LABUAN BAJO, ZONAUTARA.com – Pulau ini, adalah motivasi yang menyeret saya menyeberang dari Mataram di Nusa Tenggara Barat ke Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.
Angan saya sederhana, setidaknya mendatangi 10 destinasi pariwisata prioritas di Indonesia yang digadang-gadang sebagai “bali baru”. Dan Labuan Bajo ada dalam daftar itu.
Musim kemarau belum beranjak dari Nusa Tenggara. Terik menyengat meski matahari baru saja muncul. Tapi saya bersemangat, dan tahu bahwa sebentar kulit pasti terbakar. Itu bukan rintangan, pulau Padar terlanjur menggoda.
Boe lah yang mengatur perjalanan saya, mengambil paket One Day Trip. Dengan ongkos Rp 500 ribu, saya akan dibawa ke pulau Padar, pantai Pink, pulau Komodo dan Manta point.
Bangun subuh, saya kemudian jalan kaki ke pelabuhan. Mampir sarapan nasi kuning di penjual tepi jalan masuk pelabuhan. Boe telah menyediakan makan siang saya, sebagai bagian dari paket. Saya lalu diantar menuju boat yang akan menyeberangkan ke destinasi-destinasi itu.
Bersama saya bergabung turis asal Jerman, Italia, Jepang, Amerika serta beberapa negara lain serta para pejalan dari Indonesia. Kami berkenalan. Boat berawak empat orang itu, dikelola sebuah agen perjalanan di Labuan Bajo. Mereka memiliki belasan boat yang saban hari mengangkut wisatawan.
Boe adalah salah satu simpul marketing mereka, selain mereka juga menjual paket-paket wisata sendiri. Boe mendapat fee yang saya tidak tanyakan besarannya. Tugas Boe hanya sampai mengantar ke boat. Sisanya menjadi urusan awak boat.
Tour guide kami pagi itu memperkenalkan diri. Namanya Yogan, orangnya ramah dan suka berkelakar. Dia menerangkan, bahwa para tamu harus membayar Rp 150 ribu per orang untuk dapat masuk ke Taman Nasional (TN) Komodo. Turis asing lebih mahal dari itu.
Usai memungut biaya retribusi, boat kemudian bertolak. Kami butuh sekitar dua jam untuk tiba di pulau Padar. Langit biru, laut jernih, kapal berseliweran sana-sini, pulau-pulau dilewati, dan saya bergembira. Sedikit kalap memotret dengan sajian alam yang begitu indah ini.
Pulau Padar merupakan bagian dari TN Komodo. Selain Padar, ada pula pulau Komodo, pulau Rinca dan Gili Motang. Reptil raksasa tak hidup di pulau Padar, mereka hanya bisa dijumpai di tiga pulau lainnya itu. Karena masuk dalam wilayah taman nasional, pengunjung mesti membayar retribusi.
Lautan cukup teduh, hanya di beberapa tempat arus lumayan kencang sehingga menimbulkan gelombang. Boat kami melaju dengan tenang, dan acap kali dilewati speed boat yang mengangkut wisatawan berkantong tebal. Yogan bilang, biaya untuk sewa speed boat bisa mencapai puluhan juta. Setara dengan kemewahan yang didapat.
Pulau Rinca telah kami lewati. Dan nampak pulau Komodo yang besar itu di sebelah kanan. Haluan kapal menuju Padar, yang menyambut kami dan boat-boat lainnya dengan keindahan yang luar biasa. Warna cokelat karena vegetasi yang kering kontras dengan langit biru, dan laut yang jernih.
Pulau Padar diapit kedua pulau besar itu, dengan bentuknya yang abstrak. Foto-foto yang diunggah para pejalan, membuat siapapun yang melihatnya ingin juga berada di sana. Pemandangan dari puncak pulau Padar sungguh ikonik.
Boat kami lalu merapat di dermaganya, bersama puluhan boat lain yang sudah lebih dulu tiba. Kami tadi berangkat pukul 6, dan tiba sekitar pukul 8.30. Matahari membakar. Saya tidak peduli dan bersegera meloncat ke atas dermaga. Yogan mengingatkan waktu kami cuma dua jam.
Urusan tiket masuk diurusi Yogan, sehingga saya langsung saja menaiki anak tangga yang menyambut. Baru saja beberapa anak tangga saya sudah tidak berhenti memotret. Tiba di belokan mata saya terpaku, dengan sajian alam yang luar biasa ini. Saya mengambil beberapa foto, dan sadar dengan waktu yang terbatas. Saya bersegera mendaki ke puncak, dan nanti akan memotret setelah turun.
Naik ke puncak Padar tidak susah, karena sudah disediakan tangga berundak, meski tak rapi. Tapi memang butuh energi, dengan elevasi yang lumayan terjal. Yogan menyebut ada 700 anak tangga yang perlu dilewati hingga mencapai puncak.
Sesekali saya mengambil jeda untuk minum air mineral. Terik matahari tak ada penghalang sama sekali. Banyak wisatawan yang menyerah untuk melanjutkan perjalanan. Saya yakin bukan karena tanjakannya, tapi karena tak tahan dengan terik.
Kekaguman saya tak bisa berhenti, saat mencapai posisi yang paling ideal memotret. Berteduh di sela-sela batu untuk sekedar menghindari terik. Saya sedikit menyesal tidak membawa lensa super wide. Lekukan Pulau Padar tidak bisa terambil semuanya kalau hanya dengan lensa standar.
Oh iya, untuk menerbangkan drone di sini butuh ijin khusus. Yogan bilang, pihak pengelola TN Komodo memasang tarif Rp 1 juta bagi yang ingin mengambil gambar dengan drone.
Sesaat saya tidak melakukan apa-apa, hanya berdiri dan memandangi sekeliling. Takjub dengan kebesaran alam dan penciptanya. Betapa orang Labuan Bajo mesti bersyukur dengan anugerah ini. Menit berikutnya saya sadar harus segera turun, karena waktu yang diberikan sudah akan habis. Tertinggal di sini bisa repot.
Waktu turun itulah saya pergunakan untuk memotret dari beberapa titik. Saya termasuk orang terakhir tiba di dermaga, dan Yogan memakluminya. Sedari awal saya bilang kepadanya, tujuan saya adalah memotret.
Beberapa bule lebih memilih mandi dan berbaring di pasir pulau Padar daripada naik ke atas. Dan di tengah-tengah mereka menikmati pantai, tetiba beberapa ekor rusa muncul, dan tidak lari saat didekati. Saya sedikit kaget, darimana hewan itu datang.
Rasa penasaran saya dijawab Yogan. Rusa-rusa itu memang penghuni pulau Padar. Terlihat kurus dan tidak sehat karena kekurangan makanan, sehingga turun sampai ke pasir. Rusa sering menjadi santapan Komodo.
Usai memastikan seluruh penumpang dalam manifest, sudah berada dalam boat, kami kemudian menuju Pantai Pink.
Bersambung . . .
Baca juga tulisan sebelumnya: