LABUAN BAJO, ZONAUTARA.com –Â Saya tak menunggu semua kendaraan turun dari kapal feri Cakalang II. Tak sabar menjajal Labuan Bajo, saya berkelit di antara truk-truk yang antri keluar ke dermaga.
Pelabuhan Labuan Bajo sungguh riuh. Nampak hidup dan berdenyut. Begitu turun, pemandangan turis asing berseliweran di mana-mana. Ini salah satu destinasi idaman di Indonesia.
Lewat Google Map, saya tahu hotel De Chocolate letaknya tak jauh dari bandar, hanya sekitar 300 meter. Saya memilih jalan kaki dan mengabaikan tawaran tukang ojek. Berolahragalah, meski tas cariel di punggung lumayan berat.
Keluar dari komplek dermaga feri, jalan Ir. Soekarno Hatta ditemui. Ini jalan utama di tepi pantai Labuan Bajo. Jalur kendaraan di sini hanya satu arah. Terasa sempit karena sebagian badan jalan dipakai untuk parkir kendaraan.
Sebagaimana daerah wisata, kiri kanan jalan berderet penginapan, hostel, hotel dan agen-agen tour. Di dinding depan berkaca, tulisan besar-besar tawaran paket wisata terpampang. Saya mengamati beberapa diantaranya.
Tak butuh lama, hanya sekitar 10 menit saya sudah tiba di hotel. Bangunannya kecil mirip ruko, berlantai empat. Petugas front officenya ramah. Saya diberi kamar di lantai dua. Lantai empatnya berupa lounge yang menghadap laut. Usai meletakkan tas di kamar, saya langsung naik ke lantai empat. Menunggu sunset di situ dan menikmatinya.
Panggil saya Boe
Sewaktu di Sape, sahabat saya Jessica, staff di Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya mengirimkan pesan WhatsApp. Jessica mengikut status yang saya taruh di WhatsApp. Dia memberi nomor kontak seseorang di Labuan Bajo. Budi namanya.
Usai menyaksikan sunset, saya ingin makan malam sekaligus bertemu Budi. Kami lalu bertemu sambil makan malam di penjual makanan di tepi jalan. Di jalan Ir Soekarno Hatta ini, jika malam ada beberapa penjual makanan membuka lapaknya. Menunya macam-macam, tapi terutama masakan yang berminyak seperti saus ikan, terung saus, kari, tumis kacang pancang, telur goreng dan sebagainya.
“Panggil saja saya Boe,” ujar Budi. Dan sejak itu saya sering sekali salah menyebut namanya dengan “beo”. Tapi Budi, eh Boe tidak protes. Dia terlihat baik-baik saja. Mungkin orang-orang juga sering salah memanggil namanya begitu.
Boe orang Flores. Dia pernah mengikuti program dari Konjen AS di Surabaya. Saya lupa nama programnya, mungkin serupa pertukaran pemuda antar negara. Boe kini menjadi guide wisata di Labuan Bajo. Malam itu dia menerangkan banyak hal soal Labuan Bajo.
Boe mengingatkan agar saya tidak melewatkan Pulau Padar, Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pantai Pink dan Manta Point. Untuk ke sana saya harus menggunakan perahu atau kapal. Nusa Tenggara Barat punya ratusan pulau, dan sebagian besar pulau-pulau eksotis itu ada di Manggarai Barat atau diakses dari Labuan Bajo.
Tersedia paket-paket wisata untuk berkunjung ke pulau-pulau itu. Meski bisa juga bepergian sendirian dengan menyewa perahu atau speed boat, tetapi bagi pejalan dengan bujet terbatas, mengambil paket wisata adalah bijak.
Boe menawarkan paket wisata 2D1N (dua hari satu malam). Ini paket menginap di atas kapal. Tetapi karena saya tidak bisa snorkling dan menyelam, saya hanya mengambil paket One Day Trip. Lagipula masa berkunjung saya tak lama di Labuan Bajo.
Boe memberi saya harga discount, tapi saya membayar full Rp 500 ribu untuk mengunjungi Pulau Padar, Pantai Pink, Pulau Komodo dan Manta Point. Harga ini sudah termasuk makan siang, kapal dan guide. Tidak termasuk tiket masuk ke Taman Nasional Komodo.
Setelah sepakat dan membayar, saya pamit untuk istirahat. Besok, juga atas saran Boe, saya akan pergi ke Gua Batu Cermin dan Bukit Amelia. Trip ke pulau-pulau nanti dua hari kemudian.
Bersambung . . .