbuhnya, maka pihaknya diberitahu oleh Dirjen Otda bahwa molor satu hari dan itu sudah disiapkan skenario bahwa akan ada Pelaksana Harian (Plh) sekian jam.
“Kami melakukan konsultasi, paling banyak itu di Kementerian Dalam Negeri, dalam hal ini Bapak Dirjen otda Akmal dan seluruh jajaran yang berkompeten di Dirjen otda. Mereka sudah menjelaskan begitu detail bahkan Bapak Dirjen otda sendiri sudah memperlihatkan dokumen pelantikan petikan SK-nya juga sudah ada. Sudah kami baca sekaligus, mengklarifikasi memeriksa nama benar atau salah itu. Sudah ada SK-nya. SK-nya sudah ada,” kata Moktar.
Editor: Rahadih Gedoan