ZONAUTARA.com – Kepergian Prof Iwan Dwiprahasto, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM), menyesakkan dada bukan hanya bagi seluruh civitas academica UGM, tapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya, orang-orang yang berbelasungkawa karena kehilangan Prof Iwan tak boleh mengirimkan bunga sebagai tanda berduka.
Mari kita hargai perjuangan pahlawan kita dengan bertahan hidup dan bersatu melawan pandemi ini.
Kabag Humas dan Protokoler UGM Iva Ariani terpaksa harus mengeluarkan seruan tersebut agar dapat memutus mata rantai menyebaran covid-19 yang berpeluang terjadi melalui kiriman karangan bunga.
“Mohon untuk mendoakan almarhum dari tempat masing-masing dan keluarga juga meminta agar tidak mengirimkan karangan bunga,” kata Iva.
Prof Iwan dirujuk dan dirawat di RSUP Sardjito Yogyakarta pada Minggu, 15 Maret 2020, karena positif virus corona. Selanjutnya pihak rumah sakit melakukan perawatan isolasi serta pemeriksaan dengan standar covid-19, di antaranya dengan mengirimkan sampel swab ke Balitbangkes pada Senin, 16 Maret 2020.
Namun sosok yang telah bertahun-tahun menggeluti dunia kedoteran ini tak disangka terlalu cepat menghadap Sang Pengcipta. Ia meninggal dunia dalam usia 58 tahun pada Selasa, 24 Maret 2020, pukul 00.04 WIB di RSUP Sardjito Yogyakarta. Selanjutnya, jenazah almarhum dimakamkan di Pemakaman Sawit Sari UGM.
Kehilangan Sang Dosen
Berpulangnya sosok yang bernama lengkap Prof dr Iwan Dwiprahasto MMedScPharm, PhD, merupakan sebuah kehilangan besar yang berarti, baik secara personal maupun profesional bagi mahasiswa, kolega-mitra kerjanya, teman dan keluarga besarnya. Prof Iwan memberikan kontribusi penting bagi pengembangan di tingkat Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK), UGM, serta negeri tercinta ini.
Pada laporcovid19, Prof dr Adi Utarini, istri almarhum Prof Iwan, menulis kenangan yang menggugah hati. Menurutnya, sebagai personal, Prof Iwan dikenal dengan karakternya yang rendah hati, dan selalu menghargai orang lain dari berbagai kalangan masyarakat. Ia senang menyapa setiap orang yang dijumpainya dengan senyumnya yang khas, menyejukkan hati dan sapaah ramahnya.
“Tutur katanya yang halus namun tegas menjadi jurus utamanya dalam menghadapi berbagai situasi kritis sekalipun. Misalnya ketika menanggapi reaksi mahasiswa yang dialaminya ketika menjalankan amanah sebagai Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan di Fakultas dan Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan di UGM, ataupun di forum-forum nasional yang dipimpinnya dalam pembahasan mengenai kebijakan obat dan teknologi,” tulis istri almarhum.
Menurut Prof Adi, selingan gurauan segar yang sering dilontarkannya menjadikan setiap interaksi dengan Prof Iwan selalu terasa segar, menyenangkan, dan mengesankan. Sebagai profesional, Guru Besar FK-KMK UGM di bidang farmakoepidemiologi, Prof Iwan adalah karakter dosen yang sangat dicintai oleh mahasiswanya.
Prof Iwan diceritakannya selalu bersemangat untuk menyampaikan berbagai konsep yang sulit menjadi sesuatu yang mudah dipahami dan menyenangkan. Ia senang berbagi ide dan inspirasi untuk orang lain. Baginya, tidak ada predikat yang lebih membanggakan selain terpilih sebagai Dosen Favorit di kalangan mahasiswa tingkat Sarjana.
Kesibukannya yang tinggi dalam menjalankan berbagai peran nasional dan pembicara di berbagai seminar, tidak membuatnya menomorduakan mahasiswa. Ia memiliki cara khusus yang membuat mahasiswa sarjana-magister lulus tepat waktu, dan mahasiswa doktoral bimbingannya lulus dengan banyak karya publikasi. Di hatinya, mahasiswa selalu nomor satu.
“Dosen itu harus selalu baik, mengutamakan mahasiswa, supaya kita selalu didoakan juga oleh mahasiswa,” begitu pesan Prof Iwan yang masih terngiang di telinga istrinya. Sebuah pesan sederhana, namun penuh makna yang mendalam.
Prof Iwan juga meninggalkan sejumlah peran dan karya penting di tingkat nasional. Kepakarannya di bidang farmakoepidemiologi dan kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) membuatnya dipercaya oleh Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, lembaga pengelola asuransi lainnya dalam memimpin penyusunan formularium obat, mengevaluasi obat, melakukan analisis teknologi kesehatan. Selain itu ia juga aktif di jejaring institusi di bidang EBM, kebijakan keselamatan pasien serta memimpin Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia.
Gairahnya di bidang pendidikan memberikan kontribusi besar pada forum-forum pendidikan di Indonesia. Bahkan sampai dengan akhir hayatnya dalam perawatan di rumah sakit, ia masih sempat menyampaikan permohonan maaf tidak dapat hadir dalam rapat sosialisasi revisi kurikulum Kedokteran di FK-KMK UGM yang dipimpinnya. Sebagai peneliti, Prof Iwan meninggalkan banyak rekam jejak dan kenangan sebagai dosen dengan publikasi internasional terbanyak di Fakultas pada tahun 2019.
Sosok yang tak pernah berkeluh kesah
Sebagai suami dan ayah dari Putri Karina Larasati, Prof Iwan adalah figur seorang ayah yang sangat penyabar, selalu ingin menyenangkan hati keluarga dan keluarga besarnya, selalu ingin menolong sesamanya.
“Keluh kesah tak pernah terucap dari bibirnya, dan wajahnya senantiasa memancarkan sinar dari lubuk hatinya yang tulus. Gelak tawa senantiasa memenuhi suasana di rumah setiap kali Prof Iwan menginjakkan kakinya di rumah yang telah dihuni selama lebih dari 30 tahun,” tulis istrinya.
Menonton TV program dunia binatang dan acara Cak Lontong menjadi kegemarannya bersama keluarga. Demikian pula dalam acara-acara keluarga besar dan reuni dengan teman-temannya, ia menjadi pusat perhatian dan kegembiraan mereka.
Dua tahun terakhir, jiwa sosial dan hobi keluarganya menjadikan Prof Iwan banyak mendukung konser musik yang dilakukan di rumah kediamannya ataupun di gedung pertunjukan. Ia juga beberapa kali tampil membacakan puisi yang ditulisnya sendiri. Bersama istrinya sering berkolaborasi dalam garapan musikalisasi.