SPECIAL REPORT
Warisan pitarah di ujung pupus
Para pewaris tradisi kuping panjang di Mahakam Hulu, Kalimantan Timur ini kini membilang uzur. Tak ada lagi genarasi yang ingin melanjutkan warisan leluhur Dayak ini.
Bertaruh nyawa menuju kampung
Ini adalah catatan perjalanan menuju Mahakam Hulu, sebuah kabupaten di pedalaman Kalimantan Timur.
Bergantung pada ces
Sungai dan ces membuat perjalanan melewati hutan, bukit dan gunung menjadi lebih singkat.
Kegundahan dari ladang Meraseh
"Kami tidak perlu lain. Hidup sekarang sudah lebih dari cukup. Asal bisa buka ladang, menanam padi, mencari ikan dan berburu di hutan. Alam ini telah memberi kami hidup dan makan. Kami tidak butuh lebih."
Dari gaharu, sawit hingga hutan
Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Mahakam Ulu, serta batuan karst yang membentuk ekosistem karst yang unik adalah potensi yang tidak dijumpai di kabupaten lain.
Mereka bersekolah di Long Isun, kampung di tepi sungai
"Kami menerima gaji tiga bulan sekali, dan kadang lebih lama dari itu. Tergantung bendahara sekolah di Long Isun pergi mengambil gaji di kabupaten."
Perempuan Kuping Panjang: Keagungan di ujung takdir
Sambil mengunyah sirih, Tipung Ping mengungkapkan kegundahannya, siapa yang akan meneruskan simbol keagungan identitas mereka sebagai orang Dayak itu.
Tato Perempuan Dayak: Simbol yang harus dibawa mati
Tentu selama proses itu, perempuan Dayak harus menahan rasa sakit, dan mengalami demam sesudahnya. Kesabaran juga menjadi modal yang sama untuk memanjangkan cuping.
Perempuan Kuping Panjang: Berjuang kala uzur demi merawat tradisi
Jika uzur mereka menemui takdirnya, entah warisan budaya leluhur yang agung ini mungkin tinggal kisah yang akan diceritakan nanti.
Perempuan Kuping Panjang yang terus tergerus zaman
Modernitas yang merasuk hingga ke kampung-kampung di pedalaman Dayak, telah mengerus tradisi ini.
Perempuan kuping panjang dalam pusaran ritual hidup Dayak Bahau
Matahari, bulan dan bintang bagi mereka adalah petunjuk menjalani kehidupan, seperti membangun rumah, pernikahan dan terutama mengolah tanah ladang.
Writing • Photo • Video : Ronnny Adolof Buol