Catatan Timboel Siregar
Pemberitaan tentang pernyataan Menkomaritim Luhut Binsar Panjaitan tentang adanya tawaran bantuan dari perusahaan asuransi China untuk BJPS Kesehatan berupa perbaikan sistem TI BPJS Kesehatan menarik untuk dikomentari.
Menurut Luhut sistem TI BPJS Kesehatan masih lemah. Pernyataan ini menuai protes dan masyarakat mempertanyakan pernyataan tersebut.
Menurut saya usulan mengikutsertakan asuransi China untuk memperbaiki TI BPJS Kesehatan adalah hal yang tidak perlu dilakukan. Saat ini BPJS Kesehatan sudah memiliki banyak perangkat TI yang digunakan dalam mendukung proses pelaksanaan Program JKN.
Terkait Aplikasi Pelayanan Kesehatan ada 16 Aplikasi seperti Aplikasi BPJS Office App (BOA) yaitu aplikasi untuk mencatat tagihan klaim dari FKTP, FKRTL, dan provide (Optik, Lab), Aplikasi LUPIS untuk verifikasi dan penerbitan tagihan, Aplikasi PCARE untuk pencatatan dan penagihan untuk non Kapitasi ke FKTP, Aplikasi SEP, Aplikasi Vclaim, Aplikasi WTA untuk mengetahui kepuasan peserta di faskes hingga Aplikasi Monitoring Faskes untuk monitoring proses kredensialing faskes.
Terkait dengan keuangan, BPJS Kesehatan pun sudah memiliki 19 Aplikasi seperti Aplikasi Andalan untuk memberikan informasi denda pelayanan kesehatan, Aplikasi Bcash, Aplikasi Keuangan, Aplikasi Revenant untuk rekon data FTP Bank, Aplikasi Autodebet, Aplikasi New in-Monica untuk pembayaran FKTP dan FKRTL, Aplikasi K-Rin untuk koreksi tagihan Badan Usaha, hingga Aplikasi Simpenan yang digunakan untuk melakukan manajemen cicilan iuran peserta.
Terkait kepesertaan, BPJS Kesehatan memiliki 23 Aplikasi yaitu dari Aplikasi Aktivasi, Aplikasi Manajemen User, Aplikasi BPJS Admission, Aplikasi BPJS Checking, Aplikasi Mig34 untuk migrasi data kepesertaan PPU dan PBPU Kolektif, Aplikasi CSTI-supel hingga Aplikasi Registrasi Badan Usaha menjadi peserta BPJS di Kantor Cabang.
Ada 24 Aplikasi Pendukung seperti dari Aplikasi Absensi Realtime, Aplikasi HCIS untuk mengukur kinerja karyawan, Aplikasi Manjur, Aplikasi P2BJ, Aplikasi Intan untuk menanamkan nilai-nilai Revolusi Mental bagi Duta BPJS Kesehatan sampai Aplikasi Jamkesnews.
Jadi total aplikasi yang dimiliki BPJS Kesehatan adalah sebanyak 82 aplikasi. Jumlah perangkat infrastruktur TI sampai dengan 30 Juni 2019 terdiri dari 135 jaringan komunikasi data, storage sebesar 1.212TB, dan jumlah server 263. Dengan aplikasi yang sudah tersedia tersebut dan tetap akan dikembangkan, tentunya BPJS Kesehatan sudah mampu menyediakan dan mengoperasionalkan TI yang mumpuni untuk mendukung pelaksanaan JKN.
Namun tentunya dari seluruh fasilitas TI yang ada tersebut, memang TI di BPJS Kesehatan masih memiliki masalah. Saya kira persoalan yang ada terkait dengan kapasitas TI yang memang harus ditingkatkan berkenaan dengan data kepesertaan yang juga terus bertambah, yang di akhir 2019 ditargetkan mencapai 254 juta peserta (UHC Kepesertaan). Tidak hanya itu tentunya ada data-data lainnya yang juga bertambah.
Nah, tentang masalah TI ini harusnya pemerintah meningkatkan anggaran TI BPJS Kesehatan sehingga kapasitasnya bisa mendukung peningkatan kepesertaan dan data lainnya, termasuk menambah SDM untuk mengelola TI tersebut. Sebenarnya di UU no. 24 Tahun 2011 tentang BPJS disebutkan modal awal tiap BPJS maksimal Rp. 2 Triliun, tapi yang diberikan pada saat itu Rp. 500 miliar, dan dana itu digunakan untuk mendukung peningkatan kapasitas TI BPJS Kesehatan. Dana tersebut tentunya harus ditambah untuk mendukung pelayanan JKN yang lebih baik lagi.
Data di BPJS Kesehatan adalah data yang sangat besar dan lengkap untuk masalah kesehatan rakyat Indonesia. Kalau ada pihak asing yang ikut terlibat maka data besar tersebut akan berpotensi terakses oleh pihak asing. Ini sangat berbahaya karena terkait dengan ketahanan bangsa kita. Nanti asing akan mendapat data statistik kondisi kesehatan rakyat Indonesia termasuk data tentang TNI dan Polri kita yang sakit.
Saya meminta BPJS Kesehatan menolak usulan Luhut tersebut, karena akan berpotensi lebih banyak menciptakan masalah daripada memperbaiki kondisi. Jangankan asing, pihak swasta lokal kita pun tidak boleh mengakses data-data tersebut.
Pak Luhut itu “offside”, mengurusi masalah yang merupakan tanggungjawab Menko PMK. Saya kira Luhut sebaiknya melakukan hal yang produktif saja seperti meminta semua kementerian lembaga dan pemda untuk mendukung JKN secara serius termasuk melakukan penegakkan hukum.
Ketentuan tentang kewajiban menjadi peserta JKN paling lambat 1 Januari 2019 yang diatur di Perpres No. 82 Tahun 2018 dengan sanksi tidak dapat layanan publik yang diatur di PP No. 86 Tahun 2013, seharusnya Luhut meminta Polri, Imigrasi, Pemda untuk menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut.
Hingga saat ini masyarakat yang belum mendaftar jadi peserta JKN tetap mendapat layanan SIM, STNK, IMB, Paspor, padahal harusnya tidak bisa mendapatkan layanan tersebut karena belum mendaftar menjadi peserta JKN.
Luhut juga harusnya mendorong seluruh kementerian, Lembaga dan Pemda untuk menjalankan Inpres No. 8 tahun 2017 tentang optimalisasi JKN dan segera melakukan penegakkan hukum. Hukum positif terkait JKN harus dikawal dan dilaksanakan dengan baik. Dengan dukungan serius dan berkualitas dari kementerian, Lembaga dan Pemda, saya yakin Defisit JKN akan bisa teratasi, tanpa perlu lagi mewacanakan bantuan asuransi asing kepada BPJS Kesehatan.
Pinang Ranti, 26 Agustus 2019
Penulis Timboel Siregar adalah Koordinator Advokasi BPJS WatchPenulis Timboel Siregar adalah Koordinator Advokasi BPJS Watch